Share

Bulan Purnama

Dua minggu kemudian …. 

‘Hah … bosan sekali,’ Gerutu Emma yang duduk di tepi tempat tidurnya sembari mengerucutkan bibirnya. Tak berapa lama dia merebahkan dirinya ke kasur, dia merengek seperti anak kecil yang ingin mainan. “Ah … aku bisa mati kebosanan.”

“Lebih memilih menghilangkan rasa bosan atau nyawamu,” Ucap Erland dengan nada datar tanpa ekspresi. Emma yang mendengar perkataan mengerikan keluar dari mulut Erland langsung mengeluarkan lirikan mautnya. Kemudian dia menjawab nada ketus, “Aku tidak mau memilih.”

“Hah … ” Erland menghela nafas berusaha menahan kekesalannya menghadapi Emma. ‘Tahan Erland, bersabarlah setelah kutukan lepas kamu bisa menyingkirkannya,’ Batin Erland yang sedang berusaha menguatkan dirinya menghadapi gadis gila yang menentukan hidupnya.

“Ikut aku,” Ucap Erland sembari melangkah keluar kamar meninggalkan Emma yang masih berbaring di atas kasur.

“Kamu mau mengajak ku kemana?” Emma mengekori Erland yang berjalan didepannya. Dia mengangkat gaun bagian depannya, dia sedikit kerepotan mengenakan gaun panjang nan berat itu. “Erland tunggu aku.”

Langkah Emma yang kecil tidak bisa mengimbangi langkah besar Erland. “Hah … ” Erland menghela nafas dan terpaksa menghentikan langkahnya menunggu Emma yang tertinggal. 

Hubungan mereka sudah cukup akrab, Erland selalu menemani kemanapun Emma pergi. Meski dirinya sedikit kaku namun, demi hidupnya dia rela mendengarkan ocehan Emma. 

“Kita sudah sampai.” 

'Wah … indah sekali,' Mata Emma terpana dengan keindahan sebuah taman yang dipenuhi berbagai jenis bunga. Dia tersenyum sembari berlarian di tengah taman bunga. Dia merentangkan tangannya, merasakan sentuhan lembut bunga-bunga tersebut.

“Aku tidak menyangka ada taman seindah ini,” Ucap Emma seraya menatap Erland yang berdiri sambil menyilangkan tangan di dada. “Kamu bilang bosan jadi, aku tunjukan tempat ini.” Ucap Erland datar tanpa ekspresi.

“Terima kasih,” Emma tersenyum seraya menatap wajah datar Erland. Wajahnya memerah saat melihat senyum Emma yang terukir indah melengkapi kecantikannya. “Hei apa kamu sakit? Wajah mu merah.”

Sontak mata Erland melotot hingga hampir keluar dari tempatnya. Dia berbalik dan memunggungi Emma, dia menampar pipi kanannya ringan sambil bergumam, 'Kendalikan dirimu.'

Emma yang melihat kelakuan aneh Erland segera berjalan menghampirinya. “Kamu kenapa?”  Ucap Emma sambil berdiri menatap wajah Erland yang masih memerah. Kemudian Emma meletakkan punggung tangannya di dahi Erland dan berkata dengan polosnya, “Tidak demam, kenapa wajahmu merah?” 

‘Lancang!’ Batin Erland berteriak.

Tanpa aba-aba Emma langsung menarik tangan Erland, dia mengajak Erland untuk bermain bersamanya. Di tengah luasnya hamparan bunga-bunga mekar Emma dengan girangnya bermain dan berlarian tidak memperdulikan tatapan malas dari Erland.

Saking asiknya bermain dia tidak sadar bahwa hari mulai malam. Mata Emma semakin berbinar melihat taman bunga itu semakin indah ditemani dengan cahaya bulan. Kemudian dia menoleh sambil berkata, “Lihat taman ini menjadi sangat in … Erland!"

Emma berlari kala melihat Erland yang sudah berlutut ditanah sembari mengerang kesakitan. “Kamu kenapa?” Nada bicara Emma sontak berubah panik, sorot matanya terlihat jelas sedang khawatir. Dia memegang lengan Erland sembari berteriak memanggil bantuan. 

“Men … jauhlah!” Ucap Erland dengan nada kesakitan. Dia memegang kepalanya yang terasa berat, pandangannya juga seolah berputar membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas. “Per … gi,” Ucapnya sembari mendorong Emma menjauh darinya. Dia berusaha bangkit, dia terhuyung-huyung berjalan untuk mencari Nathan.

Emma yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada Erland segera berlari. Dia memegang lengan Erland bertujuan membantunya berjalan sayangnya, Erland malah berbalik menatapnya dengan sorot mata tajam. Tangannya meraih leher Emma dan mencekiknya dengan kuat. “Er … land, l-lepas … kan aku.”

Nafas Emma terasa sesak, dia memukul-mukul tangan Erland yang mencekiknya. “Erland le … paskan!” Dalam pandangan kabur Erland melihat sesosok wanita yang tersenyum sinis kepadanya. Sontak dia melempar Emma ke udara .Dengan tenaga Erland yang besar sontak membuat Emma terlempar cukup jauh dan sukses mendarat ke tanah.

“Ah … ” Kepala Emma terbentur sebuah batu yang berada disana, tubuhnya terasa sakit karena mendarat dengan keras. Dia terkapar di tanah dengan pandangannya yang kabur dan kepalanya yang terasa pusing. Perlahan pandangannya mulai menggelap, sebuah siluet seorang pria muncul di hadapannya dan akhirnya dia tidak sadarkan diri.

‘Ayah.’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status