Share

Bab 7

"Apa maksudmu Anis?" tanya Tara bingung atas pernyataan dan pertanyaan Anis barusan.

"Kamu tak perlu mengelak lagi Tara, Kamu kan yang menyebarkan gosip tentang Aku dan Azlan tadi? Karena hanya kamu yang masuk ke kelas saat ... Kau tahu sendiri kan apa maksudku? Tapi tenang saja Tara, jika memang begitu tak sukanya kau pada kedekatanku dengan Azlan, AKu akan __ "

"Sudahlah Anis, mengapa sekarang Kau yang mengalah padanya?" Shela yang memang sejak kedatangan Tara ke kelas tadi sudah menampakkan ekspresi tak suka, langsung menyela perkataan Anis dengan lantang dan berbalik menatap Tara dengan pandangan sinis dan bertanya, "Hanya karena Azlan memilih duduk di sampingmu, Kau merasa lebih baik dari AnisR? Lihatlah dirimu Tara, apa perlu Aku pinjamkan cermin untuk kau berkaca?" 

"Benar sekali Anis, Aku tadinya juga tertarik pada Azlan, tapi melihatmu bersamanya Aku langsung mundur, karena Aku merasa Kau lebih pantas untuknya! Sedangkan Kau Tara, Kau bahkan tak bisa di samakan denganku. Bagaimana kau akan bersaing dengan gadis tercantik di kelas kita?" Rena mendukung pernyataan Shela dengan sedikit malu-malu karena secara gamblang ia menyatakan ketertarikan pada sosok Azlan.

Selain Shela dan Rena, gadis yang lain akhirnya ikut memojokkan Tara atas sesuatu yang Tara tidak ketahui. Ia hanya memergoki Anis dan Azlan di kelas tadi, itu pun secara tidak sengaja. Gadis yang kini diberondong dengan kalimat sinis dan pedas itu merasa waktunya terlalu berharga untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak penting, dan mengurusi hubungan percintaan orang lain adalah salah satu diantaranya.

"Maaf teman-teman semua, kalian sudah salah paham! AKu tak pernah tertarik sedikitpun pada pria yang baru beberapa jam lalu ku temui! Aku juga hanya peduli pada nilaiku di sini, tak ada sediktipun niatku untuk menggoda siapa pun dan mencampuri urusan orang lain!" Tara jengah juga setelah diberondong dengan berbagai tudingan yang tak masuk akal baginya. Bahkan semut akan mengigit orang yang sudah menyakitinya, bagaimana ia akan diam saja dengan fitnah yang tengah dilontarkan padanya. 

"Bisa bicara juga ya kau! Tadi kau tak menggubris sama sekali. Apa sekarang sudah mulai merasa terusik? Tenang saja Tara, ini baru awalnya saja. Berani Kau bertingkah, jangan harap kau bisa tenang kuliah di sini!" batin Anis sambil tersenyum samar. 

"Benar kata Tara, sepertinya kalian sudah salah paham. Aku pun begitu, maafkan Aku Tara ... Ku pikir tadi kau yang telah menyebarkan rumor itu __" ucap Anis dengan wajah yang hampir menangis dan semakin membuat teman-temannya menaruh simpati pada Anis.

"Kasian Anis, walaupun di sini dia yang jadi korban gosip tapi malah minta maaf. Aku semakin mendukung Anis dan Azlan." 

"Aku juga!"

Berbagai ucapan dukungan untuk Anis pun mengalir dari teman-temannya. Tara hanya melihat semua itu dengan lega. Setidaknya sekarang mereka tak akan mengusiknya lagi, atau setidaknya berhenti memojokannya. Ia memilih untuk mendengarkan musik yang mampu menenangkannya. Sepuluh menit lagi kuliah akan dimulai, ia hanya harus bertahan sampai waktu itu tiba. 

Jika para gadis itu sekarang mulai sibuk memuji Anis, sebaliknya para pria hanya menatap mereka dengan bingung. Para gadis itu berubah mood dengan sangat cepat. Mereka lebih memilih untuk jadi penonton karena tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi sejauh yang mereka dengar semua ada hubungannya dengan Azlan, si mahasiswa baru. 

