Li Xian tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Zhou Fu yang sepertinya tersinggung ketika Li Xian menyebut soal pertolongan Dewa.
“Baiklah-baik, kakek menunggumu terus-menerus dua hari ini. Kakek sepertinya takut jika ada bahaya dan kakek sendirian,” tutur Li Xian sekadar untuk membuat Zhou Fu merasa berguna keberadaannya.
“Jangan khawatir, Kek. Aku sudah di sini bersama kakek. Bahaya yang kemarin itu, sepertinya menyenangkan juga kalau datang lagi.”
Li Xian dengan refleks memukul kepala Zhou Fu sebab bencana seperti dua hari silam itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan candaan. Binatang seberat 1 ton saja akan bisa tersapu dengan mudah lalu tenggelam di dasar lautan jika dihantam tsunami seganas itu.
“Jaga mulutmu, bocah!”
***
Tak hanya tsunami berkekuatan dahsyat, ternyata pulau Youhi juga memiliki beberapa gunung berapi yang aktif. Sesekali, pulau tersebut banjir air, dalam waktu yang lain, pulau tersebut juga tenggelam oleh lahar panas. Meski demikian, Li Xian dan Zhou Fu tetap merasa nyaman tinggal di pulau tersebut.
Bahkan, hari itu sudah hampir genap 3000 hari Li Xian dan Zhou Fu mendiami pulau Youhi. Itu artinya, Zhou Fu kecil sudah beranjak remaja. Usianya sudah genap 14 tahun saat itu. Tubuh kecil Zhou Fu mengalami banyak perubahan. Ia kini menjelma sebagai remaja lelaki yang berperawakan tinggi semampai dan berparas tampan. Sayangnya, paras tampan Zhou Fu seperti tenggelam karena pakaian yang ia kenakan cukup tak nyaman untuk dilihat.
Ketika berada di pulau Konglong, Zhou Fu biasa dibuatkan pakaian yang layak oleh kakeknya dari bulu-bulu binatang buas. Tetapi ketika di pulau Youhi, tak ada satupun binatang buas yang bisa ditangkap untuk dikuliti. Akhirnya, Zhou Fu berpakaian seadanya berbahan tanaman-tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai pelindung tubuh.
Di usianya yang sudah 14 tahun, Zhou Fu sudah menyerap banyak ilmu dan jurus-jurus dari kakek sekaligus gurunya, Li Xian. Meski Li Xian sudah cukup yakin jika Zhou Fu bisa dilepaskan ke alam bebas, ia masih harus mengajari Zhou Fu beberapa ilmu. Sayangnya, ilmu tersebut baru bisa dipelajari oleh seseorang ketika usianya menginjak 17 tahun dan tak ada sumber daya atau pil apapun yang bisa membuat seseorang bisa mempelajari ilmu itu sebelum batas usia minimal 17 tahun.
Masalahnya adalah, kesehatan Li Xian memburuk dan ia tak bisa memastikan apakah usianya akan bisa bertahan hingga tiga tahun ke depan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebenarnya Li Xian juga sudah menuliskan semua ilmu-ilmu yang perlu dipelajari Zhou Fu ke dalam sebuah kitab. Tetapi, hingga berusia 14 tahun itu, Zhou Fu nyatanya masih buta huruf. Ia masih tak bisa memahami bentuk dan susunan huruf.
Li Xian sudah memilih untuk tidak mengajari Zhou Fu ilmu baca tulis lagi. Itu adalah keputusan paling bijak sebab jika ia terus mengajarkan baca tulis pada Zhou Fu, pulau Youhi akan mengalami kekacauan akibat pertempuran dua manusia itu, Li Xian yang geram pada cucunya dan Zhou Fu yang berusaha menghindar dan kadang-kadang juga menyerang kakeknya.
Selama beberapa tahun tinggal di pulau Youhi, Zhou Fu kerap mendapat tugas untuk berburu binatang ke pulau terdekat menggunakan perahu rakit seadanya. Li Xian menyuruh Zhou Fu membuat perahu rakitnya sendiri dengan harapan Zhou Fu mengerti bagaimana cara membuat alat transportasi laut yang aman dan nyaman.
Tak jarang, di awal-awal Zhou Fu kerap berangkat berburu menggunakan perahu rakit tetapi kembali dengan cara berenang sebab perahunya rusak di tengah jalan. Suatu kali, pernah juga Zhou Fu pulang berburu dengan berenang, tetapi bukan karena perahunya rusak melainkan karena perahunya sudah penuh binatang buruan sehingga ia menyeret perahunya sambil berenang.
***
Perahu rakit Zhou Fu mendarat di sebuah pulau kecil yang sebelumnya belum pernah ia pijaki. Ia berharap akan bertemu hal baru di pulau itu, entah itu sesuatu yang disebut ancaman bahaya atau hal-hal lain yang menurutnya cukup baru untuk diketahui.
Ada suara jeritan dari dalam pulau kecil itu. Dan suara tersebut cukup membuat Zhou Fu tertarik untuk segera mendatanginya.
“Ah, itu pasti suara binatang yang belum pernah kuketahui! Suaranya aneh dan belum pernah kudengar sebelumnya!”
