“Kau juga datang bersama kekasihmu. Kenapa aku tidak boleh?” ucap Majandra enteng.
“Bukannya tidak boleh. Aku hanya berharap semoga kau tidak berciuman dengan pria itu di hadapan orang tuaku. Lagi pula, Lea akan mengisi acara di sana. Kami bertemu setelah semua selesai,” ujar Alexandre tak acuh.
“Ah, kau memang licik.” Majandra tersenyum sinis. Dia tak ingin menanggapi lagi ocehan Alexandre. Majandra meletakkan kembali ponselnya. Wanita itu memejamkan mata, bersiap untuk tidur. Namun, baru saja dirinya terpejam, suara berat Alexandre kembali membuat si pemilik rambut cokelat itu terjaga.
“Aku tak ingin kau mengacaukan semuanya. Ingat, orang tuaku akan hadir di sana. Jadi, jangan mempermalukanku,” tegas Alexandre. Tak biasanya, pria itu menjadi banyak bicara. Alex
“Alex!” jerit Lea seraya menghambur ke arah Alexandre. Dia tak menyangka bahwa lemparannya akan mengenai kening pria itu. “Astaga. Apa yang sudah kulakukan?” Lea menangis. Dia bermaksud mengusap darah yang menetes dari luka robek pria itu.Namun, dengan segera Alexandre menepiskan tangan Lea. Tanpa mengatakan apapun, dia berlalu dari hadapan sang model seksi tersebut.“Tidak, Alex!” Lea berusaha mencegah agar sang kekasih tidak pergi dari sana. “Tunggu, Sayang! Biarkan aku mengobati lukamu terlebih dulu.” Lea terus membujuk. Dia bahkan mengikuti Alexandre hingga ke lift.Akan tetapi, Alexandre tetap tak menggubris wanita itu. Dia langsung masuk ke lift, membiarkan Lea dengan rasa bersalah yang teramat besar di hatinya.
“Angin apa yang membuatmu tiba-tiba tertarik ikut ke acara seperti ini?” tanya Julien dengan tatapan penuh selidik. Dia memperhatikan Damien yang tengah mengenakan jas serta merapikan diri. Malam itu, mereka akan menghadiri acara penggalangan dana. “Bukankah Ayah menyuruhku pulang dari Inggris untuk acara-acara seperti ini?” Damien menoleh kepada Julien, lalu tersenyum kalem. “Ingat, Nak. Aku ingin kau kembali ke Perancis demi perkembangan kariermu. Kuharap, kau tidak berulah macam-macam,” ucap Julien seraya menepuk lengan putra bungsunya. Dia seakan tengah mengingatkan sang putra, agar tidak membuat masalah. “Tenang saja, Yah. Aku tahu apa yang kulakukan.” Damien kembali menyunggingkan senyuman kalem. “Apa kita akan berangkat sekarang? Semoga aku tidak terbang karena dasi kupu-kupu ini,” celetuknya diiringi keluhan pendek. “Kau bersemangat sekali,” sindir Julien halus. Dia merengkuh pundak Damien, lalu mengajak pria tiga puluh empat tahun
Seketika, Majandra menghentikan geraknya. Terlebih, karena ada beberapa wanita lain yang juga masuk ke sana. Majandra bergerak mundur sambil memegangi sebelah sepatunya, ketika dua orang wanita menghampiri Lea dan membantu wanita itu. “Astaga. Bagaimana mungkin wanita secantik dirimu bisa melakukan perbuatan keji seperti ini?” Majandra tidak menjawab. Dia hanya berdiri terpaku, dengan sebelah kaki yang berjinjit. Wanita berdarah Meksiko tersebut menatap tajam Lea. Model cantik tersebut diperlakukan bak korban, oleh para wanita yang ada di toilet. Satu hal yang membuat Majandra tersadar, ketika ada wanita lain datang ke sana bersama seorang pria. Sepertinya, pria itu merupakan petugas keamanan. “Wanita itu!” tunjuknya pada Majandra. Aku melihatnya sedang mengangkat sepatu yang bersiap untuk dipukulkan kepada korban,” ujarnya yakin. "Ya. Hanya karena salah paham, dia menyerangku tanpa alasan yang jelas," ujar Lea seraya bangkit. Dia meringis kes
