"Silahkan ikuti saya." Kak Elena langsung memandu mereka menuju salah satu ruang VIP.
"Terima kasih," ujar kakek Taji Meranti begitu masuk ruang VIP. "Anak muda ini begitu ceroboh, membiarkan orang lain mengetahui hartanya,""Akara, lain kali harus bersama pendamping yang kuat setiap kali akan bertransaksi di luar!" Kak Elena langsung menasehati remaja polos itu."Tenang saja, memangnya guruku akan membiarkan muridnya berkeliaran begitu saja membawa uang dan barang-barang berharga?" ujar Akara yang ternyata tidak sepenuhnya polos. Sedikit teknik ancaman yang membuat orang lain berfikir dua kali untuk menyerangnya. "Dari bahan-bahan yang guru cari saja seharusnya sudah bisa diketahui, kalau guru bukanlah orang yang lemah 'kan?""Benar juga!" ujar kakek Taji Meranti. "Kalau boleh tau, siapa nama gurumu?""Nama penempa guru adalah "Neraka Biru". Guru selalu mengasingkan diri, jadi tidak begitu terkenal," jelas Akara."Baiklah, Aula"Apa yang kalian lakukan!? Cepat bantu aku!" teriaknya, namun tidak kunjung ada jawaban dan ia segera melihat kondisi kedua pengawalnya. Ternyata mereka sudah terkapar, dengan beberapa bagian tubuh gosong karena tersengat petir dan masih ada sesekali kilatan di tubuhnya. Ia benar-benar syok kala itu, pasalnya kedua pengawalnya merupakan tetua keluarga dan ranah mereka tidaklah lemah. Satu di puncak ranah Kinanthi empat bulan energi dan satunya di awal ranah Asmaradana lima bulan energi."Tidak mungkin! Mereka ranah abadi! Kenapa kau bisa!?" teriaknya dengan gemetar hebat karena begitu ketakutan memandangi Alice yang masih dengan tenang melayang di udara."Jaga mulut busukmu, kau bahkan tidak lebih besar dari sebutir debu di bawah kaki kak Akara," ucap Alice dengan ekspresi datar, lalu suara gemlegar terdengar saat sambaran petir mengenai tubuh Wan Waru."Apa-apaan kekuatannya!?""Bahkan lebih mengerikan daripada Peri Salju saat itu!" Para sis
Tidak butuh waktu lama, ada dua peserta yang sudah selesai mengerjakan."Selesai!" seru Akara dan Aul Besiah secara bersamaan, sontak membuat peserta lain yang sedang berpikir keras jadi terkejut. Merasa tersaingi, Aul besiah menatap Akara dengan tajam."Tidak perlu terburu-buru, masih ada sisa waktu untuk menyelesaikannya!" ujar Dong Waru dan setelah itu Mala Jati menyusul mereka."Aku tidak terkejut dengan Aul Besiah, tapi hebat juga kamu… Namamu Akara 'kan? Aku Mala Jati!" ujar Mala Jati, sedangkan Akara hanya tersenyum dan melambaikan tangan kembali. Beberapa saat kemudian waktu ujian telah habis dan tanpa memeriksa jawaban, tetua Dong Waru langsung menentukan siapa saja yang lolos. Ia menjentikkan jarinya, membuat kobaran api kecil di depan beberapa peserta dan berkata."Kalian dengan api di depannya lolos ujian selanjutnya, sedangkan yang tidak muncul api pulanglah dan belajar lagi!" Hampir dari setengah peserta tidak mendapatkan a
Dong Waru yang tengah berbincang santai jadi menoleh ke arah Akara. Ia lalu bertanya saat melihat remaja yang clingak-clinguk itu. "Ada apa nak?" "Ahh tidak apa-apa!" jawab Akara yang langsung memasukkan semua bahan obat ke dalam tungku. "Hahaha lihatlah anak itu sangat gugup!" "Memasukkan semua bahan? Nekat sekali anak ini!" Mereka menertawakannya. Pasalnya, untuk membuat pil Pembentukan Energi tidak perlu Cengkeh api dan Kecombrang petir. "Maaf!" seru Akara, lalu seketika muncul energi dingin di bawah tungkunya."Apa yang terjadi?" Dong Waru pun ikut terkejut melihat energi dingin yang cukup besar, menyebar dengan cepat ke segala penjuru. Energi dingin yang cenderung lebih berat dari udara normal, membuatnya hanya setinggi beberapa centimeter di lantai hingga menutupi aura alkemis mereka. Anehnya, cahaya ungu dari aura alkemis milik Akara bersinar lebih terang dan lebar dari semua orang. Api pada tungkunya juga menyala besar dan sta
"Kata guruku level aura tidaklah penting, yang terpenting adalah bagaimana dirimu memurnikan pil dan seberapa bagus hasilnya," jawab Akara, hingga membuat Dong Waru semakin penasaran, untung Aulia segera menepuk pundak Dong Waru dan berkata."Dia menutup aura alkemisnya sebelum pemurniannya berhasil sepenuhnya. Pasti ada alasan dia melakukan itu, sebaiknya tidak perlu mengungkitnya." Dengan berat hati Dong Waru menuruti permintaan Aulia dan tenang kembali. Kini pemurnian telah selesai dan tengah dinilai pil hasil pemurnian mereka."Mala Jati, berhasil memurnikan pil Pembentukan Energi level dua! Lulus sebagai alkemis level satu." Dong Waru memberikan sebuah lencana kepada Mala Jati."Gara-gara kalian berdua! Kalau tidak, pasti bisa lebih tinggi," ujar Mala dengan cemberut setelah mengambil lencana Alkemis miliknya. "Kamu sudah bagus!" Aulia mengusap lembut kepala Mala Jati sambil tersenyum, membuat gadis itu jadi tenang kembali. Ki
