Keesokan harinya.Dengan rasa kantuk dan lelah yang luar biasa, perlahan Nayla mulai terbangun. Di antara setengah sadar ia merasa seperti habis mimpi bercinta dengan seorang pria yang sangat tampan, menawan dan gagah perkasa di atas ranjang. Sehingga membuat tubuhnya merasa sangat kelelahan."Tetapi, kenapa seperti nyata, ya? Dan kenapa pula badanku ini terasa sakit semua?" ujarnya membatin.Pelan-pelan gadis itu membuka mata dan mulai menngedarkan pandangannya ke sekitar. Dan betapa tekejutnya ia, ketika menyadari bahwa ia tidak berada di kamar yang biasanya ia tempati."Di mana aku?" gumamnya merasa kebingungan. Ia masih belum menyadari apa yang tengah terjadi padanya semalam.Lalu di detik berikutnya, ia merasa semakin syok.'Degg!'Seketika itu ia membelalakan matanya ketika merasa ada sebuah tangan kekar yang sedang memeluk pinggangnya dari belakang.Dengan dada yang bergemuruh, badannya kini serasa membeku dan tidak bisa digerakan. Lalu dengan tangan yang bergetar ia mulai meny
"Tunggu, Nayla? Kenapa kamu jalannya seperti itu? Dan kenapa pula kamu semalam tidak keluar dari kamar, huh? Atau ... jangan-jangan--" Dengan memicingkan sebelah mata, Larissa mentapnya curiga.Walaupun sebenarnya Nayla merasa sangat panik dan juga ketakutan. Namun sebisa mungkin ia tetap terlihat biasa saja. Agar wanita judes yang ada di hadapannya ini tidak mencurigainya lagi."Em, i-itu. Karena saya tadi terburu-buru ingin keluar dari kamar, sehingga dengan tidak sengaja kaki saya malah membentur pintu. Sahingga membuat kaki saya ini merasa sedikit kesakitan, Nona." Dengan tersenyum kaku gadis itu mengarang cerita."D-dan se-semalam ... karena kami berdua merasa sangat kecapean. Se-sehingga kami pun langsung tertidur dengan begitu saja, Non," lanjutnya dengan gugup."Hah, tertidur?!" Larissa mengeryitkan dahinya."Ta-tapi, Nona tenang dulu! Karena semalan kami tidur terpisah kok. Saya tidur di sofa dan Tuan Arga di kasur. Ja-jadi --" Belum selesai Nayla bercerita, dengan sangat kes
"Siapa kamu?" tanya Arga menatap tajam ke arah wanita cantik bergaun merah maroon yang sedang berdiri mematung di depan pintu kamarnya.Deg!Larissa langsung tersadar dari lamunannya. Kini raut wajahnya tampak gugup dan juga kebingungan."H-hay, Sayang. Kamu sudah bangun?" tanyanya tergagap. Dengan tersenyum manis, sebisa mungkin gadis itu bersikap normal seperti tidak pernah terjadi apa-apa.Padahal kalau boleh jujur, hatinya kini terasa deg-deg ser tidak karuan. Ia sangat gugup dan juga ketakutan sedang menduga jangan-jangan lelaki itu sudah melihat wajah Nayla semalam.Perlahan wanita itu berjalan mendekati Arga yang masih terbengong terus menatapnya kebingungan."Tunggu-tunggu-tunggu! Sebenarnya kau ini siapa? Dan kenapa pula kau berada di sini, huh?" bentak Arga. Ia merasa sangat yakin kalau wanita yang ada di hadapannya ini bukanlah Larissa.Lelaki berparas tampan itu masih mengingat dengan jelas bagaimana rupa wajah Larissa semalam jelas sangat berbeda jauh dengan wanita ini. Ya
Pada sore hari, Arga masih berada di dalam kamar hotel. Sedangkan Larissa meminta izin untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu.Dengan ditemani dua orang pria yang terlihat sedang duduk santai di sisi kanan- kirinya. Lelaki tampan berkemeja hitam itu kini sedang duduk termenung di sebuah sofa yang ada di tengah-tengah ruangan.Lelaki itu sengaja mengundang kedua orang tersebut untuk menceritakan semua hal kejadian aneh yang telah dialamaminya sejak awal pernikahannya kemarin."Jadi, tadi pagi Abang nyuruh aku ngirim foto Larissa itu karena masalah ini, Bang?" tanya seorang pria yang berusia 3 tahun lebih muda dari Arga.Arga pun mengangguk malas."Tunggu tunggu tunggu! Kok aku jadi bingung ya?" sela pria yang satunya lagi. "Kamu bilang kalau gadis yang kemarin itu adalah Larissa palsu? Maksudnya bagaimana sih?" Dengan memasang wajah kebingungan, pria yang bernama Daniel Jackson itu menatap kedua temannya secara bergantian."Huff!" Terlihat Arga menghela nafas panjang. Sepertinya pria
