BRUAKKErland menendang pintu kamarnya dengan keras, dengan nafas menderu dia melangkah masuk mencari keberadaan Emma. "Emma!" Panggilnya dengan suara lantang, dia menyusuri sekitar kolam dan tidak menemukan apapun disana."Dimana di ... a," Mata Erland tertuju pada pintu ruang rahasianya yang sudah terbuka. Dia lantas berlari masuk ke ruangan tersebut berpikir Emma pingsan disana karena ketakutan namun, dia tidak menemukan gadis yang dia cari.Dia memukul tembok dengan keras untuk melampiaskan kemarahannya. 'Hanya seorang gadis biasa beraninya dia menipuku.' Gumamnya sembari menggertakkan giginya. Sekilas Erland yang dulu kembali lagi setelah kepergian Emma.Nathan yang menyaksikan kakaknya seperti itu merasa kalau kakaknya kini berubah kembali seperti dulu. 'Sepertinya hanya keberadaan Emma yang bisa merubahnya.' Batin Nathan, setelah itu dia kembali menyusuri keberadaan Emma lewat bau milik gadis itu. 'Si*al! dia mengganti aroma wewangiannya.' Karena tidak menemukan keberadaan Emm
Dalam tidurnya Emma seolah mendengar banyak suara yang memenuhi gendang telinganya. Dia mengernyitkan keningnya, perlahan berusaha membuka matanya yang terasa berat. Setelah membuka matanya, dia menghalangi pandangannya menggunakan punggung tangannya.Matanya yang baru saja teruka seolah akan dibutakan oleh sinar matahari yang measuk menerobos jendela. Setelah mengumpulkan seluruh nyawanya, dia lantas bangkit. Dia menggerakan tubuhnya dan merasakan tubuhnya yang awalnya lemas kini kemali berenergi.'Ini ... seingatku aku pingsan setelah keluar dari hutan.' Batin Emma sembari pandangannya menyusuri sebuah ruangan yang terbuat dari batu bata."Nona kamu sudah bangun." Ucap sebuah suara yang terdengar lembut dan snagat nyaman di dengar.Emma menoleh dan mendapati seorang wanita yang sepertinya lebih tua darinya menghampirinya sembari membawakan pakaian bersih untuknya. Dia menatap wanita yang memiliki penampilan rapi dengan rambut dikepang memanjang kebelakang serta beberapa helai rambut
"Bagaimana? Apa kamu merasa nyaman tinggal disini?"Emma tersenyum sembari mengangguk menatap Angela yang berjalan di sampingnya. Beberapa hari ini Angela sering mengajaknya melakukan aktivitas yang mengharuskannya berkumpul dengan warga desa lainnya. Dia merasa nyaman selama tinggal di desa tersebut terlebih lagi peran Angela yang seolah membuatnya memiliki seorang kakak."Angela apa setiap rumah selalu memiliki ladang mereka sendiri?" Tanya Emma sembari membawa sekeranjang sayuran di tangannya."Tidak semua, sebagian besar memang iya karena rata-rata profesi di desa adalah petani. Beberapa dari mereka juga sering pergi ke desalain untuk menjual hasil panen mereka untuk membeli daging." Jelas Angela dengan sabar sembari tersenyum."Emma kamu bisa pulang dulu, aku harus bertemu dengan pembeli yang memesan beberapa hari lalu." Ucap Angela."Baiklah, cepat pulang ya aku yang akan memasak." Balas Emma sembari sembari tersenyum dan melambaikan tangannya.'Aku harus mencari cara untuk bisa
Beberapa saat sebelumnya .... "Erland kamu mau kemana?" Tanya Nathan yang melihat Erland sudah mengubah tampilannya. "Aku ingin bertemu Emma." Balas Erland singkat. "Dia pasti akan mengenalimu." Ucap Nathan memperingatkan Erland. "Tidak akan. Bawa dia kesini!" Setelah menerima perintah tersebut athan lekas bergerak menyeret seorang pria yang sudah dia buat pingsan sebelumnya. Pria dengan baju coklat, celana coklat tua serta memakai sepatu buts. "Mau kamu apakan dia?" Tanya Nathan sembari menatap pria yang tidak sadarkan diri itu. "Lihat baik-baik." Ucap Erland sembari mengulurkan tangannya dan menggunakan sihirnya untuk menukar penampilan mereka berdua. Nathan yang melihat kelakuan kakaknya itu menepuk keningnya sembari menggeleng. "Jadi ini alasanmu menyuruhku menculiknya." Ucap Nathan tidak habis pikir dengan ide yang Erland pikirkan. "Lalu apa gunanya mata-mata yang kamu kirimkan?" "Tentu saja untuk melindungi Emma jika ada orang lain yang menyamar menjadi dia?" Ucap Erland
"Apa kamu balas dendam?" Joana tertunduk bingung mendapat pertanyaan semacam itu dari kakaknya. Dia memang merasa marah pada Erland karena membohonginya soal alasan kematian kedua orang tuanya namun, jika dikatakan untuk balas dendam dia tidak pernah memikirkan hal itu."Apa kamu akan diam saja setelah dia mempermainkanmu selama puluhan tahun ini?" Tanya Felix yang berusaha membangkitkan dendam yang terkubur dalam di hati Joana. "Joana dengar, jika kamu tidak ingin menghancurkan pria itu secara fisik maka setidaknya hancurkan dia secara mental."Mendengar ucapan kakaknya Joana lantas menoleh menatap Felix. "Apa maksudnya?" Tanya Joana yang tidak mengerti dengan rencana kakaknya."Joana aku tahu kamu sangat ingin menyingkirkan gadis biasa itu bukan? Kamu juga menginginkan Erland menjadi milikmu seutuhnya bukan?" Tanya Felix seolah dia telah memiliki sebuah cara mewujudkan keinginan Joana."Kak, maksudmu ... ?" Felix tersenyum sembari menatap Joana dengan tatapan penuh intrik rahasia.
