Suara angin terdengar berhembus, membawa terbang daun-daun kering yang bertumpuk.Floryn berdiri di depan pagar, sudah lima menit lamanya dia di sana, tidak ada satu orangpun yang terlihat lewat.Dilihatnya, gembok yang mengikat pagar berkarat, Floryn tidak boleh merusaknya meski dia bisa menghancurkannya hanya satu dorongan kuat agar besi patah. Kedatangannya ke rumah ini boleh diketahui siapapun, terutama keluarga Emier.Sekali lagi Floryn melihat ke penjuru arah, memastikan jika tidak ada satu orangpun yang melihat. Floryn memutuskan memanjat pagar setinggi dada, mengabaikan sakit di tangannya yang terluka.Merah dari besi berkarat tertinggal di kain kasa yang membungkus tangannya. Rumput-rumput liar yang tumbuh tinggi menghalangi jalan setapak, pohon-pohon yang tumbuh di halaman rumah, kini semakin tinggi dan rimbun membawa aura yang tidak begitu menyenangkan.Floryn menarik napasnya dalam-dalam, sekuat tenaga dia mencoba untuk menenangkan diri. Floryn tidak boleh terjatuh ping
Gorden putih disibak, debu-debu yang menempel beterbangan, cahaya dari luar langsung menerani semua penjuru kamar.Floryn memejamkan matanya yang merah sembab, dia menghabiskan waktu setengah jamnya untuk menangis hingga puas, bergumul dengan kesedihan yang sulit untuk dia rangkai dalam kata sampai perasaannya kembali tenang.Floryn menarik napasnya dalam-dalam, menyadarkan dirinya sendiri bahwa segala kesulitan yang begitu melelahkan ini semua adalah sebuah permulaan, dia tidak boleh menyerah. Floryn tidak boleh berlarut-larut dan tenggelam dengan traumanya.Dalam satu gerakan kakinya memutar, kembali melihat kamarnya yang berantakan, perhatian Floryn langsung tertuju pada sebuah patung kayu yang diletakan di sisi dinding.Apakah handycamnya juga masih berada di sana?Floryn merangkak naik ke ranjang, dengan susah payah dia berusaha menjangkau patung kayu yang diletakan cukup tinggi. Dalam satu lompatan Floryn memutuskan menarik patung kayu itu hingga pengaitnya patah dari dinding
Hari telah berlalu dengan cepat, matahari sudah mulai bergerak turun menuju arah barat.Floryn melompat turun dari busway, membawa banyak barang-barang yang telah diambil dari rumah dinas Emier. Dipunggungnya dia membawa dua buah tas besar, sementara di tangannya di menarik sebuah koper besar.Dengan langkah terkopoh-kopoh dia berjalan memasuki sebuah gang, sesekali berhenti karena tangannya yang sakit.“Flo!”Wajah Floryn terangkat melihat Roan tengah berdiri dibawah tangga. Roan berlari tergesa menghampiri, kekhawatiran tergambar jelas diwajah pria itu melihat tubuh kecil Floryn dikelilingi oleh banyak beban yang harus dibawa.Roan merebut koper dan semua tas Floryn tanpa sisa. “Darimana kau mendapatkan barang-barang ini Flo? Harusnya kau menelponku jika butuh bantuan.”Floryn mengusap keningnya yang berpeluh keringat. “Mengapa kau ada di sini?” tanyanya mengalihkan pembicaraan tanpa jawaban.“Tadi aku mencarimu ke tempat kerja, paman Piper bilang kau diistirahatkan selama dua hari.
