Share

2.

"Kak Archie!" 

Archie membalikkan badan ketika mendegar suara anak kecil perempuan yang sudah ia rindukan sejak kemarin. 

"Esther!" teriak Archie. Membuat beberapa pasang mata yang berada di dekatnya tampak terkejut kemudian menatapnya sinis. Batin mereka mempertanyakan bagaimana pemuda pembuat onar ini bisa-bisanya diberi kepercayaan oleh Kepala Camat untuk mengikuti Acara Pemberian Bakat yang diselenggarakan oleh Menara Kota.

Archie berjongkok, membuka tangannya lebar sembari menatap Esther yang sedang berlari ke arahnya dengan senyum yang tak lepas dari sudut bibirnya. 

"Kak Archie!" Esther memeluk Archie erat, tak menghiraukan badan Archie yang dipenuhi lumpur kering mengingat ia belum sempat mandi sejak kembali dari proses pemberian tanda nama tadi siang.

Archie membalas pelukan Esther dan menggendongnya. Matanya menatap lembut ke arah adik semata wayangnya ini, entah kenapa tiba-tiba saja ia cukup menyesali keputusannya untuk pergi mengikuti acara Pemberian Bakat yang diselenggarakan oleh Menara Kota mengingat ia harus meninggalkan Sang Adik Kesayangan selama 10 hari lamanya.

Esther menutup hidungnya, "Kakak bau!" 

"Benarkah?" Archie mengendus-endus dirinya, berpura-pura tidak mengerti maksud dari ucapan yang dilontarkan oleh sang adik. 

Esther mengangguk cepat, ia meluruskan tangannya agar jarak mereka tak terlalu dekat, "Kakak kotor!" 

"Benarkah? Kalau begitu...." Archie memasang tatapan jail. "Kalau begitu akan kubuat kau kotor juga!" Archie mengusapkan rambutnya di pakaian Esther. Membuat gadis itu berteriak dan tertawa riang. 

Mendengar tawa Esther, Archie ikut tertawa. Orang-orang yang melihatnya akan berfikiran kalau mereka adalah pasangan kakak adik yang serasi dan dekat terhadap satu sama lain. Tak sedikit juga yang merasa iri melihat kedekatan mereka. 

"Kakak jorok!" 

"Kau juga jorok. Lihatlah dirimu sendiri Esther. Bajumu penuh dengan lumpur!"

"Itu karena kakak!"

Archie terkekeh melihat Esther yang mulai merajuk. Tiba-tiba saja dia teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun sang adik yang ke 5 tahun, "Esther, apakah kau mau kue?" 

"Kue?" Esther tampak termenung. Ekspresinya jelas menunjukkan kalau ia menginginkannya. Namun, dengan cepat ia menggeleng, "tidak. Kita beli baju untuk kakak saja!"

"Baju? Ada apa dengan bajuku?"

"Kudengar dari ibu, kakak akan pergi ke Menara Kota. Ibu bilang, kakak harus berdandan sebaik mungkin agar tidak dirundung oleh anak-anak orang kaya."

"Ou, benarkah?" Hampir saja ia lupa bahwa kemarin dengan sombong dan rasa penuh percaya dirinya ia berkata kepada Sang Ibu bahwa ia akan menjadi orang yang akan menggunakan hak istimewa kecamatan 13-mengingat kecamatan 13 berhasil memenangkan sebuah tiket yang diundi lewat alat undi mirip lotre yang berguna untuk mengirim seorang kadidat ke acara 'Pemberian Berkat yang diberikan oleh Menara Kota' tanpa proses seleksi.

Esther mengangguk cepat, "Ayo kita pulang. Lalat mulai menghinggapi kepala kakak yang..." Esther menutup hidungnya, "bau ini."

Archie terkekeh, ia akui tubuhnya memang sedikit bau. Namun ia tak terlalu mempermasalahkannya karena hidungnya sudah mulai terbiasa dengan bau itu. 

"Kalau begitu, ayo kita pulang!" 

"Yeay!" Esther berteriak senang.

Setelah melewati beberapa gang sempit yang bahkan sebenarnya tak layak untuk dilewati manusia, mereka tiba di tempat yang mereka sebut dengan rumah. Memang sangat sederhana, namun tempat ini sudah termasuk tempat tinggal yang dikategorikan layak oleh kecamatan 13, kecamatan tempat Archie dan keluarga tinggal. 

90% tempat tinggal di kecamatan 13 terdiri dari rumah susun 10 lantai. Setiap lantainya terdiri dari 20 kamar dengan luas 3×4 meter. Tak ada kamar mandi di dalamnya mengingat anggaran pembangunan di kecamatan ini sangat kecil. Kamar mandi hanya tersedia di lantai 1 dan dipakai untuk umum. Oleh karena itu, harga rumah di lantai bawah lebih mahal dibandingkan rumah dilantai atas.

