Share

Pengantin Sang Penguasa Kegelapan
Pengantin Sang Penguasa Kegelapan
Penulis: Er_zhi.zhii

Murkanya Dewa Pelindung

“Lepaskan aku! Aku tidak mau jadi pengantin persembahan!”

“Ayah! Aku mohon jangan.”

Gadis bernama Emma Graciella diseret paksa karena terus meronta dan menolak dibawa ke tepi sungai. Para calon pengantin persembahan harus dihanyutkan di sungai agar sampai ketempat Dewa Pelindung.

"Cepat jalan!"

Para warga memaksa Emma karena desa mereka yang bernama Gynejas, sekarang sedang dihantam oleh bencana besar. Angin topan dan hujan deras meratakan hampir seluruh desa. Membuat para penduduk desa kocar-kacir, kebingungan harus menyelamatkan diri kemana.

Bencana besar itu terjadi karena mereka lupa mempersembahkan seorang pengantin persembahan. Selain itu, alasan lainnya Emma dipaksa menjadi pengantin persembahan tahun ini adalah, karena dia satu-satunya gadis yang memiliki usia yang cocok dan pas bagi pengatin persembahan,  yaitu 19 tahun.

“Lepas!” Dia mengibaskan tangannya dan melepaskan tangan-tangan warga desa yang memegangnya. Dia berlari menghampiri ayahnya yang berdiri ikut menyaksikan dirinya. Emma berlutut masih berusaha membujuk ayahnya yang berdiri disamping bersama warga lainnya.

"Ayah bisakah untuk kali ini saja?"Dia menatap ayahnya dengan mata buram karena air mata yang menggenang. Sayangnya, yang dia inginkan tidak terwujud, ayahnya hanya memalingkan wajah. Setelah itu dengan kasar dia ditendang oleh ayahnya, "Ayah," Ucapnya dengan suara lirih sembari menatap ayahnya tidak percaya.

"Ayah tidak bisa menyelamatkan mu dan mengorbankan banyak nyawa yang hidup di desa ini." Ucap ayahnya dengan datar dan tetap pada piosisinya. 

"Ayah aku janji akan melindungi desa ini, aku .... "

"Emma!" Bentak ayahnya sembari menatapnya dengan sorot mata tajam. 

"Apa menurutmu dengan aku menyelamatkan mu kita bisa tetap hidup? Kekuatan Dewa Pelindung tidak bisa kita bayangkan, bagaimana kamu dengan gampangnya berkata akan melindungi desa ini?! Apa kamu tidak memikirkan masa depan adikmu? Dia masih memiliki masa depan yang panjang!"

"Ayah, lalu bagaimana dengan masa depanku?"

Setelah mengatakan itu dia menatap mata ayahnya, terlihat mata ayangnya memerah dan berkaca-kaca. Karena hujan yang deras dia tidak tahu ayahnya sedang menangisi kepergiannya atau tidak. Meski sorot mata ayahnya tajam memandang namun, dia tahu ayahnya juga terpaksa melakukan ini.

Kemudian, ayahnya melenggang pergi meninggalkannya begitu saja tanpa menjawab pertanyaannya. Dia merasa putus asa, 'Kenapa dunia ini tidak adil!' Batinnya menangis mengingat perkataan ayahnya yang seperti mementingkan adiknya dan mengorbankannya demi adiknya.

"Ayah! Aku mohon jangan tinggalkan aku, Ayah!"

"Aku tidak akan merepotkan mu lagi. Aku mohon," Air mata terus mengalir deras membasahi pipi putihnya, suara seraknya bahkan perlahan menghilang karena dia terus meneriaki ayahnya meminta diselamatkan. Harapannya hancur seketika melihat ayahnya melenggang pergi meninggalkannya dalam kesusahan.

Dia bangkit dan berusaha mengejar ayahnya, namun para warga menghentikannya. Sehingga dia tidak bisa melakukan apapun lagi. 'Ayah, aku tidak akan membencimu.' Batinnya sembari menatap punggung ayahnya yang semakin menjauh. 

Dengan gaun basah dan kotor karena tanah yang menepel dia lantas menghampiri adiknya yang masih terisak di hadapannya dan berkata, "Rey jaga ayah baik-baik ya, jangan merepotkannya. Jadilah anak baik." Ucapnya sembari membelai lembut surai hitam adik laki-lakinya itu. 

"Cepat bawa dia!"

Sesekali dia berusaha melepaskan diri dan berniat kabur, dia juga berusaha mengulur waktu agar waktu yang ditentukan yaitu antara matahari tepat diatas kepala hingga tenggelam terlewatkan. Jika semua itu bisa dilewatkan maka upacara persembahan akan gagal sepenuhnya.

'Kali ini aku harus mengandalkan diriku.' Batinnya sembari mencari cara melarikan diri. Sesaat kemudian, dia menginjak kaki warga yang memeganginya, setelah itu dia menendang bagian vital mereka dan berlari sembari mengangkat gaun panjangnya.

"Kejar dia!"

Emma berlari dengan kencang sejauh mungkin agar tidak ditemukan. Dia menoleh dan melihat banyak warga yang mengejarnya dengan cepat. "Berhenti!" Teriak salah satu warga yang berlari lebih cepat dari yang lain. Dengan kecepatannya dia tidak mungkin bisa lolos dari pria yang sudah dekat dengannya.

Sesaat kemudian, dia terkejut measakan ada tangan yang sudah memegang lengannya dan menariknya kembali. Dia ingin melawan namun tenaganya sudah habis saat berlari selain itu, gaun yang dia kenakan cukup beratnya membuatnya cepat lelah.

“Buat dia tenang waktunya sudah hampir lewat!” Kepala desa tidak sedikitpun bersimpati dengan kesedihan Emma, para warga termasuk ayahnya hanya mementingkan diri mereka sendiri. Tiba-tiba tengkuknya dipukul oleh seseorang, pandangannya perlahan mulai kabur dan gelap.

‘Apakah takdir ini yang harus aku jalani?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status