"Sejak kapan kamu menyedarinya?"Erland yang berbaring tengkurap pun menoleh tegas menatap Angela yang berdiri disamping tempat tidurnya. Dengan santai dia merubah posisinya yang awal berbaring menjadi duduk di tepi tempat tidur sembari memakai pakaiannya."Samuel sangat takut dengan air terjun, dia tidak akan melakukan apa yang kamu lakukan." Balas Angela dengan santai seolah dia telah mengenal orang di hadapannya dengan waktu yang lama."Dia tidak akan tahu Samuel memiliki sihir atau tidak. Selain itu, lukamu akan membekas." Tambah Angela dengan santai sembari menunjuk punggung Sameul."Aku tidak akan mati hanya karena bekas luka." Balas Samuel dengan singkat."Sampai kapan kamu akan menjadi dia?""Itu bukan urusanmu. Tugasmu hanya mengawasi Emma dan mencari menyebar rumor kebaikanku," Balas Samuel palsu yang mengingatkan Angela akan tugasnya. "Dan jangan lupa, hidupmu adalah hadiah dari kebaikanku 50 tahun lalu." Tambah Erland yang sedang menyamar itu.Mendengar itu Angela hanya be
"Angela kenapa kamu membiarkan Emma keluar malam hari!" Erland yang masih dengan penyamarannya menjadi Samuel dengan marah mendatangi Angela. Namun, saat dia memasuki rumah dia sudah mendapati Angela terkapar tak sadarkan diri di lantai. "Nathan urus dia dengan baik, aku akan mencari Emma!" Ucapnya sembari berlari sesuai arahan mata-mata yang memberi informasi."Mereka ada disana tuan." Ucap salah satu mata-mata yang mengikuti pergerakan Emma.Samuel menyipitkan matanya, dia melihat Emma dengan seorang pria yang terlihat agak familiar baginya. 'Dia?' Setelah itu, dia berlari dengan cepat menghampiri Emma. Dengan sigap dia langsung menarik tangan Emma dan berdiri di depan Emma sehingga, dia langsung berhadapan dengan pria itu."Apa ada yang bisa saya bantu, rasanya tidak pantas mengajak seorang gadis keluar malam-malam." Ucap Samuel sembari terus menggenggam tangan Emma yang beerdiri di belakangnya dan terhalang oleh tubuh gagahnya.Pria misterius itu pun tersenyum tipis sembari membu
“Lepaskan aku! Aku tidak mau jadi pengantin persembahan!”“Ayah! Aku mohon jangan.”Gadis bernama Emma Graciella diseret paksa karena terus meronta dan menolak dibawa ke tepi sungai. Para calon pengantin persembahan harus dihanyutkan di sungai agar sampai ketempat Dewa Pelindung."Cepat jalan!"Para warga memaksa Emma karena desa mereka yang bernama Gynejas, sekarang sedang dihantam oleh bencana besar. Angin topan dan hujan deras meratakan hampir seluruh desa. Membuat para penduduk desa kocar-kacir, kebingungan harus menyelamatkan diri kemana.Bencana besar itu terjadi karena mereka lupa mempersembahkan seorang pengantin persembahan. Selain itu, alasan lainnya Emma dipaksa menjadi pengantin persembahan tahun ini adalah, karena dia satu-satunya gadis yang memiliki usia yang cocok dan pas bagi pengatin persembahan, yaitu 19 tahun. “Lepas!” Dia mengibaskan tangannya dan melepaskan tangan-tangan warga desa yang memegangnya. Dia berlari menghampiri ayahnya yang berdiri ikut menyaksikan d