"Sangat jelas." Jawab si pangeran negeri dongeng yang tidak lain dan tidak bukan adalah Skyleden Gavin Junior. Gwen yang sedari tadi khusuk memperhatikan apa yang terjadi di depan sana auto bergetar hatinya saat mendengar suara misterius pangeran dari negeri dongeng itu. Suara itu terdengar sangat familiar di telinganya. Gwen menggenggam erat tepian gaunnya, hati kecilnya berkata kalau suara itu sangatlah mirip dengan suara si pria kulkas dua belas pintu yang selalu tidur satu ranjang akhir-akhir ini bersamanya. Tapi pikiran warasnya menentang semua itu. Sebab mana mungkin pria dingin dan kaku seperti Aiden akan melakukan hal seromantis ini? Apalagi Aiden saat ini kan sedang di China. Gwen pun menendang jauh khayalannya. *** Suasana mendadak menjadi sangat senyap. Para tamu hanya saling pandang tanpa berkata apa-apa walaupun topeng yang mereka kenakan membuat ekspresi wajah mereka saat ini tidak bisa diterka. "Aku - Ehm- " suara si pria misterius dari sambungan telpon terdengar
Mata Gwen langsung membola melihat wajah pria di balik topeng itu. "Skyleden Gavin Junior?" Tanya Gwen tidak percaya kalau pria dihadapannya, yang sedari tadi mengaku-ngaku sebagai mataharinya adalah AIden- suaminya. Gwen pun langsung membuka topengnya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Gwen pada Aiden. "Aku? Tentu saja aku ingin mengajak bumiku untuk berdansa." Jawab Aiden lempeng. Usai mengatakan hal tersebut Aiden mengambil tangan Gwen dan mengajak Gwen turun ke lantai dansa untuk berdansa dengannya. Alunan musik dansapun mulai dimainkan, di mana lampu ruangan tetap gelap dan hanya ada sorot lampu yang khusus menyoroti Aiden dan Gwen yang mulai berdansa dengan indah di tengah-tengah ruangan itu. "Apa yang kau lakukan Skyleden Gavin Junior? No! Wait! Akan ku ganti pertanyaanku! Ini benaran dirimu?" tanya Gwen sembari melangkahkan kakinya bergerak mengikuti alunan musik dansa. "Memangnya ada berapa banyak matahari yang kau miliki dalam hidup mu, nona Gwen?" Bukannya menjawab pertan
Theodor langsung terdiam mendengar perkataan Aiden. Harga dirinya merasa tersentil dengan kata-kata yang keluar dari mulut Aiden barusan. Theodor memang putra kandung Danieta. Tapi karena dia berada dari garis keturunan ibu, tentu saja secara Gen bila dibandingkan dengan Aiden yang berasal dari garis keturunan ayah, Theodor kalah banyak. Theodor pun seharusnya tidak boleh menggunakan nama keluarga Gavin. Dia seharusnya menggunakan nama keluarga ayahnya. Namun permasalahannya pria yang dinikahi oleh Danieta bukanlah orang berada seperti mereka. Sehingga tidak ada nama keluarga yang layak yang dilekatkan pada Theodor. Theodor baru diperbolehkan menggunakan nama keluarga Gavin setelah ibu dan ayahnyatidak bersama. Garrand Gavin baru bersedia memberikan nama keluarganya pada Theodor setelah Danieta meninggalkan pria itu. Theodor pun sebenarnya baru mengetahui hal ini setelah dia cukup besar. Sejak itulah dia sering minder bila berada di sekitar Skyleden Gavin Junior, yang merupakan dar
Aiden akhirnya bisa bernafas lega. Setelah pertemuan keluarga yang dilakukan satu jam yang lalu menyelesaikan permasalahan dendam tak berujung itu untuk selamanya. Berakhirnya dalam artian benar-benar berakhir. "Kau mau mengajakku kemana?" Tanya Gwen, melihat ke arah Aiden yang terlihat seolah-olah sedang fokus mengendarai mobilnya. Aiden yang mendengar Gwen berbicara sesuatu padanya hanya menoleh sebentar pada Gwen lalu kembali memfokuskan pandangannya ke jalan raya. "Lihatlah! Kata nya akan menjadi matahari yang tidak akan melupakan buminya lagi. Beuh! Kayaknya saat ini dia lupa pernah mengatakan hal itu padaku." Gerutu Gwen sangat pelan dengan perasaan kesal. Gwen pun akhirnya jadi malas untuk bertanya lagi ke Aiden. Dalam hatinya, terserah Aiden saat ini akan membawa dirinya kemana. Toh Aiden kan suaminya. Gwen memainkan handphone nya. Semenjak Aiden membawanya pulang dan memintanya untuk menunggu di kamar, Gwen tidak ada sama sekali mengecek notif yang masuk di handphone nya
