Terimakasih telah membaca chapter <#32 Pemberian> ini. Sampai jumpa di chapter selanjutnya! (Kritik dan saran sangat diapresiasi)
Ketika ia mendapatkan kesadarannya, ia dapat rasakan berbagai tatapan menusuk tajam ke arahnya. Ia membuka kedua matanya. Berbagai macam makhluk hidup, mulai dari yang seukuran telapak tangan hingga yang mengalahkan tinggi pepohonan sekalipun telah berdiri membuat lingkaran di sekeliingnya. Para makhluk udara meminjam tubuh para makhluk darat untuk bertengger di atasnya. Dan daripada semua itu, mata bulat mereka yang terbuka lebar membuat suasana menjadi cukup menyeramkan. Siapa dia? Siapa dia? Aku baru pertama kali melihat dia. Aku juga baru pertama kali melihat dia. Dia tidak memiliki bulu. Dia juga tidak memiliki sayap dan mulut. Tapi benda apa yang tergantung di belakangnya itu? Iya, benda apa itu? Apakah enak? “……..” Ia terdiam. Tidak tahu harus merespon apa. Apa ini? Jerapah bersayap angsa? Babi bertubuh serigala? Tupai berkepala kelelawar? Hah? Srek “!!” “Woi!” Ia refleks berbalik dan berteriak, membuat seekor makhluk yang menggunakan belalainya untuk mengangkat ram
[Hari kesepuluh Rosa berlatih di bawah pengawasan seniornya] Wungg… drap drap drap drap… "Hosh.. hosh... Huff.." Dengan langkah yang panjang dan mantap, ia terus berlari di tempat lantaran terhalang oleh lingkaran besi yang membatasi perpindahannya.. "Lebih cepat lagi!” "Ba... Baik..!" jawabnya dengan napas yang tersengal. Aku memang tidak bisa merasakan sakit, tapi tubuh ini juga butuh istirahat hoi! Angka spidometer yang terpampang di layar monitor terus menunjukkan penurunan. Melihat itu, seniornya yang berdiri di sampingnya itu mengaktifkan sebuah layar pengaturan dan menekan beberapa tombol. Karena sibuk mengambil napas, ia jadi tidak bisa berbicara meskipun ingin bertanya. Pip! Pip…! "Hmm..." Pats! Tiba-tiba pandangannya yang semula adalah ruang latihan berubah menjadi sebuah stadion yang besar dan sangat luas. Sama sekali tidak terlihat ujungnya. Lalu, karena penasaran akan apa yang ada di belakangnya, ia mengambil ancang-ancang untuk menengok ke belakang. Dan ketika m
-Lantai 49, ruang utama- Masih dalam suasana yang kontras seperti sebelumnya. Rosa menghabiskan waktu dalam diam bersama dengan senior yang melatihnya di atas sofa, sementara dua seniornya yang lain masih memperdebatkan persoalan yang sama. “Keras kepala sekali sih! Kita udah empat tahun bareng-bareng kan? Harusnya kamu paham aku itu orang yang bagaimana!” “Justru karena tahu kamu itu orang yang seperti apa makanya aku tidak percaya kata-katamu!” “Oh, perlu bukti? Oke! Hey, Empat!” teriak Dua pada Barrelth yang baru saja masuk ke ruangan. Terlihat segelas minuman menyerupai kopi di tangannya. “Ck, apalagi…” Barrelth berjalan menghindari keduanya. “Perlihatkan rekaman cctv dari ruangan vr sampai ruang utama ini!” “….cari sendiri.” balas Barrelth yang kemudian menyeruput minumannya. “Hey… tolong seniormu ini lahhh…” rengek Dua. Barrelth masih tidak menghiraukan. Akhirnya Dua mengeluarkan jurus menyogoknya– “Nanti aku beliin cemilan deh. Mau yang mana, ambil saja semaumu.” “Di s
-Lantai 39, Toko Roti- Bip! "Silahkan melakukan pembayaran anda." Suara yang terdengar dari mesin yang berada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, muncul sebuah nominal angka pada bagian layar. [Total : 1672 Am]. Rosa lalu mendekatkan lengannya ke mesin tersebut. Bip! [Pembayaran berhasil] "Terimakasih telah berbelanja." Wungg… tap.. tap.. tap.. "Balik ke arah jam delapanmu, lurus terus sampai ketemu pintu keluar. Dah, selesai." jelas Barrelth dari seberang telepon sebelum mematikan mikrofonnya. Tanpa menjawab, Rosa pun mengikuti instruksi tersebut. Sesekali ia mampir dan berhenti sebentar untuku melihat berbagai macam kue, roti, bolu, dan aneka macam hidangan penutup serta manisan dari berbagai belahan dunia. Tut! “Woi, jangan malah ngeluyur. Cepet balik.” ucap Barrelth yang menghidupkan kembali mikrofonnya. Mendengar itu, Rosa langsung mencuri-curi pandang ke arah langit-langit di sekitarnya hingga menemukan sebuah kamera cctv yang sedang menyorot ke arahnya. “……….” “Bwee
