Jennie membuka kopernya, lalu mengambil celana jeans dan kaus, tidak lupa ia mengambil pakaian dalam, dan juga peralatan mandi.
"Gara ... apa kamu bisa tolong aku untuk mengantarku ke kamar mandi. Aku nggak tahu di mana."
"Ayo!" Tanpa menolak ataupun berkata kasar seperti biasanya, laki-laki itu langsung mau menolong istrinya.
Ia berjalan lebih dulu, lalu sang istri mengikutinya dari belakang sambil membawa pakaian ganti dan peralatan mandi.
"Ini kamar mandinya! Jangan lupa dikunci! Di sini bukan hanya ada kita saja."
"Terima kasih, suamiku," ucap Jennie dengan tulus sambil tersenyum ketika sudah berada di dalam kamar mandi.
Gara membalasnya dengan senyuman manis tanpa berkata-kata.
"Ya sudah kamu pergi sana!"
"Jangan lama-lama mandinya, nanti kamu kedinginan!"
"Iya." Jennie segera menutup pintu kamar mandi.
'Aku curiga kalau dia bersikap terlalu manis kayak gini, nggak kayak biasanya. Jangan-jangan ada keju
Jennie terkejut saat ada yang memegang bahunya. Ia berbalik dan ternyata itu adalah suaminya. Lalu, ia berkata. "Kamu ngapain masuk? Bukannya mandi sana!""Saya mau mengambil handuk dan pakaian," jawab Gara dengan lembut tidak seperti biasanya. "Kamu menghalangi jalan saya untuk mengambil koper.""Apa bajumu mau aku pindahin ke lemari?" tanya Jennie."Tidak perlu, besok setelah acara selesai kita pulang duluan.""Nggak nginep lagi? Aku masih betah di sini."Jennie menyukai pemandangan di kampung halaman Anisa. Padahal ia ingin sekali berkeliling lagi, menikmati pemandangan yang jarang ditemui di ibukota."Nanti saya buatkan rumah di daerah pegunungan seperti ini supaya kamu bisa datang dan menginap kalau ingin berlibur.""Nggak usah, Gara!" Jennie menyingkir, lalu duduk di tepian tempat tidur sambil memerhatikan suaminya. 'Kayaknya ada yang salah sama tuh orang,' batin Jennie sambil mengucek rambutnya yang masih basah dengan han
Setelah sang mommy pergi, Jennie segera memakai kaus kakinya.“Ayo kita keluar!” Gara mengulurkan tangan di hadapan sang istri setelah wanita itu selesai memakai kaus kaki. Jennie pun menerima uluran tangan itu dengan terpaksa.Sejujurnya ia takut dengan perubahan sikap suaminya. Biasanya dia akan baik sebentar dan akan kembali jahil beberapa menit kemudian, tapi sejak sore tadi Gara selalu bersikap manis padanya.Pasangan pengantin itu keluar kamar sambil bergandengan tangan yang membuat semua orang bahagia melihatnya, walau mereka tahu pernikahan Gara dan Jennie tidak didasari cinta."Sepertinya Bang Gara sudah mulai bucin kayak Daddy sama Mommy," ucap Bara sambil tertawa tanpa suara ketika melihat abangnya menggandeng mesra sang istri."Bukan sepertinya lagi, tapi emang udah bucin," sahut Gilang. "Istrinya mandi aja dikawal terus.""Kakak ipar memang keren, cuma dia wanita yang berani melawan manusia es batu itu."
"Dia kedinginan," jawab Gara sambil menggosok-gosok tangan istrinya yang sedang kedinginan."Bawa ke kamar saja, Gara!" titah Haidar kepada anaknya.Pria tampan itu langsung membopong istrinya dan membawanya masuk ke dalam kamar tanpa menunggu persetujuan sang istri.Andin mengikuti anak dan menantunya sambil membawa minuman bandrek yang sudah ia buat."Kamu duduk dulu di sini, saya akan mengambilkan minyak kayu putih." Gara kembali keluar kamar setelah mendudukakan istrinya di tempat tidur.Ia menghampiri Anisa yang masih di ruang tamu dan meminta minyak kayu putih kepadanya."Nisa, apa kamu punya minyak kayu putih?""Ada, Mas," jawabnya dengan cepat. "Sebentar saya ambilkan."Anisa segera bangun dari duduknya, lalu mengambil apa yang diminta mantan kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.Pria berkaus hitam itu terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya, ia menunggu dengan gelisah calon adik iparny
Jennie tidak berani bertanya ataupun bersuara. Ia hanya diam saja merasakan kehangatan saat sang suami memeluknya dan mengusap-usap punggungnya.Walau ia sangat gugup saat berpelukan dengan sang suami dalam keadaan bertelanjang, tapi ia mencoba menenangkan dirinya supaya tidak memberontak saat sang suami melakukannya."Lain kali dengarkan kata suamimu ini! Saya melarangmu bukan tanpa alasan," ucap Gara sambil terus mengusap-usap punggung istrinya. "Cuaca di sini sangat berbeda dengan ibukota. Angin malam di sana tidak sedingin di sini."Laki-laki itu mencoba tenang dan mengatur napasnya saat merasakan benda kenyal sang istri menempel padanya.'Ternyata dia nggak seperti yang aku pikirkan,' batin Jennie yang semakin merasa bersalah setelah berburuk sangka kepada suaminya. 'Dia hanya membantu menghangatkan tubuhku.'Wanita itu meneteskan air mata sambil memeluk erat suaminya. Ia baru menyadari kalau sang suami laki-laki yang baik dari keturunan yang
