Aulia menjentikkan jarinya, lalu portal muncul seketika di dekat mereka, tanpa basa-basi Akara masuk ke sana. Sepeninggal Akara, Tense langsung berdiri dan membungkukkan badannya di depan Zimo.
"Yang Mulia Raja Pil! Saya Tense, seorang master Alkemis tingkat 6 yang sejak dulu mengidolakan sosok Raja Pil! Tidak saya sangka bisa bertemu langsung, bahkan duduk di satu tempat yang sama!" serunya membuat Zimo tertawa canggung."Berdirilah, terima kasih juga telah membantu pemuda itu. Jika dia tidak lolos dari jeratan Yog Aren, tidak mungkin juga aku bisa melewati belenggu,"Tidak berselang lama saat mereka mengobrol, Akara sudah muncul kembali dari portal."Bagaimana Akara?" sambut Aulia."Sudah daftar, tapi ujian kenaikan masih 3 bulan lagi kak, akan aku gunakan waktu sebaik-baiknya,""Oh kalau begitu, kamu bilang ingin menjemput gadismu 'kan? Biar kakak bantu!""Beneran kak?"Aulia mengangguk sambil mengulurkan tMelihat kejadian itu, gadis kecil yang tadi digandeng oleh Kana langsung mendekati Akara. "Kak Akara! Wanita itu selalu memperlakukan kak Kana dengan buruk!""Vania." Kana menoleh sambil menggelengkan kepalanya."Biarin kak! Dia memang keterlaluan! Kak Kana saja yang terlalu baik!"Melihat keduanya bersitegang, Akara langsung meraih kepala mereka dan mengusapnya dengan lembut. "Sudah, kenapa malah kalian yang berkelahi?" Akara lalu menggandeng mereka dan menoleh ke belakang. "Ayo masuk dulu!"Mereka lewat begitu saja, mengabaikan wanita yang masih bersujud di tanah....Mereka sudah duduk di sofa, dengan beberapa pelayan yang mengantar hidangan. Kana duduk di samping Akara dengan tangan masih di genggamannya, sedangkan Vania di sisi lainnya. Gadis kecil itu lalu menarik baju Akara, meminta perhatiannya. Setelah Akara menoleh, ia lalu berbicara."Lihat kak! Masih banyak pelayan di sini, tapi selalu saja kak
Gua Pelindung HarapanBeberapa bangunan tingkat bertambah, bukan meluas, tapi memanjang sepanjang aliran Sungai. Tidak ada yang protes dari anggota Aliansi Angin Malam, sebab. Saat mereka kembali, para anggota di sana sudah mengetahui kematian Yog Aren. Ditambah lagi keberadaan Zimo sebagai Raja Pil di sisi Akara, membuat pemuda itu langsung mendapat kehormatan mereka. Akan tetapi, malah ada sebuah pulau mengapung yang ada di atas mereka.Akara keluar dari kamarnya, ditemani sorot cahaya matahari yang menembus langit-langit gua, ia masih memakai kimono tidur dan berjalan menuju dapur. Di meja makan, sudah duduk beberapa orang yang sedang menikmati makanannya. Mereka adalah pria berblangkong dan seorang wanita bergaun sutra putih. "Apa yang kalian lakukan di sini!?" Akara langsung bergegas mendekati mereka, namun mereka hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan sarapan. "Jangan berisik! Sudah, duduklah." Kana mendekatinya sambil membawa sepiring m
Mereka duduk santai sambil mengobrol setelah selesai sarapan, dengan Akara yang sudah berpakaian lengkap."Hebat sekali kamu naik Naga!" seru kakek Taji Meranti kepada Trueno."Haha iya kek!""Tuan Zimo juga, bisa-bisanya punya pulau melayang!"Saat Trueno meladeni kakek Taji Meranti, Zimo mendekati Akara."Lihat Akara!" ucapnya seraya menoleh ke arah kakek Taji Meranti. "Semakin tua fisiknya, daya kerja otak juga berkurang. Itulah kenapa pil Transformasi Tubuh merupakan pil tingkat 9, karena tidak hanya memperbaiki fisik, namun juga kinerja otaknya,""Maksudnya? Pil Transformasi Tubuh juga bisa untuk manusia?" Zimo hanya mengangguk, lalu hentakan kuat berkali-kali dengan cepat di arah pintu masuk. Ternyata Wyvern raksasa itu masuk ke dalam gua. Gua yang memang sangat lebar karena Ken si ular raksasa saja bisa masuk dengan mudahnya."Permisi tuan Akara, ada tamu," ujarnya sembari menoleh ke samping. Ternyata ad
Cahaya keemasan sang mentari dibiaskan oleh jernihnya air sungai, masuk ke dalam Gua Pelindung Harapan. Menerpa pemuda berjaket hitam yang sedang menuju meja makan dan menemukan wajah baru di sana. 3 orang berambut biru yang berpakaian rapi dengan seorang pria berkumis centang yang berwibawa, bersama anak gadisnya. Mereka memberikan salam kepadanya, namun pemuda itu tidak berkomentar apa-apa dan segera duduk di sana. "Tuan Agera, benar-benar kota yang luar biasa, sangat mencerminkan dirimu!" seru pria berambut biru."Raja Bento Besiah, kota masih sepi seperti ini kok, lagipula Lemon yang akan menjadi penguasa di sini," ujarnya membuat mereka saling memandang, sedangkan Kana langsung mendekatinya dan berbisik."Beliau Raja Shuyal!?" Akara tersenyum sambil menjawab. "Bukan, hanya kenalanku biasa." "Memangnya tuan Agera belum melihat kondisi di luar?" ujar pak tua berambut biru, membuat Akara menoleh ke arah luar dan langsung menghembuska