"Aaaow!!" Teriak Gwen kecil saat Aiden menyentil keningnya tanpa excuse terlebih dahulu. "Bersihkan pikiranmu, nyonya Gavin!" Sebut Aiden lalu membuka seatbelt yang dikenakan oleh Gwen. Gwen yang masih mengelus-ngelus keningnya jadi malu sendiri karena telah memajukan bibirnya sambil memejamkan mata saat Aiden datang mendekat tadi. "Bodoh! Bodohnya kau Gwen!" Teriak Gwen dalam hati. Rasanya saat ini dia ingin masuk ke dalam dashboard mobil saja saking malunya atas perbuatannya tadi. "Ayo kita keluar. Kita sudah sampai." Ajak Aiden pada Gwen yang masih terlalu malu untuk melihat wajah Aiden. Hanya sebuah anggukan kecil yang ia berikan sebagai tanda dia setuju atas ajakan Aiden. Gwen dan Aiden pun keluar dari mobil mereka yang saat ini sedang terparkir di sebuah taman. "Untuk apa dia membawaku kemari?" Pikir Gwen dalam hati. Gwen dahulu pernah datang ke taman ini bersama teman-teman SMA nya. Dan ya, tidak ada yang menarik taman ini selain orang-orang yang hilir mudik jogging bers
Gwen berjalan terus ke depan walaupun sebenarnya dia tidak tahu kemana kakinya akan membawa dirinya pergi. "Ini-?" Tanya Gwen tiba-tiba berhenti karena melihat hamparan di depannya terhampar bunga lili. "Indah bukan?" Tanya Kenzo pada Gwen. "Ini taman yang aku katakan padamu tadi Gwen. Proyek bunga lili yang dikerjakan oleh anak perusahanku yang berada di Indonesia." Kenzo nyelonong melewati Aiden yang hanya diam tanpa berkata apa-apa. "Ini adalah pesanan dari seorang pengusaha muda untuk istrinya. Aku tidak menyangka taman ini akan menjadi sangat indah. Aku benarkan Gwen, ini sangat indah, bukan?" tanya Kenzo pada Gwen. Alih-alih mendengarkan perkataan Kenzo, Gwen malah meninggalkan Kenzo yang baru saja datang padanya. Gwen berjalan ke arah Aiden yang hanya diam memandangi Gwen. "Apa ini semua kau buat untukku, Tuan Muda Aiden?" Tanya Gwen dengan sangat lembut dan memandang Aiden penuh cinta. "Apa kau suka?" tanya Aiden pada Gwen. Gwen mengangguk kecil dan berkata," Sangat ind
"Bukannya kau ingin menceraikan aku, Theodor?!! Lantas mengapa kau membawaku serta ke Tibet?! Tidak ! Aku tidak bersedia." Angela marah sejadi-jadinya saat Theodor memintanya untuk berkemas-kemas dan ikut dengannya ke Tibet. Angela bahkan lebih rela untuk bercerai dengan Theodor ketimbang harus ikut Theodor. "Kalau tanya apa yang aku inginkan sebenarnya saat ini? Maka jawabanku masih sama Angela. Aku masih ingin bercerai denganmu. Tapi permasalahannya aku dan kau tidak bisa semudah itu untuk bercerai. Keluarga kita tidak mengizinkannya. Jadi buang jauh-jauh pikiranmu kalau aku mempertahankan pernikahan ini karena aku sangat mencintaimu." Theodor benar- benar melepeh Angela bagaikan sampah yang layak dicampakkan ke tempat sampah. "Kau!!" Tunjuk Angela ke batang hidung Theodor dengan sangat marah. "Aku tidak pernah memakai sisa orang lain Angela. Dan entah berapa banyak pria yang telah kau tiduri di luar sana. Lalu kau pikir aku akan sebodoh itu untuk kembali bersama dengan pelacur
"Theodor, ibu tidak akan diam dengan apa yang Aiden lakukan ini." Dalam keadaan yang seperti ini pun Danieta masih sempat-sempatnya mengutarakan kalau dia akan membalas Aiden. "Maksud ibu apa?" "Ibu akan mengatur cara supaya walaupun kita jauh dari sini, kita tetap bisa membalas semua perbuatan Aiden pada kita." Kekalutan hati Danieta karena ia akan segera pergi ke tempat pengasingan membuat rasa bencinya pada Aiden semakin menjadi-jadi. Theodor menggeleng lemah mendengar maksud jahat sang ibu." Bu, kita ini sudah diperalat oleh bibi Bridgette. Harus ibu sadar dan jangan mau tetap menjadi boneka bibi Bridgette." Tegas Theodor. "Sudah bersyukur hal ini tidak membuat kita berdua berakhir di penjara. Ibu masih ingatkan kalau ibulah yang telah mengatur orang untuk membuat orang tua Aiden kecelakaan? Ibu bekerja sama dengan pria lumpuh yang bernama Delka itu untuk mengatur semuanya sedemikian rupa supaya ayah dan ibu Aiden meninggal dalam kecelakaan itu. Dan itu semua karena apa? Kare