"Apa maksudmu, Ayah?" Alexandre mencoba berkilah. Dia berpura-pura tak mengerti dengan ucapan Phillipe. "Sudahlah, Alex. Aku telah mengetahui hal ini sejak lama. Kau pikir bisa membodohi ayahmu dengan begitu mudah?" Phillipe menaikkan sebelah alisnya. Pria paruh baya tersebut mengembuskan napas berat. Dia lalu berdiri di hadapan Alexandre, yang masih duduk sambil memandang ke arahnya. "Aku tidak mengerti ...." Belum sempat Alexandre melanjutkan kata-katanya, satu tamparan keras mendarat di pipi pria tampan tersebut. "Jangan bertindak macam-macam, Alex!" ucap Phillipe penuh penekanan. "Kau tahu apa akibatnya, jika dirimu sampai membuat masalah dengan Majandra. Aku tak akan pernah membiarkan hal itu terjadi." Tegas dan terkesan penuh ancaman, ucapan Phillipe terhadap putranya. Selagi Alexandre memberikan penjelasan kepada Phillipe, Majandra tak langsung pulang. Dia menghentikan taksi yang ditumpanginya di tengah perjalanan. Wanita itu berjalan,
"Kenapa kau ingin membantuku, Damien?" Majandra menatap lekat pria yang pernah bercinta dengannya, saat mereka sama-sama berlibur ke Maldives.Damien tersenyum kalem. Dia masih menggenggam erat jemari Majandra. "Aku akan melakukan apapun untukmu," jawabnya ringan, tapi meyakinkan."Apapun?" Majandra mengernyitkan kening."Ya. Apapun," sahut Damien menegaskan. "Jika kau berpikir bahwa aku menginginkan sesuatu darimu, anggap saja begitu. Aku ingin timbal balik. Ya, segala hal yang dilakukan harus memberikan keuntungan bagiku, termasuk dengan membantumu. Aku tak akan menjadi seseorang yang munafik.""Kau terlalu jujur," ucap Majandra. Tangisnya sudah mulai reda. Wanita itu dapat kembali tersenyum, meski tampak sangat dipaksakan. "Apa lagi yang kau inginkan darik
Majandra menoleh seraya tersenyum sinis. Dia membalikkan badan, meski bahasa tubuhnya terlihat malas. “Kenapa? Kau takut jika tak lagi menyandang nama besar LaRue? Hanya sampai di situ nyalimu, Alex?” cibirnya diiringi senyum puas.Alexandre berjalan menghampiri Majandra. Dari langkahnya, terlihat jelas bahwa pria itu membawa amarah besar saat mendekati wanita yang telah dinikahi selama tiga tahun tersebut. “Ini bukan hanya tentang nama besar, Majandra! Kau pikirkan saja sendiri, apa yang akan terjadi andai publik tahu dengan kemelut yang terjadi dalam keluargaku!”Majandra kembali tersenyum mencibir. “Saat ini, aku sedang tak ingin memikirkan apa atau siapa pun selain diri sendiri. Kau tahu bukan? Semua orang seakan memojokanku. Aku cemburu buta karena mengira bahwa suamiku telah berselingkuh. Luar biasa, Alexandre.” M
“Apa?” Alexandre meletakkan tas berisi perlengkapan bermain golf di dekat kursi. Dia langsung meraih kertas tadi, lalu membacanya sambil berdiri. “Astaga, apa yang dia lakukan?” gumamnya seraya menautkan alis. Alexandre meletakkan kembali surat panggilan dari pihak kepolisian, yang ditujukan untuk Majandra. “Aku tidak menyangka bahwa Lea akan nekat melakukan ini,” ucapnya. Tiba-tiba, dia memutuskan duduk di sebelah Majandra.“Dia kekasihmu. Kau jauh lebih mengenalnya.” Majandra menggeser tubuh ke sebelah, sehingga memberi sedikit jarak dari Alexandre.“Aku akan bicara dengan Lea,” ucap Alexandre tanpa menoleh. Dia kembali mengenakan topi yang tadi sempat dilepas, saat dirinya duduk di sebelah Majandra.“Kurasa, biasanya juga kalian l
Damien meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegangnya. Dia menatap lekat Majandra, kemudian menggeleng tak mengerti. “Apakah suamimu tahu tentang hal ini?” tanyanya dengan raut teramat serius. “Ya,” jawab Majandra enteng. “Dia membaca sendiri surat panggilan yang ditujukan untukku.” “Bagaimana tanggapannya?” tanya Damien lagi. Dia seakan ingin terus mencecar Majandra, demi memuaskan rasa ingin tahu yang teramat besar. “Entahlah. Aku tak mengharapkan apapun darinya. Aku akan berusaha sendiri,” jawab Majandra diiringi seulas senyuman penawar rasa perih di dada. “Keterlaluan! Akan kuhajar dia!” Damien mengepalkan tangan di sebelah piring. “Tidak, Damien. Aku tak ingin kau melakukan apapun.