"Siapa dia?" Tanya Kemal saat dalam perjalanan pulang."Dia temanku waktu sekolah dulu," jawab Shanum."Jangan sekali-kali bertemu dengannya! Aku tidak suka!" Cetus Kemal."Iya, lagian tadi kan nggak sengaja." Tutur Shanum.Kemal mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, "Aku tidak melarangmu berteman. Sama siapa saja boleh, asal jangan sama ulat bulu yang tadi." Pungkas Kemal."Dia manusia mas, bukan ulat bulu. Hati-hati ah kalo ngomong," ujar Shanum sambil tertawa.Kemal tersenyum, dia sangat senang jika melihat senyum dan tawa Shanum. Meskipun Shanum terkadang masih bersikap dingin dan jaga jarak, tapi Kemal tetap bahagia karena Shanum masih mau diajak bercanda.Shanum sudah tertidur di bangkunya, rasa kenyang membuatnya menjadi mengantuk. Sesampainya di rumah Kemal tidak membangunkan Shanum, dia menggendong istrinya hingga ke kamar. Setelah itu barulah dia membawa barang-barang belanjaannya.Selagi Shanum masih tertidur, Kemal mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseoran
"Entah kenapa, aku menyukainya." Cetus Arfan.Kemal duduk bersandar di sofa. Dia memikirkan kata yang tepat untuk dia katakan pada sahabatnya."Cari tahu dulu, jangan asal suka. Siapa tahu saja dia sudah punya kekasih," kata Kemal."Karena itulah aku datang kemari, aku ingin bertanya tentang Khansa pada Shanum." Tutur Arfan."Jangan sekarang, nanti dia semakin kebingungan. Aku takut itu nanti akan berakibat buruk pada bayinya," kata Kemal.Kemal pun menjelaskan pada Arfan bahwa Shanum belum tahu siapa dirinya. Kemal juga bercerita tentang pria lain yang Shanum cintai.Kemal menasehati Arfan agar lebih teliti lagi, jangan sampai salah ambil langkah. Mencinta boleh tapi cari tahu dulu tentang status Khansa, siapa tahu saja dia sudah ada pilihan yang lain.Arfan mendesak Kemal untuk memanggil Shanum. Dia harus mengetahui status Khansa lebih awal agar tidak terlanjur jatuh cinta pada gadis itu."Ayo lah Kemal, please!" Arfan menangkupkan kedua tangannya di depan dada, memohon pada Kemal a
Semenjak malam itu, Arfan sedikit jaga jarak dengan Khansa. Dia memikirkan setiap perkataan yang diucapkan oleh Kemal. Perubahan sikap Arfan membuat Khansa bingung, karena setiap bertemu dengannya, Arfan selalu menghindari dirinya."Pak! Tunggu!" Khansa mempercepat langkahnya saat melihat Arfan berada di parkiran.Arfan celingukan lalu mengarahkan jari telunjuk ke arahnya sendiri, "Saya?" Tanyanya."Iya, siapa lagi? Di sinikan cuma ada bapak." Jawab Khansa."Apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan, Khansa?" Nada bicara Arfan yang formal membuat Khansa mengurungkan niatnya. Awalnya dia berfikir jika sudah selesai jam kantor, mereka bisa bersikap lebih santai seperti layaknya teman, bukan antara atasan dan bawahan.Tapi, ternyata Arfan masih bersikap seolah jam kerja masih berlangsung."Tidak ada, permisi!" Khansa membungkukkan sedikit tubuhnya lalu pergi membawa kekecewaan.Arfan menatap nanar kepergian Khansa. Ingin rasanya dia menahan gadis itu, namun jauh di lubuk hatinya me
Ciiiit!!! Malik menginjak rem mobilnya secara mendadak. Untung kondisi jalanan sedang sepi."Kenapa sayang? Ada apa?" Tanya Malik."Mau itu!" Tunjuk Tisha ke arah toko roti."Astaga sayang, mas kira kamu kenapa? Ya sudah, tunggu sini! Biar mas yang turun. Mau kue apa?" Tanya Malik."Roti isi sayur pedas," jawab Tisha."Emang ada?" Tanya Malik."Nggak ada ya?" Mata Tisha berembun dan wajahnya terlihat sangat sedih.Malik menarik pelan kepala Tisha lalu mengecup keningnya, "Tunggu di sini, mas beli kue yang kamu mau." Kata Malik.Malik turun dari mobil lalu masuk ke toko tersebut."Selamat siang! Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan setelah menyapa Malik terlebih dahulu."Siang!" Malik membalas sapaan dari pelayan toko."Begini, istri saya sedang hamil. Dia menginginkan roti isi sayur pedas dari toko ini. Apa kalian bisa mewujudkan keinginan istri saya? Berapa pun harganya akan saya bayar!" Cetus Malik."Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan tanyakan hal ini pada orang dapur."Pelayan it