Setelah ujian selesai.Di depan ruang ujian, Mala Jati dan Aul Besiah menemui Akara."Yo Akara!" seru Mala Jati sambil mengajak tos Akara, walau dengan ragu, ia membalas tosnya."Dia Aul Besiah!" Mala mendorong tangan Akara untuk bersalaman pada Aul Besiah."Akara!" "Aul!""Wohhh alkemis tingkat tiga!" seru Mala saat melihat lencana di dada kiri Akara. "Kenapa tidak mau masuk akademi?" lanjutnya."Bukan tidak mau, tapi beberapa tahun lagi,""Oh? Padahal kamu bisa berkembang sangat pesat di akademi,"Sebagai orang pada umumnya tentu akan berkembang pesat di akademi, namun tidak dengan Akara. Mau berlatih sekeras apapun, ia tidak akan naik ranah jika tidak mendapatkan Esensi Surgawi.Pintu ruangan terbuka dan keluarlah para peserta ujian yang ternyata baru selesai. Mereka langsung menjabat tangan Akara dan berterima kasih kepadanya. Lencana di dada kiri mereka menandakan mereka berhasil melalui ujian Alke
Pria berbaju hijau masih terbang di udara, mengamati remaja buronannya dan seorang gadis bertopeng serigala. Berada di tanah lapang yang niat awalnya untuk mencegat gadis itu, namun sekarang malah membuat terjebak. Senjata makan tuan, ia tak bisa kabur, lebih tepatnya tak ada yang membantunya untuk kabur. Di tanah yang lapang tanpa satupun pepohonan hanya bisa mengandalkan kecepatan, namun lawannya adalah seorang abadi di ranah Asmaradana. Dengan satu kepakan sayapnya saja bisa melesat puluhan meter dalam satu detik. Adapun gadis itu, namun ia tidak berada di pihaknya dan malah ikut memojokkannya.Akara tetap tenang untuk berpikir rasional, namun keringat yang bercucuran di wajahnya tidak bisa menutupi kepanikannya. Ketiganya masih berdiam diri dan hanya saling menatap, mewaspadai satu sama lain hingga akhirnya pria itu buka mulut."Nona kecil, apa memiliki keluhan dengan bocah itu juga?"Gadis bertopeng dengan rambut kucir kuda itu hanya diam saja, bahkan
Berbeda dari energi dingin yang tercipta saat melakukan pemurnian, kabut ini menyebar dengan liar ke segala arah. Perubahan suhu udara secara tiba-tiba, ditambah udara hutan yang lembab maka terciptalah kabut itu. Kini Akara tidak terlihat di dalam kabut, namun ia masih bisa mengawasi menggunakan mata ularnya. Situasi yang menguntungkannya, sekaligus membantu gadis bertopeng. Gadis itu ternyata melesat dengan mudah di dalam kabut yang menutupi pandangan, bahkan langsung menemukan keberadaan Akara."Mampu.."Baru saja gadis itu angkat bicara, namun pria berpakaian hijau melesat dan mengayunkan kampak besarnya secara acak. Hembusan angin saat ia terbang juga menyapu kabut putih hingga mereka terlihat kembali."Tikus-tikus kecil!" Ia langsung mengejar kedua remaja yang dengan cepat diselimuti kabut putih kembali. Walau begitu, ia tetap menerjang dan 'wushh' gadis bertopeng melesat keluar dari kabut ke arahnya. Gadis itu mengepalkan tangannya, dengan
Pemilik aura berwarna oranye dengan dua pola itu tidak dapat ditemukan, namun bisa membuat efek tekanan dan menciptakan kristal seperti itu. Ratusan kristal yang mengurung mereka seperti sangkar, juga terlihat samar-samar asap keunguan yang tersebar. Secara bersamaan semua kristal itu diluncurkan, dibarengi kobaran api di tubuh Akara dan hentakan enegi merah di tubuh gadis bertopeng."Awas!" teriak gadis bertopeng sambil berlari ke arah Akara. Akara bisa berdiri kembali dengan tubuh diselimuti kobaran api, sambil mengayunkan kedua pedang kayunya. Ada juga belati yang terus dilemparkan gadis itu untuk membantu Akara menangkis, namun tetap saja ada beberapa kristal yang lolos dan mengenainya. Lengan, pundak dan kakinya telah terluka, lalu kristal yang terjatuh di tanah menjadi ranjau. Kristal runcing itu tertancap di tanah seperti duri dan sialnya ada racun yang menyelimutinya. Beruntung bagi Akara, tubuhnya diselimuti api yang membakar racun pada lukanya.