"Erland kamu kenapa?!"Teriak Emma kala melihat kondisi Erlanda yang sudah berlumuran darah. Terlihat jelas raut wajah Emma yang sedang kahwatir bercampur panik. Dia berlari menghampiri Erland yang berdiri sembari memegang dada kirinya."Apa yang terjadi?" Tanya Emma sembari memapah Erland ke tempat tidur. Emma terbelalak melihat Erland yang tiba-tiba melepas bajunya yang penuh darah. Wajah Emma memerah, dia menelan ludahnya kala melihat badan kekar Erland. Dia memalingkan wajahnya menutupi dirinya yang sedang tersipu, pipinya terasa memanas seolah sedang terbakar. "K-kenapa kamu melepas baju?" Tanyanya tergagap sembari terus memalingkan wajahnya. Sesekali dia melirik tubuh Erland yang telanjang dada itu, dalam hatinya berkata, 'Aku tidak mau menyia-nyiakan pemandangan ini tapi, wajahku terus memerah.'"Ha? Kenapa kamu memalingkan wajahmu?" Tanya Erland dengan polosnya."Ouh ... maafkan aku, ini pertama kalinya untukmu ya?" Erland yang melihat Emma mengangguk berpikir kalau Emma tida
"Bagaimana dengan Joana?"Erland bertanya dengan datar sembari terus memandangi sebuah kertas yang bertulisan rencana-rencana pelarian yang Emma rancang. Pandangannya tidak sedikitpun beralih dari sana, senyumnya tipis mengembang di wajahnya yang terhalang kertas rencana tersebut."Dia masih tidak bisa menerimanya dan kemungkinan dia kembali semula membutuhkan waktu yang sedikit lama." Jelas Nathan yang ditugaskan mengurus dan melaporkan semua tentang Joana."Kak, kamu terlalu kejam padanya." Ujar Nathan sembari menatap kakaknya yang terus memandangi kertas yang dia pegang."Bukankah aku selalu seperti ini?""Hah .... " Nathan menghela nafas sembari menggeleng pelan mendengar jawaban dari kakaknya itu."Jika kamu menyukai Joana ambil saja untukmu." Ucap Erland dingin seolah tidak peduli Joana akan berada digenggaman siapapun."Kalau begitu akan aku bereskan gadis itu dulu." Ucap Nathan mengalihkan topik pembicaraan dan menghindari pertanyaan kakaknya itu sembari berbalik meinggalkan E
"Emma itu kamu!"Langkah senang Emma seketika berhenti begitu saja, tubuhnya terasa menegang setelah mendengar sebuah suara yang familiar memanggil namanya. Dengan ragu-ragu dia menoleh kebelakang memastikan siapa pemilik suara itu.'Joana!' Gumam Emma sembari segera memalingkan wajahnya."Ada apa?" Tanya Karina yang kebingungan, dia sempat mengikuti arah pandang Emma namun, dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.Perlahan namun pasti, Emma meraih tangan Karina yang berdiri di samping kanannya. Tanpa aba-aba dia lantas menarik temannya itu untuk segera kabur. "Karina lari!""Tunggu!"Joana yang melihat kedua gadis muda itu kabur setelah melihatnya sontak mengerti, 'Jadi mereka berniat kabur,' Batin Joana dengan sangat tenang. Dia tahu persis bahwa kota yang dia pijak sekarang dibawah kekuasaan Erland sehingga, tidak sembarang orang bisa keluar masuk dengan mudah.Sesaat kemudian, Joana mengangkat jari telunjuknya dan menggerakkannya. Setelah itu, beberapa pengawal datang mengha
"Bagaimana keadaannya?" Dengan perasaan khawatir dia terus menunggu Karina yang sedang diobari oleh Nathan dan beberapa orang yang membantunya. Terlihat mata bengkak Emma yang terus menatap temannya yang terbaring tak sadarkan diri. "Dia sedang istirahat mungkin dia akan bangun besok." Ucap Nathan yang mengatakan sesuai dengan keadaan Karina sekarang. "Em, terima kasih," Ucap Emma terburu-buru. Setelah itu dia lantas berlari menghampiri Karina, dengan tangannya yang sedikit bergetar dia membelai kepala Karina. "Maafkan aku," Ucap Emma lirih sembari menatap temannya pilu. Nathan yang menatap keduanya tersenyum tipis sembari mengingat kenangan masa kecilnya bersama Erland. Dia bisa melihat kasih sayang Emma sama seperti Erland yang dulu sangat menyayanginya meski dirinya bukan saudara kandung Erland. 'Emma aku percayakan kakakku padamu, ubah dia menjadi lebih baik.' Batin Nathan sembari tersenyum menatap Emma. Setelah itu dia melangkah keluar meninggalkan keduanya. Keesokan
