Menetes air mata Rena sata dia melihat kabar yang tersiar di berbagai media sosial. Dia tidak menyangka bila semuanya akan hancur secepat ini. Pernikahan impiannya kini justru menjadi pernikahan terindah bagi Derina.
"Sudahlah jangan kau lihat berita itu lagi Nona. Lupakan saja, mungkin takdirmu memang bersamaku." Alex berbicara dengan entengnya sembari memakai jasnya dan dia bersiap untuk bekerja. Rena hanya tahu jika Alex bekerja sebagai pengawal orang lain lagi saat ini dan dia bekerja sebagai pelayan di restoran milik teman Alex, yang bernama Rio. "Lex, secepat itu dia melupakanku dan mempercayai semua itu?" Rena berbicara dengan matanya yang berkaca-kaca menggambarkan betapa sedih hatinya. Alex duduk dan menepuk pelan pundak Rena. “Bagaimana tidak percaya, kau saja sekarang benar-benar mengandung. Hhh ... sejujurnya aku juga belum siap untuk menjadi seorang ayah. Tapi bagaimana lagi, dia darah dagingku dan aku tetap akan bertanggung jawab." Keadaan membuat keduanya kini berada dalam satu ikatan pernikahan. Sebuah pernikahan yang tercipta karena kehamilan. Pernikahan yang berlangsung dengan sangat sederhana dengan dua saksi yang merupakan teman dari Alex yaitu Dude dan Rio.“Tolong jangan bicarakan tentang kehamilan ini Lex, aku pun belum siap menjadi ibu. Aku masih tidak tahu siapa yang membuat kita bisa melakukan semua itu. Malam itu, ah ... entahlah.” Rena mendengus memikirkan lagi apa yang pernah terjadi.
“Ini saatnya kita menata hidup Nona, jadi jangan kau pikirkan tentang hal itu lagi. Kita sama-sama dirugikan jadi ini saatnya bagi kita untuk sama-sama bangkit.” Alex menatap lekat Renata yang masih terlihat bersedih.
Bagaimana tidak sedih jika semua impian untuk hidup bersama laki-laki yang ia cintai hancur? Untuk pernikahan dan gaunnya, Renata merancang semuanya sendiri. Lalu sekarang justru Derina yang menikmati, memamerkannya ke seluruh penjuru negeri.
“Kau benar.” Rena menggumam dan dia bangkit dari duduknya.
Rena sudah siap untuk berangkat bekerja, dia memakai seragam restoran dan seperti biasa, dia berangkat bersama dengan Alex menggunakan mobil sport milik majikan Alex. Itu menurut pengakuan Alex, milik siapa mobil itu sebenarnya hanya Alex yang tahu.
Seperti biasa, Rena turun dan bekerja menjadi kasir di restoran itu. Dia masih sangat beruntung bisa mendapatkan pekerjaan di posisi sebagai kasir sehingga tidak terlalu berat pekerjaannya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya bila dia yang hamil muda justru bekerja di dapur menjadi asisten koki.
~~~**~~~
“Belakangan ini kau terlihat pucat,” ujar teman Rena di restoran.
Rena mengusap wajahnya dan dia tersenyum simpul. “Apa iya? Belakangan aku hanya tidak nafsu makan saja. Kurasa asam lambungku naik.”
“Oh ya? Sebaiknya kau minum ini.” Hera mengeluarkan obat magh miliknya. Dia berniat baik memberikan obat tersebut pada Rena.
“Hera, aku rasa aku tidak bisa sembarangan minum obat. Aku sedang mengandung.” Rena mengatakan hal tersebut dengan wajah yang semakin pucat.
Hera, dia langsung menutup mulutnya, dia terlihat sangat terkejut. “Oh ya? Wah ... cepat sekali si Bos pembenihannya,” ucapnya tanpa sadar.
“Si Bos?” kening Rena sampai berkerut. Asing sekali baginya seorang teman menyebut temannya sebagai bos.
