"Emma kamu harus tahu. Para gadis yang jadi persembahan semuanya tewas ditenggelamkan."Emma sontak menutup mulutnya, di matanya terpancar sebuah ketakutan yang mendalam. Dia merasa takut memikirkan kalau nantinya dia akan tewas dengan cara yang sama, "Kamu ta-tahu dari mana?""Aku tidak sengaja menemukan ruangan rahasia Dewa Pelindung, dia tidak meminta istri tapi ... dia meminta tumbal." Ucap Karina bergidik ngeri mengingat dirinya juga sudah sampai disana dan sebentar lagi nasib malang yang serupa akan terjadi."Karina, kita harus secepatnya kabur dari sini." Ucap Emma sembari memegang tangan Karina yang sedang duduk di tempat tidurnya."Tapi kita tidak mungkin bisa keluar dengan mudah.""Aku tahu siapa yang bisa membantu kita."* * * * *"Erland aku ... ingin mengenalkan seseorang padamu.""Siapa?" Tanya Erland sembari mengerutkan keningnya, dia penasaran siapa yang ingi Emma kenalkan padanya. "Karina keluarlah!"Setelah melihat Karina keluar dari persembunyiannya, Emma lantas me
"Nona Joana!" Nathan memanggil Joana dengan nafas terengah-engah, terlihat raut wajah panik terukir dengan jelas. Dia berlari menghampiri Joana dan membisikan sesuatu yang sukses membuat Joana sangat terkejut. "Nona cepatlah!" Dengan wajah paniknya Joana berlari dengan cepat meninggalkan kamar Emma. 'Bagaimana bisa seperti ini? Dia sudah berjanji padaku.' Batin Joana sembari terus berlari dengan terburu-buru. Dalam hatinya dia merasa sangat sakit karena dikhianati. Nathan yang melihat punggung Joana menjauh pun tersenyum dengan mencurigakan. Setelah itu, dia segera masuk untuk menemui Emma. "Emma, jangan pernah izinkan Joana masuk ke kamarmu atau melihat tanganmu." "Ha? Tapi kenapa?" "Sudahlah ikuti saja perkataanku jika kalian ingin selamat." Setelah mengatakan itu Nathan melenggang pergi tanpa memberi penjelasan apapun. 'Kalian?' Gumam Emma sembari mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti apa maksud Nathan mengatakan itu semua. Sesaat kemudian, dia tersadar akan sesuatu. Mat
"Aku sudah membuat rencana pelarian kita." Emma dengan semangat menyerahkan sebuah kertas berisi catatan mengenai cara mereka kabur dari Kastil ini. Dengan senyum percaya dirinya, Emma menatap Karina dan Erland yang sedang membaca rencana rancangan Emma."Keluar melewati jalur penjara batu?" Karina mengerutkan keningnya sembari membaca rencana pertama setelah itu, dia menatap Emma sembari menaikkan satu alisnya. "Dulu saat aku kesini aku dikurung disana. Bagaimana?""Em ... aku tidak tahu tentang penjara ini jadi aku akan ikut saja." Ucap Karina memberikan keputusannya.Pandangan Emma beralih kepada Erland yang membaca rencana tersebut dengan serius. "Bagaimana menurutmu?" Tanya Emma sembari tersenyum menatap Erland yang berada di hadapannya."Aku tidak yakin tapi, aku bisa memastikan Nathan tidak akan berpatroli disana untuk hari ini." Ucap Erland yang seolah dengan serius akan ikut mereka melarikan diri."Kalau begitu aku akan memimpin jalan ikuti aku secara diam-diam. Emma jangan
"Erland kamu kenapa?!"Teriak Emma kala melihat kondisi Erlanda yang sudah berlumuran darah. Terlihat jelas raut wajah Emma yang sedang kahwatir bercampur panik. Dia berlari menghampiri Erland yang berdiri sembari memegang dada kirinya."Apa yang terjadi?" Tanya Emma sembari memapah Erland ke tempat tidur. Emma terbelalak melihat Erland yang tiba-tiba melepas bajunya yang penuh darah. Wajah Emma memerah, dia menelan ludahnya kala melihat badan kekar Erland. Dia memalingkan wajahnya menutupi dirinya yang sedang tersipu, pipinya terasa memanas seolah sedang terbakar. "K-kenapa kamu melepas baju?" Tanyanya tergagap sembari terus memalingkan wajahnya. Sesekali dia melirik tubuh Erland yang telanjang dada itu, dalam hatinya berkata, 'Aku tidak mau menyia-nyiakan pemandangan ini tapi, wajahku terus memerah.'"Ha? Kenapa kamu memalingkan wajahmu?" Tanya Erland dengan polosnya."Ouh ... maafkan aku, ini pertama kalinya untukmu ya?" Erland yang melihat Emma mengangguk berpikir kalau Emma tida