Sebuah alasan yang cukup bagi Darren untuk makin membenci sang pemeran utama yang sampai sekarang belum terlihat batang hidungnya di dalam kelas. 

"Apa yang menarik darinya? Baru beberapa jam di kelas ini, tapi lihatlah kehebohan yang terjadi setelah kedatangannya?" Daren berucap kesal pada Erik yang langsung menganggukkan kepalanya berulangkali. 

"Selama dua tahun AKu di kelas ini, belum pernah melihat para gadis itu mengusik Tara. Entah apa yang sudah ia lakukan sampai semua begitu membencinya? Aku benar-benar bingung!"

"Anis juga tak pernah meminta maaf pada siapa pun, tapi karena si Azlan yang tak jelas itu ia terlihat seperti gadis yang lemah, dan AKu tak suka itu!" Daren menatap Anis dengan perasaan terluka, gadis itu bahkan tak pernah meliriknya sedikitpun, dan sekarang hanya demi seseorang yang baru di kenalnya, gadis yang jadi mimpi di setiap malamnya itu terlihat putus asa. "Erik, AKu ingin tahu kelemahan Azlan secepatnya. Agar ia tak semakin berulah!" ucap Darren dengan rahang yang menegang.

"Tenang saja, setelah Aku dapat info dari Ardi Kau akan jadi orang pertama yang Ku hubungi."

Pembahasan mereka terhenti karena Pak Rizal, sang Dosen yang dinanti telah masuk. Perhatian Tara dan semua mahasiswa pun kini beralih ke depan kelas sepenuhnya. Mereka mengikuti perkuliahan selama dua jam dengan tenang. 

Setelah Pak Rizal keluar dari kelas, Tara langsung beranjak dari kursinya. Begitu pun dengan Darren dan para pria di kelasnya. Semakin cepat ia melangkah saat para gadis di depannya sudah mulai bergerombol seperti beberapa saat lalu. Tara tak mengerti untuk apa mereka masih berkumpul di kelas saat tak ada mata kuliah lagi hari ini. Tapi itu bukan urusannya, ia hanya ingin segera pulang ke kost secepatnya. Hari ini terasa lebih panjang dan berat dari hari lainnya. 

Gadis yang rambutnya selalu terikat itu melangkah semakin cepat, hampir seperti berlari. Ia tak peduli dengan kalimat-kalimat sumbang yang mulai keluar dari teman-teman di depannya. 

"Ada yang mau melarikan diri rupanya!"

"Jika Aku jadi Dia juga pasti sekarang merasa sangat malu karena sudah menggosipkan teman sendiri!"

"Iri tanda tak mampu!" Serta masih banyak celetukan lainnya secara bergantian mereka ucapkan yang diakhiri dengan tawa. 

Tara Nadira tetap melangkah diantara ucapan-ucapan sinis itu. Dalam hitungan waktu yang terlalu cepat ia telah sampai di tempat mereka, Tara hanya menatap ke depan di mana pintu keluar sudah di depan mata. 

Gadis yang tak pernah mengenal polesan makeup seperti mereka yang menertawainya itu terus menatap lurus ke depan, sampai ia tak sadar saat ada salah satu dari para gadis di depan pintu menjulurkan salah satu kakinya agar Tara tersandung dan terjatuh. Tentu itu akan jadi sebuah tontonan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. 

Benar saja, begitu tara menyentuh kaki itu ia kehilangan keseimbangannya dan kakinya tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya yang mengakibatkannya condong ke depan dan Tara hanya bisa menutup matanya pasrah jika memang ia harus jatuh saat itu juga. Setidaknya ia akan jatuh di luar kelas, jadi Tara hanya harus bangkit dan pulang ke kost. Itu yang ada di pikirannya, ia langsung membuka kedua tangannya dengan lebar agar bisa mendarat ke lantai tanpa sakit, setidaknya bukan kepalanya yang jatuh lebih dulu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status