Zhou Fu berlari menuju ke sumber suara. Ia sangat tak sabar untuk melihat bagaimana bentuk binatang dengan suara aneh tersebut, “Kuharap makhluk satu ini cukup berbahaya hingga aku bisa sedikit bermain-main,” gumam Zhou Fu selagi tetap berlari.
Akhirnya, Zhou Fu berhasil tiba di sumber suara. Suara jeritan itu terhenti ketika Zhou Fu berdiri mematung tak begitu jauh.
“Siapaun, tolong aku…. Tolong usir bab* hutan ini!”
Mata Zhou Fu terbelalak, ia menemukan manusia! Tetapi manusia itu aneh, tidak seperti kakeknya, tidak seperti dirinya, tidak juga seperti pendekar yang ia bunuh beberapa tahun silam. Zhou Fu kesulitan menemukan di mana anehnya manusia itu, yang jelas ia merasa jika manusia itu lain dan berbeda.
“Jangan diam saja, cepat tolong aku, kumohon.”
Zhou Fu menggaruk-garuk kepala, seingatnya, kata tolong itu baru digunakan jika seseorang mengalami keadaan terdesak atau dalam keadaan yang sangat berbahaya. Tetapi, manusia di depannya itu berteriak meminta tolong ketika seekor bayi bab* hutan menggelayut di kakinya. Sepertinya bab* hutan itu ingin bermanja-manja tetapi manusia itu malah bergetar seperti ketakutan.
“Kau tuli ya, cepat tolong aku singkirkan binatang ini!”
Merasa telinganya terganggu, Zhou Fu menendang binatang kecil itu dengan kaki kirinya. Binatang tersebut pun sepertinya langsung kehilangan nyawa.
“Kau jahat sekali… Dia kan masih bayi!” Orang yang ditolong Zhou Fu itu kini justru menunjukkan ekspresi yang kesal dan marah kepada Zhou Fu. Tentu saja hal tersebut membuat Zhou Fu semakin bingung.
Tetapi, ada hal lain yang lebih membuatnya bingung. Ia pun mematung untuk beberapa saat sambil berpikir tentang segala kemungkinan. Karena tak menemukan jawaban dari kebingungannya, Zhou Fu menyentuh manusia di hadapannya itu tepat di bagian yang membuatnya bingung. Zhou Fu pun bertanya,
“Apakah ini bengkak karena sakit? Mengapa bisa bengkak dua-duanya?”
Zhou Fu menyentuh salah satu bagian dad* perempuan di depannya itu sambil terheran-heran bagaimana bisa tubuh seseorang mengalami bengkak bersamaan dengan ukuran bengkak yang sama persis.
PLAAAAKKKKKK!!!!
Perempuan itu menampar Zhou Fu dengan sekuat tenaga, ia pun menjerit lebih keras dari sebelumnya. Zhou Fu mengaduh kesakitan, ia pun bertanya mengapa orang itu memukulnya. Karena bertanya seperti itu, Zhou Fu mendapat tamparan yang kedua. Perempuan itu pun marah-marah dan mengeluarkan beberapa kata yang tak diketahui artinya oleh Zhou Fu.
Ya, nyatanya kakek Li Xian memang sepertinya lupa untuk memberi pengetahuan kepada Zhou Fu tentang makhluk yang bernama perempuan. Itu adalah pertama kalinya Zhou Fu bertemu dengan perempuan dan tentu saja sebuah hal yang wajar jika ia bingung dengan beberapa bagian tubuh perempuan itu yang cukup berbeda dengan dirinya.
“Kau ini kenapa? Apa yang aku lakukan keliru? Biasanya kakekku baru akan marah jika aku melakukan kesalahan,” Zhou Fu bertanya heran.
Bukannya jawaban, sekali lagi ternyata Zhou Fu menerima tamparan. Meski demikian, ia tak berniat membalas, hati nuraninya mengatakan jika orang itu tidak berbahaya karena tamparannya saja hanya sebegitu saja rasa sakitnya. Sepertinya, malah perempuan itu yang berulang kali mengaduh kesakitan setelah ia menampar Zhou Fu.
“Jika kau orang baik, tolong aku dan bawa aku pulang ke Caihong!” perempuan itu kembali mengatakan sesuatu yang tidak begitu dipahami oleh Zhou Fu.
