Seseorang itu ambruk ke lantai. Dia bahkan tidak sempat melihat orang yang sudah membuatnya terjatuh. Hanya terdengar erangan kesakitan sesaat sebelum kemudian tak sadarkan diri. Ada aliran darah yang turun dari bagian kepalanya yang terluka dan menjadi tetesan berwarna merah pekat ke lantai.Qiana gugup melihat hasil dari pukulannya. Itu di luar dugaan. Dia berharap orang yang ternyata adalah Aland itu masih hidup. Setelah memeriksa keadaan lorong dan memastikan tak ada siapa pun, bergegas Qiana keluar kamar. Dia memacu langkah ke arah bagian belakang bangunan. Setelah melewati lorong yang tidak terlalu panjang dengan beberapa kamar di kiri kanannya, Qiana menemukan sebuah pintu keluar yang tidak terkunci.Halaman belakang tampak tidak terawat. Rumput-rumput tumbuh meninggi dan liar. Beberapa pohon besar berada di sisi dalam tembok pembatas dari pemukiman di luar.Qiana sudah memikirkannya selama beberapa jam. Pemukiman yang tak tertata baik itu sangat tepat sebagai jalan meloloskan
Qiana berjalan dengan perlahan. Sesekali dia meringis menahan rasa nyeri di kakinya. Ada perasaan cemas yang makin menjadi. Dia tidak mengenal siapa pun di sini. Dimana dia akan bermalam? Sementara malam akan semakin larut. Dia pun sudah kelelahan dan lapar. Di depan sebuah bangunan yang tampaknya sudah tidak ditinggali lagi, sekelompok pemuda tampak berkumpul sambil sesekali mengganggu pejalan kaki yang lewat. Jarak antara mereka dan Qiana sudah cukup dekat waktu gadis itu menyadari bahwa akan terjadi masalah. Sudah terlambat untuk berbalik arah. Mereka sudah melihatnya.Qiana menghentikan langkahnya saat seorang dari mereka yang bertubuh gemuk mendekat. Dia terlihat senang ketika melihat Qiana. Di belakangnya, tiga pemuda lain mengiringkan.“Hallo, Nona cantik. Apa kau sendirian? Mau kutemani?” Si gemuk pendek bicara sambil tertawa-tawa.“Bagaimana kalau kau pilih salah satu di antara kami untuk menghabiskan malam ini?” Seorang yang lain yang bertubuh paling tinggi bicara.“Tapi
Seorang wanita berusia di awal tiga puluhan dan seorang lelaki yang tampaknya lebih muda berjalan ke arah kelompok pemuda dengan Qiana yang terperangkap di antara mereka. Si wanita mengenakan wig merah muda lurus dengan panjang melewati punggung. Bajunya terusan ketat lengan panjang selutut berwarna perak. Sepatunya high heels lima belas senti. Wajahnya terlihat jauh lebih muda dari usianya.Sementara si lelaki seorang bertubuh tinggi besar mengenakan kaos dan jaket kulit hitam. Rambutnya serupa duri-duri yang mencuat dari kepalanya. Wajahnya kaku tanpa ekspresi. Sikapnya lebih sebagai pengawal dibanding pasangan.Pemuda bertubuh tinggi yang tadi menampar Qiana menatap terpesona pada si wanita begitu pun yang lainnya. Jalanan Dixon akhir-akhir ini makin suram saja dan langka dari pemandangan seperti hari ini. Kapan lagi mereka bisa melihat gadis-gadis cantik berseliweran. Biasanya malam hari jalanan lebih sebagai etalase bagi pelacur bermake up tebal dan para hidung belang. Sedangka
Qiana tercengang dengan pemandangan sepanjang jalan. Semakin malam, daerah itu menjadi semakin ramai dengan para penjaja cinta. Pengemis dan gelandangan tidur sembarang di depan bangunan yang tutup. Para preman terlihat mengganggu pejalan kaki yang lewat. Semua itu tidak pernah dilihatnya di Yardley.“Apa kota ini sangat miskin?” Qiana tiba-tiba melontarkan pertanyaan itu karena tidak tahan lagi.“Hanya daerah Dixon.” Darla mengikuti arah pandang Qiana. “Dixon bagian Nortbert yang paling suram. “Kenapa bisa?”Darla mengangkat bahu. “Entahlah. Mungkin ada orang-orang yang tak ingin tempat ini menjadi lebih baik.”“Apa kau tak ingin pindah?”Darla tertawa. “Sebenarnya, aku ingin juga. Tapi kupikir kehidupanku cukup baik di sini.”Qiana bisa melihatnya. Dibandingkan orang kebanyakan, Darla terlihat lebih baik Mereka tiba di depan sebuah bangunan tiga lantai yang di depannya terdapat sebuah papan neon dengan tulisan Blood of Devil. Orang-orang ramai berjalan masuk melewati pintu yang di
