"Tantangannya adalah cium orang di samping kananmu di depan kami." Mata Emma sontak terbelalak lebar mendengar tantangan yang Joana berikan pada Erland, dia lantas menatap Erland seolah berkata jangan lakukan. Setelah itu dia menunduk menyembunyikan kekhawatirannya. 'Erland jangan terima.' Batinnya, meski mereka saling mencintai namun, dia mendapat firasat buruk. Dia menoleh menatap Karina yang tanpa dia sadari sedang memasang wajah serius dengan sorot mata tajam. Emma yang melihat itu lantas mengerti dan berkata, "Tidak janga ... emmphh" Kalimatnya terpotong kala Erland tanpa aba-aba langsung menariknya dan menempelkan bibir mereka. Mata Emma berkaca-kaca melihat Erland yang menutup mata seolah sedang menikmati momen tersebut. 'Emma jangan berlarut dalam kenikmatan ini.' Batinnya memperingatkan dirinya sendiri namun, bibir manis Erland juga tangan hangatnya yang medekap kedua pipinya membuat pikirannya kosong dan lantas membuatnya menutup mata menikmati ciuman hangat pria itu.. Se
"Karina! Cepat pergi dari sini."Emma dengan panik langsung mendobrak pintu kamar Karina dengan keras membuat si pemilik kamar terkejut bukan main. Tanpa menjelaskan apapun pada Karina, dia langsung membereskan beberapa pakaian yang disiapkan untuk Karina. "Cepat ikut aku!" Ucap Emma sembari meraih tangan temannya itu dan menariknya keluar kamar."Sebenarnya ada apa Emma?" Tanya Karina yang tidak mengerti mengapa temannya tiba-tiba berperilaku aneh seperti ini. "Emma!" Bentak Karina sembari mengibaskan tangan Emma yang memegang erat tangannya. "Cukup Emma apa maksudmu dengan menyuruhku pergi?""Karina kita sudah tidak punya waktu lagi, aku akan menjelaskannya nanti." Ucap Emma membujuk Karina sembari kemali meraih tangan temannya itu."Emma aku tidak akan pergi dari sini." Ucap Karina sembari menepis tangan Emma."Emma, aku disini untuk membantumu. Aku tidak mengerti kenapa kamu selalu menjauhkanku darimu, apakah menurutmu aku ini seorang pengganggu karena aku selalu mengatakan hal b
"Bukan aku, aku hanya .... "PLAKK!Tamparan keras sukses mendarat di pipi mulus Joana, dia tersungkur ke tanah. Matanya memanas bersamaan dengan pipinya yang mulai terasa panas berpadu perih. Dia menoleh dengan mata berkaca-kaca sembari memegang kirinya yang ditampar oleh Erland."Kurung dia!" Ucap Erland dengan dingin. Kemudian, dia berjalan dengan cepat menghampiri Emma yang tak sadarkan diri dengan posisi berdiri dan kedua tangannya dirantai ke atas. Dengan cepat dia melepaskan rantai yang mengikat Emma itu lalu, menggendongnya untuk dibawa ke kamar.'Berjalan sesuai rencana,' Batin Karina tersenyum licik sembari memberikan tatapan kemenangan pada Joana yang dibawa oleh Nathan untuk dikurung. Setelah itu, dia kembali memasang wajah sedih sembari menatap Emma yang tak sadarkan diri di gendongan Erland.Di sepanjang lorong Karina tersenyum puas telah berhasil mengalahkan Joana dengan menumbalkan Emma. 'Itulah akibatnya jika suka bermain-main denganku.' Batinnya sembari melangkah men
"Jo-Joana? Ka-kamu bukankah kamu sudah di kurung?" Mata Karina terbelalak lebar melihat kedatangan Joana dengan kondisi baik-baik saja, seingatnya kemarin Erland sudah memerintahkan Nathan untuk mengurung wanita itu. Dengan wajah terkejut dia mengalihkan pandangannya menatap Nathan. "Dia hanya bilang untuk mengurungnya tidak menghukumnya." Ucap Nathan santai membalas tatapan Karina. "Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!" Teriak Karina sembari berusaha melepaskan diri. PLAKK! Tamparan keras sukses mendarat di pipi Karina dengan mulus, Karina merasakan pipinya memanas dan perih bersamaan. Dia menoleh menatap Joana yang menamparnya dengan memasang sorot mata tajam, "Apa yang kamu lakukan!" Pekiknya tepat di depan wajah Joana. "Sepertinya kamu tidak akan mengaku dengan mudah." Ucap Joana tersenyum miring sembari menatap Karina seolah sedang merendahkannya. "Apa yang harus aku akui? Aku memang tidak bersalah dalam hal ini." Ucap Karina sembari menatap lurus ke arah Joana seolah s