“Ah, maksudku Alex. Alex itu ‘kan gayanya seperti bos. Jadi terkadang aku dan atasan suka kelepasan memanggilnya bos. Begitu,” ralat Hera dengan tersenyum canggung.
“Ya sudah, kalau begitu lanjutkan saja bekerjanya aku akan ke dapur. Jam istirahat sudah habis.” Hera berpamitan dan dia segera masuk ke dapur.
~~~**~~~
“Bos, kau ingat dengan pesan bos Alex?” tanya Hera saat berada di dalam ruangan Rio, si manager restoran.
“Iya.” Rio menyikapinya dengan acuh sembari membaca laporan penjualan bulanan.
Hera duduk dan menatapnya serius. “Bos, kau harus dengar ini. ini penting. Bos Alex meminta kita menjaga dengan baik nona bukan?”
“Iya, lalu? Bicara yang jelas lalu kembali bekerja.” Rio masih saja bersikap acuh.
“Nona Rena wajahnya pucat dan dia bilang perutnya sakit. Apa ini tidak bahaya?”
“Ah, mungkin hanya asam lambung atau gejala PMS,” sahut Rio dengan santainya sambil menyesap kopinya.
“Bukan, bukan itu. Aku sudah berbincang langsung dengannya. Dia hamil muda, kau tahu. Karena it ....”
Belum selesai Hera bicara dan Rio sudah menyemburnya menggunakan kopi yang berasal dari dalam mulutnya. “Uhuk! Uhuk! Uhuk!”
“Apa katamu?” pekik Rio terkejut. Dia sangat terkejut bahkan sambil berdiri dia bertanya seperti itu.
“Dia hamil muda.” Hera berbisik sambil mengamati ke luar ruangan yang hanya bersekat kaca buram. “Kita harus tetap menjaganya bukan? Malah lebih ekstra.”
“Wah ... sialan! Kenapa bos Alex tidak bilang? Wah ... aku jadi merasa bersalah kemarin menyuruhnya mengangkat kardus air mineral itu.”
Hera langsung menoleh cepat. Dia menatap panik atasannya. “Bos, kau tahu bagaimana marahnya bos Alex ‘kan? Kenapa malah berani menyuruh wanitanya mengangkat kardus? Kau ini suka cari mati ya.”
Rio mengusap wajahnya kasar, dia tampak frustasi. “Eih, mana kutahu kalau dia hamil Hera. Bos Alex sama sekali tidak berpesan apa-apa bahkan tidak menyebut soal kehamilan.”
Dua bawahan Alex itu saling tatap dan mereka mengintip bersama melihat Rena yang sedang duduk di kursi kasir sambil mengusap perutnya.
“Bos, itu perutnya sedang diusap. Kalau terjadi sesuatu dengan janinnya karena mengangkat beban, kau bisa dipenggal oleh bos Alex.”
Tas!
Rio langsung menepuk kening Hera. “Jaga bicaramu, jelek sekali perkataanmu. Jangan menakutiku,” ucap Rio sudah dengan tangan yang gemetaran dan keringat dingin di keningnya.
Siapa Alex sebenarnya? Kenapa Rio dan Hera sangat tunduk padanya?