“Kenapa tidak? Aku kenal beberapa gadis yang berpacaran dengan orang-orang kaya.”“Eh, Kakak. Aku tidak punya pacar seperti itu. Kalau tidak, dia pasti akan mencariku.” Qiana kelabakan membantah. Itu terdengar seperti ditujukan padanya.“Hm.” Darla memikirkan kemungkinan lain tapi tak menemukannya. “Kau pergilah beristirahat. Aku akan ke bawah dulu. Klub malam ini sangat ramai. Sering terjadi keributan. Jadi aku harus berjaga-jaga untuk membereskannya.”Namun sebelum Darla beranjak pergi, Qiana teringat sesuatu. “Kau katakan terjebak di sini. Apa maksudnya?”Darla sudah bangkit berdiri dari duduknya saat dia berkata, “Ada satu hal yang harus kau ketahui. Siapa pun yang masuk ke Dixon, dia tidak akan bisa keluar dengan mudah.”“Kakak, jangan bercanda. Kau membuatku takut. Maksudmu, aku tidak bisa keluar begitu saja dari Dixon. Kenapa? Apa ada aturan yang melarang orang untuk keluar dari sini?”“Jalan utama keluar Dixon selalu dijaga oleh orang-orang Loko. Mobil-mobil yang membawa bara
Semua mata menatap gadis dengan rambut pendek berwarna coklat yang bernyanyi dengan penuh penghayatan. Klub yang biasanya riuh saat itu menjadi sunyi. Hanya suara lembut sang penyanyi baru yang memenuhi ruangan. Qiana telah mencoba berlatih sepanjang siang. Hanya dua lagu. Keduanya lagu favoritnya sewaktu sekolah dulu. Musim Semi Tanpamu yang membuatnya kehilangan beberapa lirik karena tiba-tiba teringat ibunya dan Kekasih Terakhir yang dinyanyikannya dengan perasaan melayang-layang karena tidak tahu harus menghubungkannya dengan siapa. Ned Zavier tidak masuk dalam kategorinya.Tepuk tangan memenuhi udara klub bercampur dengan riuh pujian dan permintaan beberapa lagu lagi. Tapi Qiana keburu menghilang ke balik tirai dan berusaha menghapus sisa airmatanya.“Suaramu bagus. Semua menyukainya. Kau bilang tidak pandai menyanyi.” Darla tiba-tiba muncul di belakangnya. Malam ini dia memakai wig berwarna biru terang. “Dulu aku pernah ikut les vokal. Tapi sudah lama.” Qiana menarik wig cokla
“Thomas Delamo.” Loco bergumam lalu terkekeh sendiri. Qiana baru saja menceritakan padanya bagaimana dia dari Yardley bisa sampai ke Dixon. Dan nama Thomas Delamo bagi Loco terdengar seperti sebuah lelucon. Dia tidak terlihat takut sama sekali.“Jadi Paman, aku harus segera pergi dari sini. Kalau tidak lelaki menakutkan itu akan mencariku hingga Dixon dan mengacaukan daerah yang damai ini.” Qiana mencoba memberi alasan bagi Loco untuk membiarkannya pergi dengan menghubungkannya pada ‘keamanan Dixon’. Dia pikir Loco tidak akan suka jika daerah kekuasaannya menjadi kacau oleh sesuatu yang bukan urusannya.“Kau ingin pergi? Lalu siapa yang akan bernyanyi di sini? Aku berjanji akan lebih sering datang untuk melihatmu bernyanyi dan memberi tip yang besar.” Loco menepuk pipi Qiana yang wajahnya sudah merengut karena penolakannya. “Lagipula, apa kau punya uang? Darla pasti sudah memberitahu aturannya. Selama kau tidak mampu membayar uang tebusannya, kau tetap menjadi rakyatku di sini,” uja
“Qiana!” Darla nyaris pingsan mendengar ucapan Qiana. Wajahnya memerah. Qiana cuma tertawa melihat Darla yang menjadi sangat malu karenanya. Lagi-lagi dia mengabaikannya. “Tapi aku tidak tahu bagaimana memanggilmu nanti. Mungkin aku akan mengubahnya menjadi “kakak’ kalau kalian menikah.”Astaga!Darla di sebelah Loco memijit keningnya. Dia merasa menyesal telah mengenalkan Qiana pada Loco. Gadis ini semalam tidak terlihat pandai bicara seperti sekarang. Saat itu dia terlihat sangat kasihan.“Apa menurutmu kami cocok sebagai pasangan?” Loco juga tidak mempedulikan Darla. Dia tertarik mendengarkan pendapat Qiana.“Kalian akan menjadi pasangan yang sempurna. Kau akan membuat Dixon jadi lebih baik karenanya. Lalu anak-anak kalian akan tumbuh sebagai anak-anak yang tampan dan cantik, pandai dan hebat. Mereka akan menjadikan Dixon distrik terbaik di Nortbeth.” Sesungguhnyalah Qiana sedang menyindir kondisi Dixon yang menyedihkan saat ini. Dan harapan dalam kata-katanya diucapkan dengan kes