Alexandre seakan tak bisa bernapas, setelah mendengar jawaban dari Majandra. Itu merupakan sesuatu yang tak pernah dirinya duga. Selama ini, pria tampan tersebut tidak berpikir ke arah sana. Dia mengira bahwa Majandra sangat membencinya, atas segala sikap buruk yang selalu ditunjukkan dalam kurun waktu tiga tahun pernikahan. Akan tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. Majandra berusaha bertahan, karena wanita asal Meksiko tersebut memiliki perasaan lebih terhadap dirinya.
“Kau mencintaiku?” tanya Alexandre, seakan ingin memastikan apa yang didengarnya barusan. “Apa ini lelucon?” Alexandre menjadi agak kikuk. Dia berkali-kali menelan ludah, demi meredam rasa tak biasa yang tiba-tiba mendera.
“Ya. Anggap saja itu lelucon, Alex,” jawab Majandra pelan. “Kau tak
Majandra tak ingat, kapan terakhir kali Alexandre menciumnya selain di altar. Dia tak pernah mengira, bahwa dirinya akan kembali merasakan sentuhan lembut bibir pria tiga puluh empat tahun itu. Majandra ingin menolak, tapi satu sisi hatinya justru menahan agar tetap di sana.“Nikmati, Majandra. Bukankah itu yang kau inginkan?” Bisikan halus terdengar di telinga wanita dua puluh lima tahun terebut. Majandra seketika diam dan mencoba menikmati, hingga akhirnya larut dalam buaian indah selama beberapa saat.Namun, pada detik berikutnya. Paras tampan Damien dengan senyum menawan tiba-tiba melintas di benak Majandra. Sontak, wanita berambut cokelat itu tersadar. Dia melepaskan diri dari pertautan mesranya bersama Alexandre. “Tidak, Alex. Maafkan aku.” Majandra menutupi bibirnya dengan punggung tangan. Dia beranjak dari duduk, k
Majandra meletakkan ponselnya di tempat semula. Wanita dengan midi dress lengan panjang tersebut kembali termenung. Lea sudah mencabut gugatan hukum yang dilayangkannya. Itu berarti, Majandra akan segera dinyatakan bebas. Ya, bebas dalam segala hal. Dia harus bersiap melepaskan nama LaRue, sebagai nama belakang yang disandang selama tiga tahun ke belakang.Helaan napas berat meluncur dari bibir wanita dua puluh lima tahun tersebut. Majandra menyibakkan poni yang menutupi keningnya. Dia harus menekankan bahwa ini memang jalan terbaik bagi dirinya. Namun, perasaan itu ternyata belum cukup kuat untuk dia pertahankan. Terlebih, saat Alexandre masuk ke kamar. Majandra langsung berdiri, kemudian membalikkan badan. Sepasang suami istri itu saling berpandangan beberapa saat. Majandra dan Alexandre sama-sama terlihat kikuk. Namun, keduanya segera menguasai diri, agar tidak terjadi kecanggungan yang semakin be
Hari berganti tanpa terasa. Siang itu, Pengacara Roger Bleu dan Elroy Florent datang ke kediaman milik Alexandre. Mereka membawa beberapa berkas yang harus Majandra periksa dan tanda tangani. Kedatangan dua pengacara tadi, disambut baik oleh sang tuan rumah.Pengacara Roger Bleu dan Elroy Florent tak banyak basa-basi. Keduanya langsung membahas inti kedatangan mereka ke sana. Dua pengacara itu bahkan mengizinkan Alexandre, memeriksa berkas-berkas yang harus Majandra tanda tangani.“Terima kasih atas bantuan Anda, Tuan-tuan,” ucap Majandra, diiringi senyum lebar penuh kelegaan.“Ini sudah menjadi tugas kami, Nyonya,” balas Roger.Setelah semua urusan selesai, kedua pengacara itu pamit, dengan diiringi tatapan Majandra dan sang sua
Alexandre menatap lekat sang ayah. Dia seakan tengah menganalisa bahasa tubuh pria itu dengan detail. Suami Majandra tersebut, merasakan ada sesuatu yang tak beres dengan bahasa tubuh Phillipe. “Kuharap kau tak merencanakan sesuatu yang tidak-tidak, Ayah,” ujar Alexandre sedikit was-was.Phillipe tidak menjawab. Pria paruh baya itu hanya menyunggingkan senyuman aneh. “Kau pikir, aku akan membiarkan reputasi serta nama baik LaRue dipermalukan oleh seorang wanita tak tahu diri? Tentu saja tidak, Alex!” seringainya, seraya kembali mengisap cerutu dalam-dalam. “Lihatlah. Betapa bodoh wanita yang telah kau jadikan sebagai kekasih gelap itu. Hanya dengan satu janji manis yang belum dibuktikan, dia sudah langsung mencabut gugatannya terhadap Majandra. Betapa tidak berotaknya dia. Akan jadi apa anakmu nanti, jika kau menikahi wanita seperti itu?”
