Gwen dan Aiden serta rombongan Aiden terus masuk ke dalam ruangan yang besar itu. Tapi seolah invisible (tidak terlihat), tidak ada yang menyapa mereka atau pun sekedar menghampiri mereka. Semua orang terlihat sibuk menjilat pada Theodor dan rombongan."Sepertinya kita salah masuk ruangan nona Gwen."Seloroh Aiden saat melihat tidak ada satu orang pun yang menghampiri mereka padahal mereka juga adalah bintang di acara hari ini."Selera humor tuan Muda Aiden boleh juga!" Balas Gwen terus mendorong kursi roda Aiden."Kau sudah datang Gwen?" Sapa Roland yang baru saja turun dari lantai atas ruangan itu. Tidak lupa Roland juga menyapa Aiden, sahabat nya."Aiden, lama tidak bertemu." ucap nya sambil mengulurkan tangan nya setelah melihat tangan Aiden yang mengenakan sarung tangan berwarna hitam."Lama tidak bertemu dengan mu, Roland." Balas Aiden dengan wajah datar pada Roland, dan menjabat tangan Roland.Dua pria ini pun saling menatap. Tapi bukan tatapan rindu dua orang sahabat yang terg
"Wah, tuan Muda Aiden! Perlakuan mereka sungguh sangat berbeda pada mu sekarang ini." Ujar Liu Rery sambil berbisik. "Padahal seingat ku dulu, setiap kali kau datang ke rumah ini kau selalu di sambut bak seorang raja. Hanya menjilat jari kaki mu saja yang tidak mereka lakukan." Ucap nya yang sungguh tidak tahan untuk tidak tertawa. Tapi tentu nya tertawa miris maksud nya. "Lihat mantan calon ibu mertua mu itu. Siapa nama nya? Hah, iya! Aku ingat Margarette. Dia bahkan sengaja melihat ke tempat lain saat tanpa sengaja di melihat ke arah kita." Sebut Rery lagi. "Sungguh wanita yang munafik! Dulu dari jauh saja dia sudah meneriaki nama mu! Oh! Menantu ku sudah datang! Menantu kesayangan ku sudah datang untuk mengunjungi ku. Aku sungguh ingin muntah bila teringat zaman-zaman penuh kemunafikan tersebut." Rery sungguh menyampaikan semua isi hati nya dengan cara yang sangat ekspresif. "Dan coba liat dia! Tuan besar Meteo! Astaga! Dia dan istri nya sebelas dan dua belas saja di mata ku. A
Saat semua orang telah duduk di posisi nya, salah seorang pelayan nya Aiden datang dan membisikkan sesuatu pada Rery. "Hmm, aku mengerti. Letakan saja di luar kalau memang tidak mungkin untuk membawa nya ke dalam." Sebut Rery pada si pelayan itu. Pelayan itu pun mengangguk dan kembali berjalan keluar ruangan itu. "Sebelumnya saya ucapkan selamat datang kepada dua pasang pengantin baru, yang baru saja menginjakkan kaki di rumah kediaman keluarga Meteo. Saya, Steve mewakili keluarga besar Meteo dengan tangan terbuka dan hati gembira menyambut kedatangan semua rombongan dari pihak keluarga pria." Acara hari itu pun berjalan dengan lancar jaya. Semua orang saling bicara dan tertawa bersama. Suasana yang sedemikian akrab pun terus berlangsung hingga acara makan bersama selesai. Acara yang tadi nya formal, kini sudah bertukar menjadi acara semi formal yang lebih ke informal. Satu persatu anggota keluarga Gavin yang datang menghantar Theodor dan Aiden pun sudah kembali ke kediaman kelu
"Apa kau pernah mendengar kata pepatah lama nona Gwen. Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kau ingin kan, dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kau inginkan. Atau kau ingin aku memberikan kata pepatah yang lain nya?" Aiden pura-pura berpikir sesaat. "Ha! Aku ingat! Di sebuah buku aku pernah membaca. Kata nya begini. Sabar itu tidak ada batasnya, kalau ada batasnya berarti itu ya tidak sabar." Ucapnya yang malah membuat tulisan ZONK besar muncul di wajah Gwen yang menatap Aiden dengan wajah jenuh. "Bisa-bisa nya tuan Muda Aiden bercanda di saat-saat seperti ini. Sungguh tuan Muda Aiden adalah seorang pelawak dalam wujud seorang pangeran tampan." Sebut dengan nada malas. Malas untuk melayani, celetukan tidak berfaedah nya Aiden. "Hei! Kau terlalu dini menilai permainan ini nona Gwen! Tolong segera kondisi kan ekspresi wajah mu yang mirip pantat kepiting itu! dan percayakan semua nya pada ku. Permainan ini belum berakhir, masih hal yang layak untuk kita tungg
