Share

04. Belong to You

Raquel POV

Aku menatap pria itu dengan bingung sembari mencerna maksud dari pertanyaannya. Sudah sejauh ini dan dia bertanya apakah aku akan melanjutkan hubungan ini?

Jika aku mengatakan aku tidak mau, apakah dia akn mengembalikanku ke keluarga Welch? Namun, masalahnya adalah keluarga Welch mungkin tidak akan menerimaku lagi.

Bagaimana mungkin seseorang yang tidak diinginkan keluarga Kingston masih diinginkan oleh kelarga Welch?

Ekspresinya sangat minim, bahkan nyaris tidak terlihat apa pun seolah dia hany bertanya hari apa ini.

Namun, aku berpikir sangat keras.

Apakah ini candaannya? Atau karena dia tahu aku adalah pengganti dan dia tidak mau bersamaku?

Jadi, dia juga tidak menginginkanku?

Aku menundukkan kepala dan menahan tangisan. Semua orang tidak menginginkanku, ke mana aku harus pergi? Aku tidak memiliki tempat untuk pulang lagi, tidak memiliki seseorang yang menungguku pulang.

Aku hanya sendirian di dunia ini. Ini menyakitiku.

Sepertinya Isaac merasakan perubahan emosiku, dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh daguku dan memaksaku melihat ke arahnya. Tangan panas itu sama seperti yang ada dalam ingatanku tentang semalam.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya dengan sedikit ketidaksabaran dalam suaranya dan kening yang mengerut tajam.

Aku tidak berani menjawab dan bernapas tersengal-sengal, sebisa mungkin menghindari kontak mata di antara kami.

"Kau benar-benar takut padaku? Apakah aku terlihat seperti monster?"

"T-tidak ...." Aku menggelengkan kepala dengan susah payah dan ingin menjelaskan masalahku, tetapi aku tidak tahu harus memulai dari mana. Lagipula, ini bukan salahnya sama sekali.

Dapat kurasakan tatapan intens yang membuatku merasa panasdi wajahku dan perasaan berair di mataku tidak lagi terbendung. Dengan suara parau aku menjawab, "Aku hanya berpikir... Kau juga sama seperti mereka. Kau tidak menginginkanku."

Ketika mengatakan kata-kata itu, aku menggigit bibir bawahku dengan sangat kuat, tidak berani menghadapi tatapan Isaac. Takut melihat rasa kasihan di mata pria itu, sama seperti pelayan di rumah keluarga Welch yang mengasihaniku. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa membantuku keluar dari jurang itu.

Setetes air mata mengalir di pipiku, buru-buru aku mengusapnya.

Dia tidak akan marah melihatku menangis, 'kan?

Dia tidak berhati dingin dan memaksaku untuk diam, 'kan?

Aku ingin menghentikan tangisanku agar tidak membuatnya merasa kesal, tetapi aku tidak bisa. Air mataku terus-menerus mengalir, bahkan aku tidak bisa menahan suara isakanku.

Sudah sangat lama aku tidak menangis di depan seseorang dan ini adalah pertama kalinya aku meluapkan emosiku.

"Maaf ..." ujarku. Berharap dia dapat memakluminya.

Tidak ada suara darinya. Sepertinya dia tidak keberatan dengan tangisanku.

Setelah beberapa selesai menangis, barulah aku mengintip wajahnya. Masih sama seperti sebelumnya, tanpa emosi berlebihan, juga tidak ada ejekan atau rasa kasihan.

Aku menghela napas lega dalam diam.

Baru setelah memastikan aku merasa tenang, dia perlahan berkata, "Aku menginginkanmu."

Sedikit terkejut, aku mendongak untuk melihatnya. Suara yang mengatakan itu terdengar seperti nyanyian merdu di telingaku. Aku tidak berani mempercayainya sama sekali.

Ibuku juga mengatakan hal yang sama, tetapi dia pergi meninggalkanku selamanya.

Suara itu kembali terdengar. "Aku tubuhmu."

Apakah ini nyata? tanyaku di dalam hati dan ekspresi serius Isaac membuatku yakin. Ini memang nyata.

Bahkan jika ... bahkan jika pria itu hanya menginginkan tubuhku, aku akan memberikannya padanya. Hanya ini yang kumiliki, bukan?

Setidaknya masih ada yang menginginkanku.

"Dengar aku baik-baik." Isaac kembali meraih daguku, tatapan kami bertemu.

Aku menganggukkan kepala dengan malu. Wajahku pasti terlihat jelek dengan mata bengkak dan hidung merah, selain itu aku juga merasakan sedikit gangguan pada caranya menatapku. Sepertinya aku benar-benar tidak enak dilihat.

"Jangan terlalu banyak berpikir," ujarnya lagi yang membuatku terkejut.

Ah, sepertinya dia mengetahui isi pikiranku.

"Mari bicarakan tentang kesepakatan. Aku bilang aku menginginkan tubuhmu karena aku dapat merasakan kau cocok denganku."

Aku mengangguk kecil.

"Tidak banyak hal yang kuinginkan selain itu dan kau harus mematuhiku."

"Um." Aku kembali mengangguk, masih menatap matanya.

"Jika kau melanggar perintahku dan menolakku, aku tidak akan segan membuangmu."

Kilatan rasa panik muncul di mataku ketika mendengar kata terakhir yang dia ucapkan. Aku tidak ingin dibuang.