Beberapa saat berlalu. Damien terus memperhatikan Majandra yang tengah merapikan dirinya. Damien tak ingin hanya duduk diam. “Ssst!”Majandra yang sudah selesai merapikan penampilan, langsung menoleh. Dia tertawa pelan, melihat ulah konyol Damien. Pria itu meletakkan bolpoin di atas bibir. “Kau jelek sekali,” ledeknya.“Tak masalah. Asalkan kau menyukainya,” ujar Damien tak acuh. “Kemarilah,” suruh pria yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Damien memberi isyarat menggunakan telunjuk, agar Majandra mendekat.“Aku tidak mau. Kau sangat nakal,” tolak Majandra. Namun, tak berselang lama dia berjalan mendekat, lalu duduk menyamping di pangkuan Damien. “Aku sudah terlalu lama di sini. Sekretaismu yang cantik pasti curiga. Apalagi, kulihat di
“Baiklah. Tidak apa-apa.” Meski kecewa, tapi Majandra tetap memaksakan diri untuk tersenyum. Dia menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga. Baru saja dirinya akan bergerak ke dekat pintu, Damien lebih dulu menahan dengan cara menghalangkan tangannya. Alhasil, Majandra kembali menghadapkan tubuh kepada pria tampan berkemeja putih tadi. “Kau harus segera makan siang. Bukankah sebentar lagi ada pertemuan penting?”Damien tidak menjawab. Dia terus menatap Majandra. Pria itu seakan tahu, bahwa wanita cantik di hadapannya tengah merajuk. Damien bergerak semakin mendekat ke hadapan Majandra, lalu menggeser poni istri Alexandre LaRue tersebut. Tak ada kata-kata dari bibir CEO muda berambut gelap itu. Hanya sentuhan lembutnya yang berbicara, mewakili segala perasaan terdalam bagi sang pujaan hati.Segenap kekesalan Majandra sirna
Majandra bergegas masuk ke mobil. Dia bermaksud mengikuti sedan hitam yang sudah melaju lebih dulu. Niatnya untuk pergi ke tempat Agathe, dilupakan sejenak. Majandra begitu penasaran, dengan wanita yang berada di dalam mobil milik sang ayah mertua.Beberapa saat di perjalanan, sedan hitam milik Phillipe berhenti di depan sebuah bangunan apartemen yang terbilang mewah. Si wanita keluar dari mobil, lalu melambaikan tangan diiringi senyum hangat. Setelah itu, dia berjalan masuk ke gedung beberapa belas lantai tadi.Majandra hanya memperhatikan dari dalam mobil. Namun, dia sempat mengambil beberapa foto si wanita. Entah mengapa, bayangannya tiba-tiba tertuju pada Alexandre yang tengah bersama Lea. “Ah, tidak! Itu tidak mungkin,” tolak wanita cantik berkacamata hitam tersebut. Pandangan Majandra kembali ke depan, pada sedan hitam Phillipe yan
Majandra membuka pesan dari Alexandre terlebih dulu. Dia menautkan alis, sebelum membalasnya.[Kau di mana? Aku ingin bicara penting]Majandra tersenyum kecil sambil mengetik di layar ponselnya. [Aku akan pulang setengah jam lagi]Setelah membalas pesan dari Alexandre, Majandra lalu membuka pesan dari Damien. [Hai, cantik]Kali ini, senyum Majandra terlihat jauh lebih lebar. Dia segera membalas pesan itu. [Hai juga, tampan]Tak berselang lama, Damien membalas dengan emoji hati. Sesaat kemudian, pria itu mengirimkan pesan teks. [Aku akan menghubungimu nanti malam. Sekarang, aku harus melanjutkan pertemuan. Bye]Majandra hanya membaca pesan itu tanpa membalas, karena Damien tak akan membukanya. Pria tampan tersebut sudah kembali ke meja pertemuan, setelah tadi istirahat sebentar. Merasa tak ada lagi yang perlu dibahas dengan Agathe, Majandra akhirnya memutuskan berpamitan. Dia kembali mengendarai mobilnya, menyusuri jalanan Kota Paris di siang menuju sore. Selama dalam perjalanan,