Untungnya, ayah Archie merupakan seorang kuli bangunan yang membuat ekonomi keluarga mereka termasuk dalam kelompok keluarga berada di kecamatan ini sehingga keluarga mereka dapat menempati rumah di lantai 1.

"Ayo makan dulu." 

Archie berjalan masuk ke dalam rumah sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah. Matanya berbinar ketika menatap sepiring daging sapi yang baru saja dimasak oleh sang ibu, "Wow! Daging sapi! Apakah ada kabar baik hari ini?"

Walaupun hari ini adalah hari baik karena ulang tahun Esther, tapi keluarganya tidak pernah memakan daging sapi di saat ulang tahun. Alasannya hanya satu. Daging sapi terlalu mahal.

Sang ibu tersenyum sembari menaruh sepiring sayur tumis ke atas meja, "Tanya ayahmu." 

"Ayah?" Pandangan Archie beralih ke sang ayah yang sudah terduduk manis di atas lantai, bersiap untuk makan malam. 

Sang ayah tertawa, "Anakku besok akan pergi untuk mengikuti Acara Pemberian Bakat, bagaimana mungkin ada hari yang lebih baik dari ini?"

Archie duduk di dekat sang ayah, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal karena tersipu malu, "Sebenarnya kita tidak perlu sampai memakan daging sapi." 

"Esther, ayo makan!" 

Esther berlarian masuk ke dalam rumah setelah mendengar suara Sang Ibu memanggilnya. Mereka sekeluarga, kini tengah duduk di atas lantai dengan pandangan yang tak terlepas dari makanan yang ditaruh di atas meja bundar di hadapan mereka. 

"Baiklah. Siapa yang ingin mengatakannya duluan?" mereka menatap satu sama lain. 

"Aku duluan!" Esther mengangkat tangannya. 

"Baiklah, yang berulang tahun duluan." ucap sang ayah semangat. 

"Terima kasih kepada ayah dan ibu karena telah melahirkan ku dan kakak. Lalu, terima kasih kepada kakak karena selalu menyayangiku! Sekarang giliran kak Archie."

"Hm....Pertama aku ingin berterima kasih kepada Ayah dan Ibu karena selalu mendukungku. Tapi tenang, setelah aku mengikuti acara Pemberian Bakat dan diberi bakat oleh Menara Kota aku akan membawa kita semua pindah dari tempat ini." 

Sang Ayah tertawa, "Benar. Aku dengar para orang-orang yang menerima 'bakat' akan bekerja di Menara Kota. Setelah Archie berkerja di Menara Kota,  kita setidaknya akan tinggal di salah satu diantara empat kecamatan yang mengelilingi menara kota."

"Lalu, aku ingin berterima kasih kepada Esther karena sudah menghadiahiku sebuah pakaian." 

Esther terkekeh kecil, "sama-sama kakak."

"Hehehehe, anak perempuanku memang manis dan baik hati sekali ya. Aku jadi penasaran dari siapa sifatnya diturunkan." Sang Ayah mengusap kepala Esther sembari menatap lembut ke arah istrinya. 

"Kau membuatku malu, suamiku." Sang ibu mendorong pelan lengan Sang Ayah sembari tersipu malu membuat mereka semua tertawa. 

"Baiklah. Giliran ku." Sang Ayah berdeham pelan, menatap wajah sang istri, "Terima kasih atas makanan nikmat ini, istriku." pandangannya kini  menatap Archie dan Esther bergantian, "dan terima kasih karena telah menjadi anak-anakku."

Entah kenapa, mendadak suasana rumah menjadi haru. Sang ibu berdeham, "baiklah. Sekarang giliran ku. Ucapan terimakasih ku hari ini adalah 'terima kasih karena telah menghabiskan masakan yang sudah ku siapkan dengan susah payah suamiku, Archie, dan peri kecilku, Esther." 

Suasana Haru itu seketika berubah menjadi gelak tawa karena perkataan Sang Ibu. Dalam hatinya, Archie merasa benar-benar bersyukur karena memiliki keluarga yang lengkap dan saling menyayangi.  

"Ha...." Archie menghela nafas panjang. Hatinya kini benar-benar tak rela untuk berpisah dengan keluarganya bahkan untuk 10 hari saja.

"Archie." Sang ayah memanggilnya dengan nada memperingatkan. Archie menoleh, menatap Sang Ayah dengan tatapan 'aku tahu aku salah'. 

"Jangan menghela nafas seperti itu dihadapan makanan." 

Tbc... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status