“Apa?” Alexandre meletakkan tas berisi perlengkapan bermain golf di dekat kursi. Dia langsung meraih kertas tadi, lalu membacanya sambil berdiri. “Astaga, apa yang dia lakukan?” gumamnya seraya menautkan alis. Alexandre meletakkan kembali surat panggilan dari pihak kepolisian, yang ditujukan untuk Majandra. “Aku tidak menyangka bahwa Lea akan nekat melakukan ini,” ucapnya. Tiba-tiba, dia memutuskan duduk di sebelah Majandra.
“Dia kekasihmu. Kau jauh lebih mengenalnya.” Majandra menggeser tubuh ke sebelah, sehingga memberi sedikit jarak dari Alexandre.
“Aku akan bicara dengan Lea,” ucap Alexandre tanpa menoleh. Dia kembali mengenakan topi yang tadi sempat dilepas, saat dirinya duduk di sebelah Majandra.
“Kurasa, biasanya juga kalian l
Damien meletakkan sendok dan garpu yang sedang dipegangnya. Dia menatap lekat Majandra, kemudian menggeleng tak mengerti. “Apakah suamimu tahu tentang hal ini?” tanyanya dengan raut teramat serius. “Ya,” jawab Majandra enteng. “Dia membaca sendiri surat panggilan yang ditujukan untukku.” “Bagaimana tanggapannya?” tanya Damien lagi. Dia seakan ingin terus mencecar Majandra, demi memuaskan rasa ingin tahu yang teramat besar. “Entahlah. Aku tak mengharapkan apapun darinya. Aku akan berusaha sendiri,” jawab Majandra diiringi seulas senyuman penawar rasa perih di dada. “Keterlaluan! Akan kuhajar dia!” Damien mengepalkan tangan di sebelah piring. “Tidak, Damien. Aku tak ingin kau melakukan apapun.
Lea membelalakan mata. Sorot mata yang tadinya sayu karena menangis, seketika menajam. “Apa maksudmu, Alex? Kau akan selamanya menjadikanku sebagai simpanan?” Nada bicara model berambut pirang itu menyiratkan tanda protes keras terhadap sang kekasih. “Ya. Bukankah memang seperti itu cara permainannya?” Alexandre menaikkan sebelah alis. “Kau keterlaluan, Alexandre! Aku tidak menyukai ini!” tolak Lea keras. “Kau selalu mengatakan bahwa dirimu menyukaiku! Segala hal yang ada dalam diriku membuatmu bahagia! Namun, setelah mendengar kata-katamu barusan … kau tidak mungkin berpikir demikian. Katakan bahwa itu hanya gertakan.” Sorot mata Lea kembali melunak dan terlihat penuh harap. Alexandre tertegun, lalu menoleh. Dia seakan tak terpengaruh oleh wajah memelas yang Lea tunjukkan. Amarah besar masih terlihat
“Aku sudah melakukannya tanpa harus Ayah minta,” ujar Alexandre, seraya merapikan kerah kaos polo yang dia kenakan. “Namun, Lea menolak. Dia tak terima mendapat perlakuan seperti itu dari Majandra,” jelas pria tiga puluh empat tahun tersebut.“Aku tidak mau tahu, Alex. Terserah kau! Bagaimanapun caranya, wanita itu harus bersedia menarik kembali laporan yang sudah dia buat. Kau tahu apa akibatnya, andai semua orang tahu bahwa tindak kekerasan yang dilakukan Majandra, diakibatkan oleh perselingkuhanmu dengan wanita berambut pirang itu? Suka atau tidak, semua masalah ini berawal dari dirimu, Alex!” Tegas dan penuh penekanan, kata-kata yang terlontar dari bibir Phillipe.Alexandre tak membantah ucapan sang ayah. Dia hanya mengeluh pelan.Sementara, Phillipe memilih