"Emma!" Tanpa permisi Joana langsung membuka pintu dan masuk ke kamar Emma, pandangannya menelusuri setiap sudut ruangan. 'Tidak ada?' Gumamnya sembari melangkah memeriksa kamar mandi. 'Tidak biasanya dia keluar kamar, apa Erland mengajaknya jalan-jalan?" 'Aku tanya Nathan saja,' Gumam Joana sembari melangkah keluar. Kakinya dengan santai melangkah menyusuri lorong yang sedikit pencahayaan. Kakinya terhenti kala mendengar suara orang yang dia cari sedang tertawa di dalam sebuah ruangan. Dia meraih gagang pintu dan menekannya, pintu tersebut terbuka dengan lebar membuat suara tertawa di dalamnya sontak berhenti. Mata Joana membulat kala melihat Erland juga berada di kamar itu bersama Emma dan Karina. "Kalian semua berkumpul disini?" Tanya Joana sembari melangkah masuk dan menutup pintu rapat-rapat. 'Kebetulan sekali.' Batinnya. "Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Erland sembari bangkit dari duduknya. Joana tersenyum dan hanya melirik Erland sebentar setelah itu, dia melangkah d
"Tantangannya adalah cium orang di samping kananmu di depan kami." Mata Emma sontak terbelalak lebar mendengar tantangan yang Joana berikan pada Erland, dia lantas menatap Erland seolah berkata jangan lakukan. Setelah itu dia menunduk menyembunyikan kekhawatirannya. 'Erland jangan terima.' Batinnya, meski mereka saling mencintai namun, dia mendapat firasat buruk. Dia menoleh menatap Karina yang tanpa dia sadari sedang memasang wajah serius dengan sorot mata tajam. Emma yang melihat itu lantas mengerti dan berkata, "Tidak janga ... emmphh" Kalimatnya terpotong kala Erland tanpa aba-aba langsung menariknya dan menempelkan bibir mereka. Mata Emma berkaca-kaca melihat Erland yang menutup mata seolah sedang menikmati momen tersebut. 'Emma jangan berlarut dalam kenikmatan ini.' Batinnya memperingatkan dirinya sendiri namun, bibir manis Erland juga tangan hangatnya yang medekap kedua pipinya membuat pikirannya kosong dan lantas membuatnya menutup mata menikmati ciuman hangat pria itu.. Se
"Karina! Cepat pergi dari sini."Emma dengan panik langsung mendobrak pintu kamar Karina dengan keras membuat si pemilik kamar terkejut bukan main. Tanpa menjelaskan apapun pada Karina, dia langsung membereskan beberapa pakaian yang disiapkan untuk Karina. "Cepat ikut aku!" Ucap Emma sembari meraih tangan temannya itu dan menariknya keluar kamar."Sebenarnya ada apa Emma?" Tanya Karina yang tidak mengerti mengapa temannya tiba-tiba berperilaku aneh seperti ini. "Emma!" Bentak Karina sembari mengibaskan tangan Emma yang memegang erat tangannya. "Cukup Emma apa maksudmu dengan menyuruhku pergi?""Karina kita sudah tidak punya waktu lagi, aku akan menjelaskannya nanti." Ucap Emma membujuk Karina sembari kemali meraih tangan temannya itu."Emma aku tidak akan pergi dari sini." Ucap Karina sembari menepis tangan Emma."Emma, aku disini untuk membantumu. Aku tidak mengerti kenapa kamu selalu menjauhkanku darimu, apakah menurutmu aku ini seorang pengganggu karena aku selalu mengatakan hal b
"Bukan aku, aku hanya .... "PLAKK!Tamparan keras sukses mendarat di pipi mulus Joana, dia tersungkur ke tanah. Matanya memanas bersamaan dengan pipinya yang mulai terasa panas berpadu perih. Dia menoleh dengan mata berkaca-kaca sembari memegang kirinya yang ditampar oleh Erland."Kurung dia!" Ucap Erland dengan dingin. Kemudian, dia berjalan dengan cepat menghampiri Emma yang tak sadarkan diri dengan posisi berdiri dan kedua tangannya dirantai ke atas. Dengan cepat dia melepaskan rantai yang mengikat Emma itu lalu, menggendongnya untuk dibawa ke kamar.'Berjalan sesuai rencana,' Batin Karina tersenyum licik sembari memberikan tatapan kemenangan pada Joana yang dibawa oleh Nathan untuk dikurung. Setelah itu, dia kembali memasang wajah sedih sembari menatap Emma yang tak sadarkan diri di gendongan Erland.Di sepanjang lorong Karina tersenyum puas telah berhasil mengalahkan Joana dengan menumbalkan Emma. 'Itulah akibatnya jika suka bermain-main denganku.' Batinnya sembari melangkah men