Shanum masih tertidur di kasurnya, pergulatan panasnya dengan Kemal membuatnya lelah hingga tertidur.Tidak ada lagi rahasia di antara keduanya, kini tidak ada lagi yang harus ditutup-tutupi. Kemal sudah tidak ada di kamarnya, dia sudah pergi untuk menemui rekan bisnisnya.Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, namun Shanum masih betah berada di bawah selimutnya.Hingga Kemal kembali, Shanum masih berada di kasurnya."Apa aku sudah membuatmu lelah?" Tanya Kemal sambil masuk ke selimut yang sama dengan Shanum."Hemmm!" Hanya deheman saja yang terdengar sebagai jawaban, namun matanya tetap terpejam."Aku membelikan makanan untukmu, makanlah dulu baru setelah itu kamu tidur lagi." Tutur Kemal.Shanum membuka matanya lalu menutupi wajahnya dengan selimut."Jangan menatapku seperti itu, aku malu." Kata Shanum.Kemal membelai rambut Shanum dengan lembut, "Kenapa harus malu?" Tanya Kemal sambil tersenyum.Shanum turun dari kasur tanpa menjawab pertanyaan Kemal. Dia berjalan ke sofa lalu d
"Kenapa aku harus dipecat?" tanya Rayden dengan wajah kebingungan."Aku bersusah payah ke luar dan mencari kantin, kamu malah menyeretku kemari. Apa kamu tahu jika aku sedang lapar? Menyeretku seenaknya seperti aku ini adalah anak kecil," gerutu Shanum.Kemal hanya tersenyum melihat perdebatan antara Rayden dan istrinya. Dia menghubungi pihak kantin dan memintanya untuk mengantarkan makanan ke ruang kerjanya.Kemal melerai perdebatan antara Rayden dan Shanum. Dia mendudukkan Shanum di sofa."Kamu lapar? Sebentar lagi ada yang mengantarkan makanan untukmu. Sabar ya!" Suara Kemal terdengar sangat lembut agar Shanum bisa kembali tenang."Ray, kembali ke ruang kerjamu!" titah Kemal."Baik, Bang!" Rayden keluar dari ruangan itu dengan perasaan bingung.Arfan yang baru ke luar dari lift mengerutkan keningnya saat melihat adiknya mengomel sambil berjalan ke arahnya."Kamu kenapa Ray? Kok marah-marah," tanya Arfan."Aku bertemu dengan gadis yang dicari oleh bang Kemal di bawah. Aku menyeretny
Khansa mengangkat kepala dan jadi salah tingkah saat mendengar suara Rayden."Kak, pinjam mobil. Mobilku mogok!" kata Rayden."Tuh ambil!" tunjuk Arfan ke arah meja di mana kunci mobilnya tergeletak.Rayden mengambil kunci mobil itu lalu pergi."Jadi, keputusan apa yang akan kamu ambil?" tanya Arfan."Dari pada pusing-pusing, udah kayak makan buah simalakama, mending kita nikah aja yuk. Kalau masih ada yang berani bergosip tentang kita, kita semprot aja tu orang pake kata-kata mutiara." Cicit Khansa.Arfan memandang wajah Khansa, dia tidak percaya jika gadis itu baru saja mengajaknya menikah. "Menikah?" tanya Arfan untuk memastikan."Iya, menikah. Kamu dan aku, kita berdua duduk di depan penghulu, trus kita nikah. Masak gitu aja nggak tahu." Celoteh Khansa."Kamu serius?" tanya Arfan."Daripada saya pusing, kerja salah nggak kerja salah. Mendingan kita nikah dan aku berhenti bekerja, aku diam di rumah, urusin rumah, urus kamu suami aku. Beres kan!" Tutur Khansa. Sepertinya gadis itu
Kemal tersentak saat Shanum menanyakan tentang masa lalunya. Bagaimana dia bisa tahu sedangkan Kemal tidak pernah menceritakannya."Kamu kok nanyanya gitu sih? Itu kan hanya masa lalu," ujar Kemal."Masa lalu ya? Tapi, kenapa saat tidur mas selalu menyebut Hanyku sayang? Siapa Hany?" tanya Shanum.Mendengar pertanyaan Shanum, Kemal pun tersenyum."Hany itu kamu, sayang." Jawab Kemal.Shanum sudah menyelesaikan ngemilnya, dia mengulurkan tangan pada Kemal dan mereka pun kembali ke kamar sambil bergandengan tangan.Kemal menyusun bantal di sekeliling tubuh Shanum, "Sudah nyaman?" tanyanya."Hemmm," dehem Shanum, matanya sudah kembali terpejam.Seperti biasa, Kemal mengusapi bagian tubuh Shanum. Jika tidak punggung, Kemal akan mengusapi perut istrinya. Usapan Kemal membuat Shanum merasa nyaman.Setelah Shanum benar-benar tertidur, Kemal turun dari kasurnya secara perlahan. Dia takut pergerakannya membangunkan istrinya.Kemal menuju sofa, duduk di sana sambil mengerjakan tugas yang dikiri