~~**~~Merenung sendiri di dalam apartemen Alex membuat Renata semakin meresapi kemalangannya. Ibunya, ayahnya, dan adiknya, sama sekali tidak ada yang peduli dengannya. Sudah ia buka beberapa kali chat dalam ponselnya namun sekali tidak ada dari pihak keluarga yang mencarinya atau memintanya untuk pulang.“Setega itu kalian semua padaku. Tidak inginkah kalian mendengarkan penjelasanku?” menggumam Renata dalam kesendiriannya.“Aku pulang!” ucap Alex yang baru saja memasuki rumah di jam 9 malam. “Nona, kau belum tidur? Ini sudah malam.”Alex duduk sembari melepaskan jasnya dan dia mengamati Renata yang masih meringkuk seperti melindungi perutnya. Wanita itu terus menangisi keadaannya.“Lex, bisa kau berhenti memanggilku dengan sebutan nona? Aku bukan nonamu lagi, aku sekarang hanya orang yang menumpang hidup padamu,” ucap Renata dengan berlinang air mata.Fakta bahwa dirinya saat ini bisa hidup layak adalah karena rasa tanggung jawab Alex membuat Renata merasa begitu rendah. Dia merasa
Setelah rapat itu, Alex pulang dengan pikiran kacau. Dia sempat berhenti di pinggir jalan dan membeli sekaleng bir. Hatinya gundah setelah melihat rekaman CCTV dan melihat bahwa tuan Harisson memang berada di ruangan yang sama dengan tuan August Salim, ayah Alex sesaat sebelum ajal menjemputnya.“Kemungkinan itu memang ada, dari beberapa rekan ayah mereka mengatakan bahwa tuan Harisson memang kerap berselisih paham dan bersaing tentang tender. Tapi aku sama sekali tidak menyangka jika dia yang taat ibadah akan melakukan hal sekeji itu terhadap ayah.”Alex Salim, tidak ada yang begitu mengenalnya, sebab Alex adalah anak dari pernikahan pertama yang ditolak oleh keluarga besarnya. Namun, kejadian tragis di mana ayah beserta istri dan anaknya mengalami kecelakaan dan meninggal secara bersamaan membuat pengacara keluarga bekerja keras mencari keberadaan pria petualang itu.Alex dan ibunya, mereka semula tinggal di kota lain dan hidup damai setelah berpisah dengan ayahnya, August Salim. Pe
“Rena, jangan pergi Rena! Rena!” teriak Justin yang terbangun dari mimpinya. Dia terhenyak begitu saja di saat jam masih menunjukkan pukul 02 dini hari.Di sampingnya, seorang wanita sudah duduk dengan tangan yang bersedekap dan menundukkan kepala lengkap dengan isak tangisnya. Dia Derina, wanita bermuka dua yang sudah berhasil merebut kebahagiaan Rena. Dia memang berhasil memiliki raga dari lelaki kesayangan Rena namun tidak dengan hatinya.“Justin, apa tidak bisa kau mengkondisikan igauanmu itu? Dari semenjak kita menikah kau terus saja setiap malam mengigau memanggil nama Rena. Apa dia kurang sadis menyakiti perasaanmu sehingga kau tidak bisa melupakannya?” tukas Derina dengan kemarahan yang memuncak di kepala.Justin menoleh cepat dan dia menatap sinis Derina. “Apa lagi yang kau harapkan dari pernikahan ini Derina? Tidak ada yang bisa diambil baiknya dari pernikahan ini! Kau hanyalah istri pengganti tidak lebih! Jadi jaga batasanmu!” tukasnya.“Hemh, sekarang kau meremehkanku? Ist
Kamu CantikMenatap sinis seorang laki-laki kepada wanita yang tengah duduk di belakang meja kasirnya. Rena tengah bekerja dan Rio bersama Hera sedari tadi memperhatikannya."Ah, rasanya seperti menyimpan bom waktu saja.""Ini karena Bos besar mempercayakan istrinya untuk kita jaga Bos Rio," sahut Hera tiba-tiba yang membuat Rio terkejut."Aish! His! Ku bom juga kepalamu ini nanti. Seenaknya saja mengganggu. Aku sedang fokus tadi." Rio mendengus kesal.Hari ini Rena bahkan datang diantar oleh Alex yang menitipkannya kepada Rio dan Hera untuk menjaganya dengan baik. Keduanya merasa memiliki beban yang berat atas tugas dan misi tersebut. Mereka harus membantu Alex menyembunyikan jati dirinya. Anak dari seorang August saingan dari tuan Harisson.Berdering ponsel Rio dan dia kembali tersentak kaget. Dia sampai memegangi dadanya dan menggeleng cepat. Mengusap wajah yang sempat menegang."Ada apa lagi Bos Alex me