"Bagaimana dengan Joana?"Erland bertanya dengan datar sembari terus memandangi sebuah kertas yang bertulisan rencana-rencana pelarian yang Emma rancang. Pandangannya tidak sedikitpun beralih dari sana, senyumnya tipis mengembang di wajahnya yang terhalang kertas rencana tersebut."Dia masih tidak bisa menerimanya dan kemungkinan dia kembali semula membutuhkan waktu yang sedikit lama." Jelas Nathan yang ditugaskan mengurus dan melaporkan semua tentang Joana."Kak, kamu terlalu kejam padanya." Ujar Nathan sembari menatap kakaknya yang terus memandangi kertas yang dia pegang."Bukankah aku selalu seperti ini?""Hah .... " Nathan menghela nafas sembari menggeleng pelan mendengar jawaban dari kakaknya itu."Jika kamu menyukai Joana ambil saja untukmu." Ucap Erland dingin seolah tidak peduli Joana akan berada digenggaman siapapun."Kalau begitu akan aku bereskan gadis itu dulu." Ucap Nathan mengalihkan topik pembicaraan dan menghindari pertanyaan kakaknya itu sembari berbalik meinggalkan E
"Emma itu kamu!"Langkah senang Emma seketika berhenti begitu saja, tubuhnya terasa menegang setelah mendengar sebuah suara yang familiar memanggil namanya. Dengan ragu-ragu dia menoleh kebelakang memastikan siapa pemilik suara itu.'Joana!' Gumam Emma sembari segera memalingkan wajahnya."Ada apa?" Tanya Karina yang kebingungan, dia sempat mengikuti arah pandang Emma namun, dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.Perlahan namun pasti, Emma meraih tangan Karina yang berdiri di samping kanannya. Tanpa aba-aba dia lantas menarik temannya itu untuk segera kabur. "Karina lari!""Tunggu!"Joana yang melihat kedua gadis muda itu kabur setelah melihatnya sontak mengerti, 'Jadi mereka berniat kabur,' Batin Joana dengan sangat tenang. Dia tahu persis bahwa kota yang dia pijak sekarang dibawah kekuasaan Erland sehingga, tidak sembarang orang bisa keluar masuk dengan mudah.Sesaat kemudian, Joana mengangkat jari telunjuknya dan menggerakkannya. Setelah itu, beberapa pengawal datang mengha
"Bagaimana keadaannya?" Dengan perasaan khawatir dia terus menunggu Karina yang sedang diobari oleh Nathan dan beberapa orang yang membantunya. Terlihat mata bengkak Emma yang terus menatap temannya yang terbaring tak sadarkan diri. "Dia sedang istirahat mungkin dia akan bangun besok." Ucap Nathan yang mengatakan sesuai dengan keadaan Karina sekarang. "Em, terima kasih," Ucap Emma terburu-buru. Setelah itu dia lantas berlari menghampiri Karina, dengan tangannya yang sedikit bergetar dia membelai kepala Karina. "Maafkan aku," Ucap Emma lirih sembari menatap temannya pilu. Nathan yang menatap keduanya tersenyum tipis sembari mengingat kenangan masa kecilnya bersama Erland. Dia bisa melihat kasih sayang Emma sama seperti Erland yang dulu sangat menyayanginya meski dirinya bukan saudara kandung Erland. 'Emma aku percayakan kakakku padamu, ubah dia menjadi lebih baik.' Batin Nathan sembari tersenyum menatap Emma. Setelah itu dia melangkah keluar meninggalkan keduanya. Keesokan
"Emma!" Tanpa permisi Joana langsung membuka pintu dan masuk ke kamar Emma, pandangannya menelusuri setiap sudut ruangan. 'Tidak ada?' Gumamnya sembari melangkah memeriksa kamar mandi. 'Tidak biasanya dia keluar kamar, apa Erland mengajaknya jalan-jalan?" 'Aku tanya Nathan saja,' Gumam Joana sembari melangkah keluar. Kakinya dengan santai melangkah menyusuri lorong yang sedikit pencahayaan. Kakinya terhenti kala mendengar suara orang yang dia cari sedang tertawa di dalam sebuah ruangan. Dia meraih gagang pintu dan menekannya, pintu tersebut terbuka dengan lebar membuat suara tertawa di dalamnya sontak berhenti. Mata Joana membulat kala melihat Erland juga berada di kamar itu bersama Emma dan Karina. "Kalian semua berkumpul disini?" Tanya Joana sembari melangkah masuk dan menutup pintu rapat-rapat. 'Kebetulan sekali.' Batinnya. "Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Erland sembari bangkit dari duduknya. Joana tersenyum dan hanya melirik Erland sebentar setelah itu, dia melangkah d