Hentakan yang dibuatnya saat mendarat ke tanah, membuat hembusan angin yang sangat kencang. Pepohonan di sekitarnya langsung tersapu menjauh, bahkan sampai tanahnya sekalian dan terbentuklah cekungan dengan dalam belasan meter dan lebar puluhan meter. Ada satu sisi yang tidak terkena efeknya karena kubah pelindung yang Akara buat. Di pusat cekungan, berdirilah seekor primata dengan bulu berwarna merah tua keemasan. Seekor orangutan yang besar tubuhnya bisa dibandingkan dengan Alagra. Dengan tangannya yang panjang dan berotot mengepal di tanah, ia menoleh ke arah mereka dengan tekanan gravitasi dan intimidasi yang sangat kuat. Kai dan Salamander langsung tersungkur ke tanah, namun Akara segera menjentikkan jarinya, membuat kubah pelindung yang baru. "Humph! Mampu menahan intimidasi dariku, berarti kau yang menghasut mereka untuk bergabung dengan manusia!" "Kalian kenal?" Akara menoleh ke arah Kai dan Salamander, lalu mereka mengangguk."Selain ayahku, ada
Akara melebarkan kedua tangannya ke samping, lalu muncul sepasang pedang kayu di sana. Bor spiral juga terbentuk beberapa buah di atas kepalanya, namun seketika menghilang. Bor spiral menyebar, menembus kepala kloningan Otung yang melompat dari segala sisi. Melihat serangannya gagal, Otung yang bertengger lalu berdiri. Kilatan listrik merah menyelimuti tubuhnya, bergerak dari segala sisi ke atas kepalanya. Satu cincin merah terbentuk, namun listik masih melebar dan membentuk satu cincin lagi yang lebih besar. Akara tidak mau kalah, pemuda itu menyalakan aura ranahnya. 5 bulan energi berwarna keemasan yang berputar di belakang pundaknya. "Hanya manusia biasa kau begitu sombong melawanku!?" Dengan kedua kepalan tangan yang menyatu membentuk bogem, Otung melompat. Mengayunkan tangan dari atas dengan energi yang meluap-luap di kepalannya.Gleng!... Pukulan membentur pelindung milik Akara, walau tertahan, namu membuat gelombang getaran yang begitu besar. Robe
Boomb!...Pukulan tepat di perut Akara, membuat pemuda itu langsung memuntahkan darah segar. Robekan kehampaan yang terbentuk benar-benar berbentuk lingkaran sempurna selebar satu meter, dengan puluhan robekan kehampaan berbentuk cincin yang berjejer mundur dan melebar semakin besar hingga membelah hutan dengan bentuk lingkaran yang sempurna. Di sisi lain, Akara menembus tebalnya anyaman pohon raksasa, lalu terlempar ke atas langit. Brak Crang!... Ia tertahan di udara, seakan menabrak dinding kaca dan menyebabkan retakan yang sangat luas. Lagi-lagi setiap bagian tubuhnya bergetar layaknya otot yang sedang keram. Darah merembes dari pori-pori kulitnya seakan diperas, sedangkan Opung sudah melompat dengan udara sebagai pijakannya.Jlar!... Petir ungu menyambar dari tubuh Akara, merambat ke segala sisi dengan jarak belasan mil jauhnya. Opung yang tersambar limbung, namun segera menggelengkan kepalanya, lalu melompat lagi dengan kilatan listrik masih mengalir
Sedangkan di dimensi nyataSambaran petir yang menyebar ke segala arah, membuat para binatang sihir mendongakkan kepalanya. Robekan kehampaan bekas rambatan petir membuat birunya langit jadi memiliki pola yang menakutkan. Retakan itu menyusut mulai dari ujungnya, semakin kecil hingga akhirnya lenyap sepenuhnya. Beberapa saat kemudian, sambaran petir meluncur satu arah sangat cepat. Robekan kehampaan lebih besar dari sebelumnya, disusul ledakan di satu tempat dengan aliran petir di sekitarnya. Samabaran itu masih terus melesat menjauh, hingga tidak terlihat lagi dari Gua Pelindung Harapan. Di kota Shuyal, para warga langsung keluar rumah saat mendengar suara gemlegar yang begitu keras. Mereka menghadap ke arah selatan, di atas kejauhan langit sana ada sobekan ruang yang begitu panjang dan terus melebar. Begitu juga di kota hutan Araves, mereka melihat ke arah utara. Ledakan dengan petir kembali terlihat, namun segera disusul oleh robekan ruang berbentuk c