“Apa maksudmu, Majandra?” Alexandre mengulang pertanyaannya tadi.“Seperti yang kau dengar, Alex,” jawab Majandra seraya beranjak dari duduknya. Dia berdiri di hadapan Alexandre yang terpaku menatap tajam dan seakan tak percaya. “Aku hanya membantu meringankan tugasmu. Dengan begitu, kau tak perlu meluangkan waktu untuk memberikan penjelasan kepada ibu dan ayah. Aku sudah melakukan sebisaku.”Belum sempat Alexandre memberikan tanggapan atas ucapan Majandra, Phillipe lebih dulu muncul di sana. “Tak ada perceraian. Kutekankan sekali lagi kepada kalian berdua,” tegasnya.Majandra dan Alexandre saling pandang beberapa saat, sebelum kembali mengalihkan perhatian kepada Phillipe yang mendekati Majandra.“D
Keesokan harinya, Majandra sudah tampil cantik dan modis dengan midi dress lengan panjang bercorak, keluaran rumah mode ternama di Paris. Dia mengikat rambut panjangnya ala ekor kuda, dengan poni tersisir rapi. Sepasang pump shoes putih 5 cm, menemani langkah anggun wanita asal Meksiko tersebut keluar dari mobil. Rencananya, hari ini dia akan memenuhi panggilan dari pihak yang berwajib. Namun, Majandra menemui pengacaranya terlebih dahulu.Sesuai dengan yang sudah Majandra katakan sebelumnya, dia menolak pengacara yang akan disiapkan oleh Phillipe. Majandra lebih memilih pengacara yang ditunjuk Damien untuk mendampinginya kali ini. Tak tanggung-tanggung, CEO dari CAC itu menyiapkan dua pengacara sekaligus.“Selamat pagi, Nyonya LaRue,” sapa salah seorang dari dua pria yang merupakan tim pengacara dari Damien. “Perkenalkan, namaku R
Damien berdiri dengan setengah membungkuk di balkon kamarnya. Dia merenung sambil mengisap sebatang rokok. Asap tipis mengepul dari bibir pria tampan tiga puluh empat tahun tersebut. Damien kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana cargo pendeknya. Maksud hati ingin menghubungi Majandra dan menanyakan kabar wanita itu. Akan tetapi, suara gaduh telah berhasil membuat dia mengurungkan niat itu.Di luar kamar, terdengar suara berisik anak-anak yang berlarian. Sesaat kemudian, pintu kamarnya digedor berkali-kali. “Paman!” seru suara anak-anak itu saling bersahutan. “Paman! Apa kau di dalam?”“Astaga. Sejak kapan mereka ada di sini?” gumam Damien. Dia mematikan sisa rokok dalam asbak dengan terburu-buru. Pria tampan yang mengenakan T-Shirt round neck tersebut melangkah ke dekat pintu, lalu membukanya hati-hati.
“Dia tidak mencintaimu, dan kau begitu percaya diri menyatakan bahwa kalian ….”“Aku membantunya,” sela Damien, sebelum Nicholas sempat menyelesaikan kata-katanya.“Membantu dalam hal apa?” tanya Nicholas. Dia mengubah posisi duduk, jadi menghadap sepenuhnya kepada Damien. Raut wajah Nicholas dipenuhi rasa penasaran yang teramat besar.“Aku membantu dia meraih kemenangan,” jawab Damien enteng.Namun, sikap berbeda justru diperlihatkan oleh Nicholas. Ayah dua anak itu memicingkan matanya. “Kemenangan atas apa?” tanya pria itu lagi.“Atas cinta suaminya ….”“Astaga, Damien!”
“Kau terlalu berlebihan, Damien.” Majandra kembali tertawa renyah. “Apa yang akan kau dapat dengan ikut mati bersamaku?”“Jawaban,” sahut Damien singkat.Majandra menautkan alisnya. “Jawaban? Atas apa?” tanya wanita itu lagi.“Atas perasaanku. Semua orang mengatakan bahwa aku bodoh. Akan tetapi, aku menikmati kebodohan ini.” Suara Damien terdengar kian berat dan dalam.Majandra menghela napas perlahan. Tiba-tiba, dia merasa seperti tercekik setelah mendengar ucapan Damien. “Kau menjadi bodoh setelah mengenalku?”“Siapa pun pasti akan menjadi bodoh saat melihatmu,” jawab Damien. &ldqu