*Kastil Darah*"Tuan nona Joana berada di Kastil tua peninggalan Raja John Treisio." Ucap seorang mata-mata melaporkan keberadaan Joana sembari berlutut memberi hormat."Persiapkan segalanya untuk menjemput nona Joana kembali.""Baik Tuan Felix."Felix Josephine seorang pria yang merupakan kakak kandung dari Joana Josephine, kini dia naik tahta setelah kematian kedua orang tuanya. Pria yang mengenakan pakaian bangsawan yang terlihat mewah berwarna merah berpadu dengan warna emas, lengkap dengan mahkota yang menghiasi rambut merahnya. 'Adikku sayang sudah cukup waktumu untuk bermain-main.' Gumam Felix sembari duduk dia atas kursinya.* * * * **Kastil Tua*"Erland!" Panggil Nathan dengan suara serius, dia melangkah menerobos kamar Emma yang tertutup rapat. Kemudian dia membisikan sesuatu yang sukses membuat Erland menyipitkan matanya dengan ekspresi bingung bercampur marah."Emma aku pergi dulu ada urusan mendadak," Ucap Erland sembari menatap Emma dengan serius. Sebelum pergi dia men
'Seberapa banyak yang sudah dia dengar?' Setelah mengganti pakaiannya, Erland berjalan dengan langkah cepat menuju kamar Emma. Di kepalanya sudah terbayang kemungkinan terburuk ketika Emma mengetahui identitas aslinya. "Hah ... Emma!" Panggil Erland sesampainya dia di depan pintu kamar Emma."Masuklah." Erland tertegun kala melihat pintu yang terbuka dan Emma yang berbicara menggunakan nada rendah yang terdengar dingin tidak seperti biasanya. Erland melangkah masuk mengekori Emma yang sudah berjalan lebih dulu. "Emma aku bisa menjelaskan semuanya." Ucap Erland dengan panik.Langkahnya terhenti kala melihat Emma berbalik menatapnya dengan tatapan datar, dari tatapan tersebut dia tidak merasakan emosi apapun di dalamnya. "Emma." Panggilnya dengan suara lirih sembari menatap mata Emma dengan sendu."Kamu tidak perlu menjelaskan apapun.""Emma aku minta maaf, aku benar-benar terpaksa." Ucap Erland sembari menunduk."Nathan sudah menjelaskan semuanya."Erland lantas mengangkat kepalanya,
'Kenapa dia selalu memiliki tugas saat bulan purnama?' Di kepala Emma terus berputar pertanyaan-pertanyaan mengenai hal itu, dia menatap Nathan yang sedang mengatur semua persiapan perjamuan yang akan di selenggarakan oleh Penguasa Kastil. Kini dirinya hanya bisa berdiam diri merasa bosan tanpa kehadiran Erland. Hari ini dia duduk di dapur sembari melihat para pelayan berlalu lalang, dia menyangga dagunya menggunakan tangannya sembari menghela nafas. 'Ini sudah dua hari sejak Erland pergi. Apakah tugasnya kali ini sangat sulit?' Batinnya sembari menatap lantai dengan tatapan kosong. Kemudian dia terpikirkan sesuatu, 'Apa aku tanya saja pada Nathan? Tapi, ah sudahlah percaya saja dengan Erland dia pasti kembali.' Batinnya sembari kembali menghela nafas kasar. Dia bangkit dan hendak pergi keluar dapur. "Kamu mau kemana?" Suara Nathan sontak membuatnya berhenti melangkah, dia menoleh dengan malas dia menjawab, "Aku ingin berkeliling." "Jangan lupa nanti malam datanglah ke perjamuan,
"Ayo aku antar ke kamar dan ganti gaunmu." Erland mengulurkan tangannya sembari tersenyum. Emma dengan senang hati menjabat uluran tangan Erland dan berjalan sembari bergandengan tangan. Di tengah perjalanan Emma tiba-tiba membuka suara dan berkata, "Kamarku terlalu jauh dari sini, bisakah aku membersihkan gaunku di kamarmu?" Pertanyaan Emma sontak membuatnya membulatkan mata merasa tersentak, dia tidak menyangka Emma akan meminta hal seperti ini. Meski bukan hal aneh tapi, selama ini dia tidak pernah menanyakan tentang keingintahuannya pasal dirinya. "Ah ... ten-tentu saja." Balas Erland sembari tersenyum menutupi kegugupannya. 'Kenapa tiba-tiba dia seperti ini?' Batin Erland sembari sesekali melirik Emma yang tengah berjalan di sampingnya dengan tenang. "Selamat datang di kamarku." Ucap Erland sembari tersenyum lembut menatap Emma. "Sedikit berbeda." Ucap Emma sembari pandangannya menyusuri ruangan tersebut. "Saat kita bertemu itu berada di area belakang kamar, kamu mau me