Roland yang melihat Gwen dan Aiden berinteraksi sedari tadi hanya bisa mengeraskan rahang nya. Apalagi saat Aiden menggenggam tangan Gwen. Padahal Roland pernah mengatakan pda Aiden bahwa diri nya mencintai salah seorang adiknya. Memang saat itu Roland tidak secara detail mengatakan pada Aiden bahwa adik yang dia cintai itu adalah Gwen namun seharusnya Aiden kalau memang pintar pasti bisa mengetahui adik yang mana satu yang Roland maksud kan. Walaupun kalau di pikir-pikir lagi, cukup sulit juga bagi Aiden untuk mengetahui yang mana satu adik Roland yang Roland maksud kan. Mengingat tidak ada nya clue khusus yang Roland berikan. Jumlah adik nya Roland juga tidak sedikit. Total nya ada lima belas saudari yang Roland miliki jika yang berumur setahun hingga lima tahun yang lahir dari istri-istri sirih tuan besar Meteo jika diikut sertakan. Jadi seperti nya wajar-wajar saja kalau Aiden tidak tahu jika Roland menyimpan rasa pada Gwen. Fokus semua orang pun kini kembali ke euforia pem
Margarette memasukan tangan nya ke dalam kotak dan merasakan ada tumbuhkan kertas di dalam kotak itu. Karena penasaran, Margarette pun menurunkan kotak itu kembali. Pelan-pelan Margarette menarik tumpukan kertas dari dalam kotak itu. Dan ternyata tumpukan kertas itu adalah.. "Ini?" seru nya dengan wajah terkejut yang tidak terkatakan. "Maaf Nyonya Margaret. Itu seharusnya milik Nyonya Roselyn, ibu nya nona Gwen." Dengan cepat Rery melimpir ke depan dan mengambil kertas-kertas yang ada di tangan Margarette yang merupakan surat kepemilikian sebuah Vila Mewah yang ada di Bali. "Nyonya Roselyn, ini milik mu. Tuan Muda Aiden memberikan ini untuk mu setelah bertanya pada nona Gwen apa yang paling kau sukai." Ucap Rery sambil menyerahkan dokumen kepemilikan vila itu pada Roselyn. "Tuan Muda Aiden, terima kasih banyak." Ucap Roselyn yang hampir saja membungkuk namun dengan cepat di tahan oleh Rery. Sambil menggeleng Rery berkata pada Roselyn, "tidak pernah ada sejarahnya ibu membungkuk
"Nyonya Margaret, bisa kah anda bergeser sedikit ke sana. Sebab aku sedari tadi ingin memasukkan hadiah-hadiah lain yang tuan Muda Aiden siapkan untuk seluruh keluarga Meteo! Tuang Muda Aiden memang seperti itu Nyonya Margaret! Dia tidak suka berbuat sesuatu yang menimbulkan kecemburuan sosial. Jadi nyonya Roselyn dapat maka semua orang dapat. Walau pun bentuk nya berbeda. Tidak mungkin dapat Vila semua nya kan?" Sarkas Rery, tersenyum sebentar ke Margarette yang masih berdiri mematung di tengah ruangan itu."Bay..Bay!!" Panggil Rery pada salah satu pelayan Aiden yang bertugas menjaga hadiah-hadiah itu tetap berada di dalam mobil yang terparkir di luar."Bay! Hadiah nya sudah bisa di turunkan. Ruangan nya sudah lapang." Teriak Rery sekuat yang dia bisa, agar semua telinga di dalam ruangan itu mendengar kalau hadiah yang tuan Muda nya bawa itu banyak nya sampai memenuhi satu ruangan itu.Dan benar saja, setelah satu persatu hadiah itu di angkat ke dalam ruangan itu, hadiah nya benar-b
"Benar bu, aku ingin ibu membantu membagikan nya. Aku kan tidak mengenal anggota keluarga Meteo seperti ibu mengenal mereka. Aku yakin ibu pasti bisa menolong ku. Ibu tidak keberatan menolong putra ibu ini kan?" Ungkap Aiden dari kursi roda nya yang di dorong oleh Gwen. "Aiden terima kasih." Ucap Roselyn pada Aiden. "Aku lah yang seharus berterima kasih. Terima kasih, karena diri mu telah membiarkan Gwen tinggal di dalam rahim mu selama sembilan bulan lama. Terima kasih, karena diri mu telah melahirkan nya. Terima kasih, karena diri mu telah membesarkannya. Terima kasih, karena diri mu telah mendidik nya. Aku rasa segudang rasa terima kasih ku tidak akan cukup, karena jasa diri mu lah aku bisa berjodoh dengan nya." Gwen langsung melihat ke arah Aiden untuk memastikan semua kata-kata indah yang barusan dia dengar benar keluar dari mulut nya Aiden. Sebab selama hampir tiga hari bersama nya, selain wajah nya yang datar dan senyum nya yang jarang, kata-kata setajam silet lah yang acap