“Aku harap setelah ini kau lebih bisa menerima dan menjalani kehidupan ini. Meskipun kau belum siap memilikinya, namun aku akan tetap bertanggung jawab dan akan terus menjaganya. Katakan padaku kalau kau benar-benar tak menginginkannya. Setelah dia lahir nanti, jangan sia-siakan dia, kalau kau tak mau, berikan saja padaku, aku ayahnya.” Alex berbicara dengan nada dingin dan datar sembari melepaskan sepatunya sedangkan Rena berdiri di ambang pintu tepat setelah mereka memeriksakan kandungan. Perasaan Rena kacau, dia belum siap dengan janin yang tumbuh semakin besar dalam kandungannya. Bahkan janin itu kini sudah menginjak 3 bulan. Tadi dia melihat janin itu berbentuk seperti gumpalan da
"Ap–apa, kau alergi bunga?" Rio bertanya dengan matanya yang membulat sempurna bahkan nyaris melompat dari tempatnya."Tap–tapi, kata Alex pernikahan impianmu adalah menggunakan tema garden party. Bukankah dengan tema seperti itu akan melibatkan banyak bunga?""Bunga dalam rancangan dan angan-anganku itu adalah bunga palsu, hidungku tidak bisa dibohongi berdekatan sebentar saja sudah bisa membuatku bersin. Aku mempunyai alergi serbuk sari, " terang Rena dengan sejujurnya.Alex sendiri bahkan tidak mengetahui tentang fakta tersebut. Satu hal yang diingatnya adalah Rena yang selalu memakai masker setiap kali ada kelas melukis tanaman.Alex tidak tahu jika Rena mempunyai alergi dan sekeras itu dia terus berusaha menghargai dan melakukan keinginan ayahnya.Melukis sebenarnya bukanlah bakat yang ingin Rena dalami. Akan tetapi tuan Harrison sangat menginginkan Putri cantiknya it
Seharian, Rena bekerja dengan nyaman. Rio dan Hera, keduanya menjaga dengan baik istri bos mereka. Sama sekali tidak ada yang membuat kesulitan. Hanya saja sesuatu yang tidak diharapkan justru terjadi saat jam pulang kerja.Alex menjemput Rena seperti biasa. Dia datang ke resto & cafe miliknya. Alex tidak pernah menyangka jika Justin rupanya sudah mengintai Rena sampai sejauh itu. Justin menunggu Rena di depan cafe.“Sudah selesai? Ayo mari kita pulang,” kata Alex sembari membawakan tas Rena.Sikapnya begitu lembut layaknya suami yang begitu mencintai istrinya. Sikap yang begitu alami tanpa ada sesuatu yang dibuat-buat. Perhatian dan sikap manisnya ia tunjukkan dengan sepenuh hati. Namun Rena, dia masih belum mau membuka hatinya meski
"Siapa yang bilang kau orang ketiganya? Kau suamiku," ralat Rena yang duduk dan memasang sabuk pengaman dan menatap ke luar jendela. Alex terdiam, dia sesekali melirik memandang Rena, menelusuri garis wajah cantik yang selama ini hanya bisa dikaguminya. "Sejujurnya, aku tidak memahami pola pikirmu. Malam itu, malam itu kau menciumku. Tapi sekarang kau menempatkan dirimu sendiri sebagai orang ketiga dalam hidupku. Aku tak pernah menempatkan mu sebagai orang ketiga." "Tapi aku masih bisa melihat pancaran rasa cintamu kepadanya. Kau sangat mencintainya Rena," ujar Alex sembari menahan ledakan amarah dalam dirinya. "Kalau dia benar-benar mencintaimu seharusnya dia tidak terpengaruh dengan kejadian malam itu dan mencoba untuk mencari tahu. Tapi apa? Dia justru ikut menghakimi." Alex kembali mengingat peristiwa yang memalukan itu. "Dia hanya terbawa emosi. Bayangkan saja jika kau yang ada di posisinya." Rena terkesan membela Justin.Alex seketika membuang pandangan, mendengar pembelaan