-Lantai 140.5, tangga antar lantai- Tep.. tep.. tep.. Haa... Kenapa dari kemarin aku tidak lewat sini... Rosa membatin ketika mengingat pengalamannya sewaktu turun melewati tangga darurat. Berbeda dengan tempat yang kotor dan sempit itu, tangga yang ia lewati terlihat bersih dan terawat. Cukup banyak juga orang-orang yang berlalu lalang naik dan menuruni tangga. Namun, meskipun memiliki umur, penampilan, maupun status pekerjaan yang berbeda, orang-orang itu memiliki satu persamaan yang cukup menojol. Mereka sedang turun tangga tapi mata mereka malah menatap ke layar hp... eh, benda apa ini namanya? Multifunction Gadget? Ah apalah itulah! Apa mereka tidak takut jatuh atau nabrak..? Di bawah sana kan banyak kendaraan lalu-lalang... pikir Rosa setiap kali berpapasan dengan orang-orang yang berjalan berlawanan dengannya. Kemudian dari kejauhan, terlihat sosok seseorang yang tidak asing di matanya. "Hey, Mari!" sapa Rosa. Yang dipanggil hanya menoleh dan mengatakan, "Hm? Kamu...?" "Ak
-Lantai 49, lapangan serbaguna- Klang! Drap- drap- drap- drap- Dengan cekatan Rosa melompat dan menghindari seluruh rintangan yang dilihat oleh matanya. “Delapan langkah, lalu… oop!” teriaknya menghentikan lajunya sekuat tenaga. Jegrak! Setelah hologram yang menyerupai gergaji tersebut kembali masuk ke dalam tanah, ia pun lanjut berlari. Seperti game ‘Larian Kuil’ saja! batinnya setelah melompat, berbelok, dan ngesot berkali-kali. Ketika sudah tampak rintangan selanjutnya di ujung sana, ia menyeringai, lalu memakai hoodie-nya, langsung mempercepat larinya, kemudian mengambil ancang-ancang dan… Tep-Wush! Lompatan yang hampir melebihi tiga meter itu sukses membuat seniornya melongo kaget. Tapi belum cukup sampai disitu Satu dengan Tiga kembali dibuat kaget dengan Rosa yang menempelkan kedua kakinya di salah satu sisi dinding dan kedua tangannya di sisi lainnya untuk berjalan sembari menghindari sinar-sinar yang tampak. Kok bisa begitu…?! batin para senior. Setelah berguling dan ber
Edan! Gila! Kelainan! Psikopat!! Dengan langkah yang terburu-buru, Rosa menerobos kerumunan dan berjalan menaiki tangga. Tak jarang ada orang yang berteriak karena tertabrak olehnya, tapi ia hanya membungkuk sebagai tanda meminta maaf dan lanjut berjalan tanpa menghentikan langkahnya sama sekali. . . . -Lantai 140, Primus blok S-64- Drap drap drap… Ceklek! Brak! Cklak! Dengan kasar ia menutup dan mengunci pintu ruangannya. Samar-samar terdengar teriakan penghuni ruangan sebelahnya, “Hey, siapa itu?! Ganggu tidur saja!” Namun ia sama sekali tidak menghiraukan. Aku ingin muntah…. “Haah… Haah…” Tapi tidak ada yang bisa kumuntahkan… Peristiwa tersebut masih teringat jelas olehnya. Lantas, berbagai pertanyaan terlintas di benaknya. Siapa sebenarnya orang-orang itu? Kenapa mereka dibawa dan di-isolasi di lantai itu? Dan kenapa orang-orang lain yang di luar lantai itu terlihat menjauhi dan menganggap mereka sebagai hal yang tabu? “!!” Tiba-tiba ia terpikirkan sebuah ide. Ia
Alam bawah sadar, sesuatu yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup, entah itu hewan maupun manusia. Berisikan akan kenangan, memori, perasaan, hasrat, maupun trauma yang tidak mengenakkan sekalipun. Dan alat ini, adalah alat yang dapat memvisualisasikan 'hal yang paling ditakutkan' tersebut. Mind Interpreting System, atau yang biasa disebut sebagai MIS ini, kerap kali digunakan dalam bidang psikologis. Namun, diperlukan sebuah kondisi sebagai salah satu syarat utama untuk menjalankan sistemnya, yakni orang yang akan ditafsirkan harus dalam keadaan tertidur… atau tidak sadarkan diri. | Bip.. bip.. bip.. Bunyi sebuah mesin dengan monitor yang menampilkan layar hitam kosong. “Bagaimana?” tanya Dua. “Seperti yang kau lihat, tidak ada respon apapun dari otaknya.” jawab Empat. “Ini sudah yang kedua kalinya lho… Kemarin hasilnya juga seperti ini…” ujar Satu. “……” Tiga hanya diam. Tiba-tiba Barrelth keluar dari ruangan pengawas, berjalan masuk ke dalam ruangan pasien dan mulai mencab