"Aku akan menurut, aku akan patuh. Jangan buang aku." Kuharap suara lemah dan memohonku dapat dia rasakan.

Dia mengangguk kecil, tampak puas.

"Lalu bagaimana denganmu? Apa yang kau inginkan dariku?"

Begitu pertanyaan itu diajukan, otakku sedikit blank. Apa yang aku inginkan? Aku juga tidak tahu. Ini adalah pertama kalinya seseorang menanyakan hal ini padaku setelah kematian ibu.

Jadi apa yang aku inginkan? Hanya ... seseorang menginginkanku. Itu sudah cukup.

Aku menggelengkan kepala dan dengan suara rendah, seperti cicitan, aku menjawab, "Hanya jangan buang aku, jangan usir aku dari sini. Aku .. aku bisa melakukan apa pun untukmu, aku bisa mematuhimu, menuruti kemauanmu, semuanya ...."

"Ya, itu bagus." Tangannya pergi dari daguku dan aku merasa sedikit hampa.

Dia melihat ke arah hutan sebelum berbalik dan melanjutkan langkahnya. Dengan penasaran aku mengikuti pandanganya, tetapi tidak menemukan apa pun selain pepohonan rimbun.

Mungkin itu hanya pandangan sekilas karena kmi berada di sini, pikirku.

Setelah beberapa langkah jauhnya dari hutan itu, dia tiba-tiba berbicara padaku lagi.

"Kau bisa meminta apa pun dariku dan aku akan memberikannya padamu selama itu bukan cinta."

Aku sedikit tertegun.

Cinta? Apa itu cinta? Aku bahkan tidak berani memikirkannya, bagaimana aku bisa memintanya padanya?

Ini konyol.

Akan tetapi, aku tetap menganggukkan kepala sebagai tanggapan.

Tidak ada upacara pernikahan, tidak ada perkenalan dengan seluruh anggota keluarga Kingston, aku hanya beristirahat di kamar yang diberikan untukku sepanjang hari.

Makan ketika aku lapar dan tidur ketika aku mengantuk.

Malam datang dengan cepat, aku membuka jendela kamar dan membiarkan angin malam merembes masuk ke dalam kamar. Kain gorden berkibar di bawah sinar rembulan penuh.

Beberapa menit lagi sebelum tepat tengah malam, tetapi Isaac masih belum menunjukkan diri.

Aku berjalan mondar-mandir di kamarku, merasakan degupan kencang jantungku. Cemas, takut, dan gugup. Sebentar lagi ....

Apakah itu akan menyakitkan seperti apa yang kudengar dari cerita-cerita pelayan di keluarga Welch?

Ketika jantungku menggila, pintu kamar perlahan terbuka dan sosoknya muncul dalam bidang penglihatanku. Langkahnya mantap dengan tubuh tegap. Ada senyum tipis di bibirnya yang menambah rasa godaan.

Keseluruhan dirinya tampak sempurna.

Hanya saja ...

Salah satu matanya berwarna merah.

Itu sama seperti malam itu, ketika Isaac menciumku dengan agresif. Berbeda dari malam itu, Isaac yang ada di hadapanku saat ini terlihat lebih leluasa dan terbuka. Seolah dia sudah mengakuiku sebagai miliknya.

Berdiri di depanku, tatapannya tampak panas dan penuh dengan emosi. Ini adalah sisi lain Isaac yang baru aku lihat.

"Angkat wajahmu," perintahnya.

Aku mengikuti kemauannya dan mendongak. Auranya sangat menekan, membuatku kewalahan dan sangat ingin bersujud di bawah kakinya, memohon untuk hidup.

Pria ini sangat panas dan menggoda.

Dari matanya, aku dapat melihat pentulan diriku. Hanya ada aku, ini membuatku merasa lebih baik.

Dia mendekat ke arahku, membuat tubuh kami hampir menempel. Kepalanya terbenam di leherku dan napas panasnya menggelitik kulitku. Dia mengendus aroma tubuhku. Aku tidak yakin, tetapi sepertinya ada aroma mawar yang samar-samar tercium berpadu dengan aroma hutan itu lagi.

Ketika aroma feromon itu bercampur dan memenuhi ruangan, aku merasakan perasaab terperangkap di dalam hutan gelap yang misterius.

Dapat kurasakan lidah panas menjilat kulit leherku, membuatku lemas seketika. Aku mengulurkan tangan untuk memeluk pinggangnya.

Bulan purnama tepat di tengah malam, pria itu mencium leherku sebelum mengeluarkan taringnya dan menggigit dengan keras.

Erangan rendah keluar dari celah bibirku, aku merasa malu karenanya. Bukan hanya karena rasa sakit, tetapi aku dapat merasakan perasaan seperti tersengat listrik di seluruh tubuhku. Memejamkan mataku erat-erat, ada perasaan gatal di hatiku. Aku menginginkannya, Isaac Kingston, alphaku, suamiku, untuk memanjakanku.

Isaac menjilat bekas gigitannya sebelum bertanya dengan suara dalam dan seraknya, "Katakan kau milik siapa?"

Aku membuka mataku, menatap wajah tampan itu dengan mata sedalam lautan, suaraku sedikit parau ketika aku menjawabnya, "Aku milikmu."

Senyum tipis penuh kemenangan terpatri di wajahnya. Sangat mempesona. "Lalu kau akan menjadi milikku sepenuhnya malam ini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status