Di dalam sebuah kamar pelayan yang ada di bagian belakang dari rumah keluarga Aditama. Terlihat seorang gadis cantik kini sedang duduk meringkuk di atas ranjang.Dengan ditemani seorang wanita yang usianya 8 tahun lebih tua darinya, gadis itu menangis sesegukan menceritakan semua hal yang telah terjadi padanya semalam."Ya, Allah, Nay. Kamu yang sabar ya!" ujar Eni yang ikut menitikan air matanya karena merasa sedih ketika mendengar semua ceritanya tadi."Hiks ... hiks ... sekarang aku harus bagaimana, Mbak? Mahkotaku kini sudah hancur da-dan aku sudah tidak suci lagi, Mbak. Hiks ... hiks!" ucap Nayla. Dengan tersedu-sedu gadis berlesung pipi itu masih meneruskan tangisnya yang seolah tidak bisa untuk dihentikan.Eni langsung memeluknya dengan sangat erat. Lalu mengusap-usap punggungnya pelan, mencoba untuk menenangkannya. Sungguh ia merasa miris, iba dan tidak tega melihat gadis yang baru 4 bulan yang lalu ia bawa untuk bekerja di rumah ini, tengah bersedih.Dirinya tidak pernah meny
"Ternyata se-semalam dia telah tidur dengan Arga, Pah!" kata Larissa."Apaa?!" Lagi-lagi semua orang yang sedang berada di kamar itu dibuat syok saat mendengar tiap perkataan yang diucapkan oleh Larissa."A-apa maksud kamu, Sayang?" tanya Winda dibuat kebingungan belum mengerti arti dari perkataan ambigu yang dilontarkan oleh putrinya ini."Sekarang semua keluar!" usir Aditama kepada beberapa orang pelayan yang sedang berdiri di samping Nayla.Dengan patuh, ketiga orang pelayan itu keluar dengan satu per satu meninggalkan kamar tersebut. Hingga akhirnya di saat Eni berjalan ingin menuju pintu, lelaki paruh baya itu langsung mencegahnya."Tunggu, Eni! Kamu tetap di sini temani Nayla!" titahnya lagi."Ba-baik, Tuan," jawab Eni menggangguk. Kemudian ia bergerak mendekati Nayla dan menuntunnya untuk kembali terduduk di pinggir ranjang."Sekarang jelaskan, Nayla! Apakah yang dikatakan oleh Rissa tadi adalah benar?" tanya Aditama mulai menginterogasi. Dengan wajah yang terlihat datar, tatap
"Apaa?! A-arga datang ke sini?" pekik Larissa syok.Sontak secara bersamaan semua orang yang sedang berada di kamar itu langsung merasa panik dan juga tegang."Duh ... bagaimana ini, Pah, Mah?" tanya Larissa merasa kebingungan."Ya udah, tolong suruh dia menunggu dulu, Bik. Biar nanti kami akan menyusul ke sana," tukas Aditama."Baik, Tuan. Permisi." Lalu pelayan wanita yang berusia 30 tahunan lebih itu segera pergi menuju ke ruang tamu untuk menyampaikan pesan Tuannya ini kepada lelaki yang kini telah berstatus sebagai anak mantu majikannya."Sekarang kamu pergi temui Arga! Dan sebisa mungkin kamu harus bersikap normal, jangan sampai ada yang mencurigakan, Ok!" saran sang ayah."Baik, Pah," jawab Larissa mengangguk patuh.Kemudian pria paruh baya itu menoleh ke arah Nayla."Dan kamu. Tetaplah berada di sini, jangan pernah keluar dari kamar sebelum Arga pergi dari sini. Mengerti?" lanjutnya."Me-mengerti, Tuan," Dengan terbata gadis itu juga menganggukkan kepalanya."Ayo, Mah, Rissa k
Di pinggir kolam renang, Arga masih terus sibuk mengamati keadaan di sekitar rumah itu. Dengan sorot mata yang tajam, setajam mata elang yang sedang mencari mangsa. Lelaki tampan berkemeja hitam itu tampak seperti sedang mencari ataupun sedang menyelidiki sesuatu hal di rumah tersebut.Sembari terus mengayunkan langkah kakinya, pandangan matanya menelisik menyusuri tiap sudut ruang yang ada di sekitarnya. Keadaan di sekitar kolam itu tampak tenang dan sunyi. Tidak ada yang mencurigakan.Selain kursi dan meja tempat ia duduk tadi, di sisi kanan kiri kolam itu ada hamparan rumput hijau yang dilengkapi dengan beberapa macam bunga atau pun tumbuhan hias yang membuat suasana di kolam itu tampak asri dan sangat sejuk di pandang mata.Lalu, tanpa sengaja kedua netranya tertuju pada sisi lain dari tempat ini. Pandangan matanya jauh menyorot lurus ke depan. Di mana ia mendapati ada sebuah bangunan kecil yang berada di bagian paling sudut belakang rumah tersebut.Bangunan itu tampak seperti dere