"Floryn Danika ini psikopat!""Benar! Bagaimana bisa anak berumur 15 tahun sepertinya, tak merasa bersalah setelah membunuh adik tirinya?""Meski tak ada hubungan darah, harusnya Floryn tak sekeji itu untuk meracuninya! Semoga, dia dapat hukuman seberat-beratnya!""Benar! Jangan lembek karena embel-embel masih di bawah umur. Kita harus kawal persidangan."Bisikan di ruang persidangan terdengar terus-menerus. Tampak sekali, semua orang sangat menantikan keputusan akhir dari hakim hari ini.Bahkan, kumpulan media dari berbagai stasiun TV juga berharap mendapat berita besar dari kasus Floryn yang merupakan calon atlet ice skating terbaik di negara ini dan juga anak dari salah satu petinggi kepolisian!"Sidang akan dimulai kembali!"Bersamaan dengan ucapan Hakim Ketua, suasana pun kembali tenang, terutama saat Floryn Danika kembali hadir.Penampilan gadis bermata hijau safir itu seketika mengalihkan perhatian.Meski kesal, mereka mengakui bahwa Floryn begitu cantik. Sayangnya, dia jahat d
Keinginan balas dendam membuat Floryn bertahan. Tak terasa, hari kebebasannya tiba. Hanya saja, tidak ada yang menyambut Floryn..... “Apa ibu dapat melihatku sekarang? Aku minta maaf karena tidak cukup menjadi anak yang kuat untuk membela diriku sendiri,” bisik Floryn dalam hati kala memandang pot kecil bunga baby breath yang diberikan almarhumah ibunya. Sayangnya, bunga itu mati bersamaan dengan putusan pengadilan lima tahun lalu.Floryn kini sudah 20 tahun. Namun, kebahagiaan anak muda tak ada di wajahnya. Setelah menjadi salah satu tahanan termuda dengan kasus berat, siksaan dari narapidana lain yang mendapatkan sogokan dari Issabel tak pernah berhenti. Untungnya dua tahun terakhir, Floryn mulai diterima. Dia pun berkebun dan merajut pakaian dengan upah tak seberapa. Meskipun begitu, berkat bekerja Floryn memiliki sedikit uang untuk bisa bertahan nanti.Hanya saja, Floryn sadar bahwa masyarakat pasti tak akan menerimanya dengan mudah. “Flo?!” panggil Julliet, seorang mantan t
Floryn tidak memiliki tempat untuk kembali atau bertanya. Terlebih, uang yang Floryn miliki tidaklah banyak.Jika dia menggunakannya untuk menyewa tempat tinggal, maka tidak ada jatah untuk makan.Tidak mungkin juga untuk Floryn mengandalkan makanan gratis. Pemerintahan negara Neydish memang menyediakan truk makanan gratis bagi tunawisma.Ada banyak rak-rak makanan gratis yang bisa diambil hanya dengan menukarnya menggunakan kartu identitas.Masalahnya, jatah makanan selalu dibatasi. Terlebih, Floryn juga tidak memiliki kartu identitas karena saat dia dipenjara, dia masih dibawah umur.Jujur, Floryn takut kelaparan. Lebih baik dia tidur kehujanan dibandingkan mati kelaparan."Hahahaha....."Suara tawa terdengar nyaring disudut tempat menarik Floryn untuk melihat.Ada sekumpulan gadis remaja yang berseragam sekolah tengah mengantri disebuah food truck sambil berbincang.Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang tampak menyenangkan.Pemandangan sederhana itu membuat pupil mata Floryn
“Tuan Muda,” sambut Piper membukakan pintu mobil untuk Alfred. Dengan sigap Piper membawakan koper Alfred dan topi pilotnya. “Saya senang Anda pulang ke rumah kali ini,” ucap Piper lagi dengan senyum sumringah. “Ibu ada di rumah?” tanya Alfred melangkah cepat melewati beberapa anak tangga menuju teras.Sementara itu, Piper terkopoh-kopoh mengangkat koper Alfred disetiap anak tangga yang akan dilewatinya.“Nyonya menginap di hotel sejak kemarin, jika beliau tahu Anda pulang, saya yakin beliau juga pasti pulang,” jawab Piper dengan napas tersenggal kehabisan napas.Alfred berbalik, sejenak dia menunggu Piper menyusul karena hal lain yang peril ditanyakan. “Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?”Piper berusaha untuk tersenyum formal, menyembuyikan perasaan tidak enak hatinya saat ini. Alfred memiliki seorang ibu yang berkepribadian cukup unik, dia akan selalu pergi kabur setiap kali bertengkar, namun dengan satu bujukan dia akan kembali pulang dengan sendirinya.“Ibu Anda hanya mengk
Melalui jendela yang terbuka, Floryn dapat melihat keberadaan Emier yang tengah duduk di kursi belakang.Deg!Gadis itu sontak menelan salivanya dengan kesulitan. Tangannya bahkan gemetar berkeringat dingin.Kesedihan, amarah, kebencian, dan kecewa bercampur menjadi satu melihat pria yang dulu pernah memberinya begitu banyak kasih sayang, dan pria yang sudah mengeluarkan Floryn dari daftar keluarga hingga berhasil mengurungnya dalam jeruji besi selama lima tahun lamanya.Rasanya seperti mimpi bisa kembali melihat sosok pria yang dulu sangat Floryn hormati dan dia banggakan, kini berubah menjadi orang yang sangat dibenci hingga tidak ada pintu maaf yang tersedia untuknya.“Tuan Emier ingin berbicara dengan Anda.”Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian sopir keluar dari mobil dan berlari menghampiri Floryn.Tangan Floryn sontak terkepal kuat. Untuk apa Emier ingin berbicara dengannya? Bukankah lima tahun yang lalu, saat Emier merobek kartu keluarga mereka, dia bilang dia tidak sudi