Share

Ikan Anak Durhaka

Walau tampilannya sederhana gini, kok, bisa enak, ya? Eh, berarti aku ngaku kalah, donk? Nggak bisa gitu. Aku harus panggil papa sebagai juri yang adil.

Sepuluh menit kemudian. Dengan wajah ngantuk dan mulut menguap, Papa dan Mama duduk di meja yang berisikan dua nasi goreng. Aku sengaja nggak kasih tahu mana buatanku mana buatan le mineral. Penjurian dimulai.

“Enakan ini, deh.” Mama jelas mengenali masakan anaknya.

“Lebih mewah ini, tapi soal rasa ini punya ciri khas.” Kaaan, si papa nunjuk piringnya Ale. Pupus sudah harapanku.

“Ada apa, ada apa?” Dian ikutan bangun.

Kalau udah lihat makanan hidungnya pasti bisa mengendus walau disembunyikan di kolong jembatan. Nggak perlu basa-basi, Dian langsung ambil sendok dan nyicipin.

“Ini pasti buatan anak magang,” tunjuknya di piringku, “enakan yang ini.” Udahlah. Pemenangnya mau gimanapun tetap dia.

“Ini buatan Iqis, ini buatan temen yang nganterin pulang waktu itu.” Akhirnya aku jujur pada semuanya.

“Kok, bisa?” tanya Mama.

“Nggak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status