Kesalahpahaman antara Zhou Fu dan perempuan yang baru ia temui pada akhirnya harus terhenti ketika Zhou Fu mendengar suara langkah kaki mendekat. Suara itu adalah suara pergerakan beberapa orang yang cukup gesit dan lincah. Didengar dari laju pergerakannya, Zhou Fu yakin jika kecepatan langkah tersebut melebihi singa jantan yang kelaparan. “Itu dia nona Shen Shen! Jangan biarkan nona Shen Shen lolos!” Tiga orang pendekar laki-laki menyergap Zhou Fu dan perempuan yang ternyata bernama Shen Shen. Shen Shen bersembunyi di balik tubuh Zhou Fu dan memohon agar Zhou Fu bersedia menolongnya. “Tenang, akan kuhadapi mereka semua!” Insting Zhou Fu memang mengatakan jika Shen Shen memang sedang membutuhkan pertolongan. Zhou Fu pun mengambil sikap siap untuk memberi serangan pada tiga pendekar yang kini berdiri tak jauh darinya. “Minggir kau, Bocah! Jika tidak aku akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian!” salah seorang dari tiga pendekar itu mena
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa t
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Diskusi yang dilakukan oleh Zhou Fu dan Shen Shen berlanjut hingga dini hari sebab Shen Shen nyatanya tidak bisa tidur semenit pun. Mereka bersepakat tentang beberapa hal dan saling berdebat tentang beberapa hal yang lain. Akan tetapi, perdebatan Shen Shen dan Zhou Fu menemui jalan buntu ketika Shen Shen mengungkit tentang persediaan uang. Ya, mereka membutuhkan banyak uang sebagai bekal menuju ke Caihong. Sementara pada saat itu, baik Zhou Fu maupun Shen Shen sama-sama tidak memiliki uang sedikit pun. Awalnya perkara tersebut tidak menjadi masalah sebab Shen Shen sudah memikirkan solusinya.Sebelumnya, Shen Shen sudah memberi tahu Zhou Fu tentang beberapa biro perwakilan bangsawan Caihong yang tersebar di kota-kota besar di luar daratan Caihong. Biro perwakilan tersebut didirikan untuk memberi kemudahan bagi bangsawan-bangsawan Caihong yang sedang mengalami kesusahan ketika berada di luar Caihong. Tujuan pertama perjalanan Shen Shen dan Zhou Fu adalah untuk menemukan Biro te
Suara para penonton pecah ketika Zhou Fu meneriakkan janji kemenangannya. Kecongkakan Zhou Fu membuat taruhan yang dilakukan penonton menjadi semakin ramai. Jika yang bertanding adalah Wang Ling, penonton biasanya enggan melakukan taruhan sebab Wang Ling nyatanya sudah menuai kemenangan entah berapa ratus atau berapa ribu kali dalam sepuluh tahun terakhir. Momen menebak siapa pendekar yang akan menjadi pemenang dalam arena biasanya hanya dilakukan penonton pada pertandingan-pertandingan biasa.Tapi tidak dengan hari itu. Kepercayaan diri Zhou Fu yang totalitas membuat beberapa gelintir orang menaruh rasa optimis juga padanya. Meski penonton mulai membuka taruhan, tetap saja suara terbanyak masih ada di pihak Wang Ling.“Paman Wang Ling, di mana dirimu? Apa itu artinya kau sedang ketakutan?” Zhou Fu berteriak ke arah jalan masuk milik lawan. Wajar saja Zhou Fu meneriaki musuhnya yang tak kunjung muncul, sebab nyatanya ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit
Satu jam sebelumnya…Para penonton diam membisu dengan tubuh gemetaran tepat ketika Wang Ling terkulai lemas tak berdaya akibat satu pukulan yang diberikan oleh Zhou Fu. Mereka khawatir jika Zhou Fu akan membalas dendam pada mereka karena beberapa saat lalu mereka meremehkan kekuatan Zhou Fu. Jika waktu bisa diputar kembali, mereka ingin berbalik mendukung Zhou Fu sehingga di saat Zhou Fu menang dari Wang Ling, mereka hanya perlu bersorak gembira tanpa merasakan kegentingan yang mencekam.“Tuan muda, mohon jangan beritahukan kepada semua orang jika selama ini aku berbuat curang. Percayalah, akibat kecuranganku tersebut, desa ini tak pernah diganggu oleh rombongan perampok dari luar,” Wang Ling masih mencoba merengek memohon pada Zhou Fu ketika Zhou Fu memberikan uluran tangan kepadanya.Zhou Fu nampak mengamati Wang Ling selama beberapa saat, ia sedang membuat penilaian apakah ucapan yang baru saja dikatakan Wang Ling adalah kej
Shen Shen sibuk menutupi wajahnya dengan helaian-helaian rambutnya yang panjang. Sebisa mungkin ia tak ingin wajahnya tertangkap oleh lima orang yang beberapa saat lalu membahas tentang dirinya dan Yang Zi. Ketika Zhou Fu mengatakan padanya bahwa Zhou Fu akan menghabisi mereka semua, Shen Shen menginjak kaki Zhou Fu sembari menggeleng-gelengkan kepala. “Percaya padaku, kita lebih baik diam saja dan tidak memberi reaksi!” Shen Shen berbicara nyaris tanpa suara. “Sialan, harusnya aku tak perlu izin padamu tadi!” Zhou Fu mencengkeram tangannya kuat-kuat. Geram karena ia gagal berkelahi. Padahal akan sangat menyenangkan jika ia bisa berkelahi. Apa daya, Shen Shen melarangnya dan ia harus menuruti apa kata perempuan tersebut. Sejatinya, Zhou Fu sudah memegang janji pada kakeknya untuk menurut pada Shen Shen jika ia dicegah untuk berkelahi. ‘Janji, bagaimanapun sulitnya ditepati tetap harus ditepati. Dengan demikian, kau akan disebut pria sejati’ begitulah kata-kat