Share

Hutan Buah Peri

Erland berlarian menyusuri lorong Kastil, dengan panik dia memeriksa seluruh ruangan. Sayangnya, gadis yang dicari tidak ada dimanapun. Dia terpaksa menghubungi Nathan lewat telepati untuk membantunya menemukan keberadaan Emma.

Cukup lama dia mencari diseluruh Kastil hingga dia bertemu dengan Nathan, "Bagaimana?" Tanya Erland dengan nafas terengah-engah. Dia semakin khawatir saat Nathan menggelengkan kepalanya, dia juga sudah mengerahkan seluruh bawahannya tapi, tidak ada satupun yang melihatnya.

'Joana.'

Erland teringat bahwa dia satu-satunya orang yang tidak menerima kehadiran Emma. Erland lantas berlari ke kamar Joana, sesampainya disana, tanpa permisi dia membuka kamar Joana dengan keras. "Joana dimana dia?"

"Dia? Dia siapa? Siapa yang kamu cari?"

"Joana jangan berpura-pura!" Bentak Erland sembari menarik tangan Joana dengan kasar. Dia menatap Joana dengan sorot mata tajam seolah siap menyergap mangsanya.

"Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud!" Ucap Joana menaikkan intonasinya.

"Jika dia sampai kenapa-napa aku tak akan memaafkan mu!" Ucap Erland sembari melepas genggamannya, dia berbalik dengan tergesa-gesa.

"Apa dia lebih penting bagimu?!" Teriak Joana.

Erland berhenti diambang pintu, dia menoleh menatap Joana dengan tajam sembari berkata dengan penuh penekanan, "Nyawanya lebih penting dari apapun!" Kemudian Erland berlari dan terus mencari keberadaan Emma.

Sementara Joana yang mendapat perlakuan seperti itu merasa sakit hati, dia mengepalkan tinjunya menahan rasa sakit melihat orang dia cintai mementingkan gadis lain. Air matanya menetes membasahi pipi mulusnya. Rasa benci didadanya semakin membesar.

'Erland aku tidak akan membiarkan mu mendapatkannya!'

*Hutan Pohon Buah Peri*

Emma berlari dari kejaran hewan buas yang telah melukai tangan kanannya. Nafasnya menderu, jantungnya berdebar sangat cepat, dia juga sudah sangat putus asa saat melarikan diri. Karena darah dari lukanya membuatnya selalu ditemukan saat dia bersembunyi.

Hewan yang mengejarnya adalah seekor Serigala besar yang memiliki kemampuan mengendus yang sangat hebat, hal itu membuatnya kesuliatan bersembunyi. Dia sudah tidak mampu untuk berlari lagi, dia terjatuh, kakinya terasa lemas kala melihat Sewan tersebut sudah berada dihadapannya.

'Aku tidak ingin mati.' Batin Emma sembari menangis karena merasa ketakutan.

Dia melihat Serigala di depannya sudah mengeluarkan cakar tajamnya dan siap mencabik-cabiknya. Dalam keputusasaan dia hanya bisa memejamkan matanya, tidak ingin melihat apa yang akan terjadi.

"Erland!"

Erland datang tepat waktu, dengan pedangnya dia memotong kaki serigala tersebut. Dia berdiri di hadapan Emma dengan gagah berani bak seorang pahlawan, dia bertarung melawan hewan pemakan darah tersebut. Untungnya, Erland bisa mengalahkan serigala tersebut.

"Kamu baik-baik sajakan?"

Emma sedikit tersentak saat tangan Erland menyentuh bahunya. Dia membuka matanya, terlihat Erland dengan wajah terciprat darah menatapnya. "Erland kamu lama sekali," Ucap Emma sembari menatap Erland dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa meminta ijin Emma langsung menenggelamkan wajahnya kedalam dada Erland dan memeluknya erat. Isakan demi isakan tangis samar-samar mulai terdengar, dia menangis dan membasahi baju yang Erland kenakan.

"Tidak apa aku sudah disini." Ucap Erland dengan lembut sembari membalas pelukan Emma. Dia membelai surai hitam gadis yang dia peluk untuk menenangkan gadis tersebut. "Kenapa kamu bisa sampai kesini?" Tanya Erland yang masih mengusap kepala Emma.

Emma hanya menggeleng sebagai jawaban, sepertinya dia masih terkejut juga ketakutan dengan kejadian barusan.

Kresek Kresek ....

Erland menoleh dengan tegas, matanya menyipit mengawasi sekitar. Dengan kemampuannya melihat dalam gelap dia bisa mengetahui ada hewan buas lainnya yang mendekat karena bau darah Emma. Dia menggendong Emma dan mengeluarkan sayap berbentuk sayap kelelawar berwarna hitam.

Dia terbang ke sebuah goa untuk bersembunyi sementara. Sesampainya disana, dia merebahkan Emma yang sudah tertidur karena kelelahan. Dia merasakan suhu panas yang menjalar di tubuhnya, sontak membuatnya mengerutkan keningnya.

"Panas apa ini? Tidak nyaman sekali." Ucap Erland.

Saat dia akan bangkit mencari air untuk Emma tiba-tiba, tangannya ditarik oleh Emma. Dia melihat Emma yang sedang meringkuk sembari memegang tangannya dengan erat.

'Ayah, dingin, Emma kedinginan.'

Melihat Emma yang mengigau membuat Erland seakan merasa simpati, meski kutukan mereka tidak membuatnya merasakan perasaan Emma tapi dia bisa melihat bahwa Emma sedang ketakutan dan merasa kesepian.

Erland mulai mengerti bahwa Emma sedang demam akibat luka yang dia terima. Erland duduk di dekat Emma mengurungkan niatnya mencari air, dia duduk diam melihat wajah Emma yang sedang tidur.

'Erland, dingin sekali.'

Erland sangat terkejut bahwa namanya juga ikut disebutkan Emma saat mengigau. Hal itu sontak membuatnya merasakan sebuah perasaan yang selama ini tidak pernah dia rasakan, dia juga hanya bisa terdiam karena tidak bisa mendeskripsikan perasaan tersebut.

'Apa yang harus aku lakukan?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status