Akhirnya Jennie bisa tidur nyenyak dalam dekapan hangat suaminya hingga pagi. Ia pun membuka matanya lebih dulu, lalu buru-buru turun dari tempat tidur dan memakai bajunya sebelum sang suami terbangun.Ia sungguh sangat malu melihat dirinya sendiri bertelanjang dada di hadapan sang suami. Ini kali pertamanya seorang laki-laki melihat tubuh sensitifnya.Setelah berpakaian, Jennie mendekati suaminya. "Terima kasih suamiku." Jennie mengecup bibir suaminya sebelum keluar dari kamar untuk mandi sebelum rumah itu semakin ramai karena pada pukul sepuluh pagi nanti, Anisa dan Bara akan menikah.Setelah Jennie keluar dari kamar, Gara membuka matanya, lalu tersenyum. “Wanita tidak waras itu sudah membuat saya menjadi tidak waras juga,” gumamnya sambil tersenyum -senyum sendiri.Ada rasa yang berbeda pada sang istri yang selalu ia hina itu, tapi Gara terlalu munafik untuk mengakuinya kalau ia bahagia berada di samping istrinya.Di luar kamar Andin
Dia adalah Gara. Laki-laki itu hendak peri ke dapur untuk membuatkan teh manis hangat untuk istrinya, tapi melihat istri dan sang mommy berbicara serius ia menghentikan langkah kakinya dan menyimak obrolan antara menantu dan mertua itu.Gara segera membuatkan minuman untuk istrinya setelah istri dan mommy-nya bubar. Setelah membuatkan minuman untuk istrinya ia segera kembali ke kamar sambil membawa secangkir teh manis. Semanis senyumannya pagi ini.Beberapa menit kemudian Jennie masuk ke dalam kamar, ia sudah selsai berpakaian, wanita itu memakai dres panjang berwarna merah.“Gara, warna baju ini aku nggak suka, tapi aku nggak ada gaun lagi, kira-kira Mommy marah nggak ya kalau aku nggak suka baju yang ia belikan.”“Baju itu saya yang beli, saya sengaja membelinya untukmu.”“Tapi, aku nggak cocok memakai warna ini,” ucapnya sambil merapikan baju yang terlihat sangat pas di badannya, namun Jennie tidak suka karena
Jennie berteriak saat ada yang melingkarkan tangan di pinggangnya dan mencium tengkuknya.Gara yang terkejut refleks melepas pelukannya. “Cuma dipeluk saja sampai berteriak-teriak. Semalam kamu bilang sudah rela mengikhlaskan tubuhmu untuk suamimu, tapi mana?”Wanita berkebaya itu memutar tubuhnya, hingga menghadap suaminya. “Maafkan aku Gara, aku nggak tahu kalau itu kamu. Lagian kamu datang diam-diam kayak gitu udah kayak maling aja.”“Kamu pikir siapa yang berani masuk kamar ini dan memelukmu? Kalau pun ada yang berani memeluk kamu, dia akan berhadapan dengan saya.” ucapnya sambil berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di tepiannya.“Yang bener?" Jennie tersenyum mengejek sambil berjalan menghampiri suaminya. “Jadi aku nggak boleh mencari laki-laki untuk penggantimu dong ya sebelum kita berpisah?”Ia sengaja berbicara seperti itu untuk melihat reaksi suaminya. Jennie penasaran den
"Mereka sangat aneh. Dikit-dikit berantem nanti baikan lagi. Aku kalau jadi Jennie juga kesel banget tuh sama Gara," kata Sisil sambil mengintip keponakannya dari balik pintu kamar yang terbuka sedikit."Gara persis daddy-nya. Nggak berani bilang suka, tapi nggak mau melepas juga," timpal Andin sambil melirik suaminya yang berdiri di sampingnya."Karena dia anak saya, Bee," sahut Haidar sambil terkekeh. "Kalau dia tidak mirip dengan saya ataupun kamu, itu patut dicurigai."Tiba-tiba Andin memukul lengan suaminya dengan keras. "Kamu menuduhku selingkuh?""Bukan itu maksud saya, Bee." Haidar memeluk istrinya sambil tersenyum. "Kamu ini sensitif banget sih seperti orang hamil. Apa jangan-jangan kamu lagi hamil ya?""Ya Ampun, kalian udah tua, tapi mau punya anak lagi? Sadar umur woy ...!" Seloroh Sisil sambil melirik dengan Andin dan Haidar."Aku nggak hamil," sahut Andin sambil menggeser Sisil, ia ingin melihat anak dan menantunya lagi. "Aku y