Damien berdiri dengan setengah membungkuk di balkon kamarnya. Dia merenung sambil mengisap sebatang rokok. Asap tipis mengepul dari bibir pria tampan tiga puluh empat tahun tersebut. Damien kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celana cargo pendeknya. Maksud hati ingin menghubungi Majandra dan menanyakan kabar wanita itu. Akan tetapi, suara gaduh telah berhasil membuat dia mengurungkan niat itu.
Di luar kamar, terdengar suara berisik anak-anak yang berlarian. Sesaat kemudian, pintu kamarnya digedor berkali-kali. “Paman!” seru suara anak-anak itu saling bersahutan. “Paman! Apa kau di dalam?”
“Astaga. Sejak kapan mereka ada di sini?” gumam Damien. Dia mematikan sisa rokok dalam asbak dengan terburu-buru. Pria tampan yang mengenakan T-Shirt round neck tersebut melangkah ke dekat pintu, lalu membukanya hati-hati.
“Dia tidak mencintaimu, dan kau begitu percaya diri menyatakan bahwa kalian ….”“Aku membantunya,” sela Damien, sebelum Nicholas sempat menyelesaikan kata-katanya.“Membantu dalam hal apa?” tanya Nicholas. Dia mengubah posisi duduk, jadi menghadap sepenuhnya kepada Damien. Raut wajah Nicholas dipenuhi rasa penasaran yang teramat besar.“Aku membantu dia meraih kemenangan,” jawab Damien enteng.Namun, sikap berbeda justru diperlihatkan oleh Nicholas. Ayah dua anak itu memicingkan matanya. “Kemenangan atas apa?” tanya pria itu lagi.“Atas cinta suaminya ….”“Astaga, Damien!”
“Kau terlalu berlebihan, Damien.” Majandra kembali tertawa renyah. “Apa yang akan kau dapat dengan ikut mati bersamaku?”“Jawaban,” sahut Damien singkat.Majandra menautkan alisnya. “Jawaban? Atas apa?” tanya wanita itu lagi.“Atas perasaanku. Semua orang mengatakan bahwa aku bodoh. Akan tetapi, aku menikmati kebodohan ini.” Suara Damien terdengar kian berat dan dalam.Majandra menghela napas perlahan. Tiba-tiba, dia merasa seperti tercekik setelah mendengar ucapan Damien. “Kau menjadi bodoh setelah mengenalku?”“Siapa pun pasti akan menjadi bodoh saat melihatmu,” jawab Damien. &ldqu
Majandra menatap tajam wanita yang menggandeng mesra lengan Alexandre. Begitu juga dengan Phillipe dan Estelle. “Untuk apa kau membawa jalang itu kemari?” tanya Majandra yang tak kuasa menahan rasa kesal, setiap kali melihat sosok kekasih gelap sang suami.Wanita yang tak lain adalah Lea, tertawa renyah menanggapi ucapan Majandra. “Hey! Ingatlah bahwa saat ini kau sedang menjalani status sebagai tahanan rumah. Jadi, sebaiknya turunkan kesombonganmu, Nyonya,” cibir Lea. Dia merasa berada di atas angin. Lea tak melepaskan tangannya dari lengan Alexandre. Model cantik itu juga seperti tak berani mendekat kepada Majandra.“Kenapa kau membawanya kemari, Alex?” protes Estelle tak suka.“Dia yang memaksa ikut,” jawab Alexandre datar.
“Apa yang kau katakan, Lea?” Alexandre meraih lengan sang kekasih. Dia mencekalnya cukup kencang, hingga membuat Lea meringis. “Bukankah kemarin sudah kutegaskan, bahwa hubungan ini hanya antara kau dan aku!” Nada bicara putra sulung Keluarga LaRue itu terdengar penuh penekanan, membuktikan dirinya yang tak suka dengan ucapan Lea. “Kau sudah bertindak di luar batasanmu!” sergah Alexandre.“Kau pikir aku bahagia hanya menjadi simpananmu, Alex?” Lea tak mau kalah. “Kau datang menemuiku, kemudian mengajakku bercinta! Setelah itu, kau pulang ke rumah mewah ini. Kembali menyandang status sebagai suami Majandra. Lalu, bagaimana denganku? Tidakkah kau memikirkan perasaanku sekali saja?” protesnya.“Alexandre tidak memiliki perasaan. Karena itulah dia tak pernah memikirkan orang lain selain dirinya!&rdqu
Alexandre sudah akan menanggapi ucapan Majandra. Namun, dia teringat pada kedua orang tuanya yang masih berada di ruang tamu. Alexandre berdiri, lalu beranjak keluar kamar. Dia membiarkan Majandra seorang diri di sana.Majandra duduk termenung. Dia tak merasa lapar sama sekali, setelah kehadiran Lea tadi. Wanita berdarah Meksiko itu hanya mengeluh pelan, karena terlalu lelah dengan setiap hal yang terjadi selama ini. Dalam situasi seperti itu, paras tampan Damien melintas di benaknya. Berbicara dengan CEO muda tersebut, selalu menjadi obat mujarab untuk segala keresahan dalam hati Majandra.Siang itu, Damien tengah berada di kantor. Ada beberapa urusan yang harus dirinya tangani secara langsung. Namun, sesibuk apapun seorang Damien Curtis, dia tak akan melewatkan panggilan telepon dari Majandra. Damien tersenyum kalem, melihat nama wanita pujaannya
“Kata-katamu membuatku takut, Damien,” ucap Majandra seraya meringis kecil.“Ah, tidak.” Damien tersenyum lebar. “Aku tak bermaksud begitu. Lupakan saja. Kau tahu bukan bahwa aku suka bersikap sok tahu.” Pria tampan bermata abu-abu itu mencoba mencairkan kembali suasana hati Majandra, yang sedikit terganggu oleh ucapannya tadi. Damien mengecup tangan istri Alexandre yang masih dirinya genggam erat. “Waktu istirahatku tinggal dua belas menit lagi sebelum kembali ke kantor.”“Kau malah menemaniku berbincang. Seharusnya tadi ….”“Majandra ….” Suara berat Alexandre terdengar di sana. Membuat Majandra serta Damien serentak menoleh ke arahnya. Alexandre cukup terkejut, melihat keberadaan putra Julien Curtis di kediamannya. Namun, d
Alexandre seakan tak bisa bernapas, setelah mendengar jawaban dari Majandra. Itu merupakan sesuatu yang tak pernah dirinya duga. Selama ini, pria tampan tersebut tidak berpikir ke arah sana. Dia mengira bahwa Majandra sangat membencinya, atas segala sikap buruk yang selalu ditunjukkan dalam kurun waktu tiga tahun pernikahan.Akan tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. Majandra berusaha bertahan, karena wanita asal Meksiko tersebut memiliki perasaan lebih terhadap dirinya.“Kau mencintaiku?” tanya Alexandre, seakan ingin memastikan apa yang didengarnya barusan. “Apa ini lelucon?” Alexandre menjadi agak kikuk. Dia berkali-kali menelan ludah, demi meredam rasa tak biasa yang tiba-tiba mendera.“Ya. Anggap saja itu lelucon, Alex,” jawab Majandra pelan. “Kau tak
Majandra tak ingat, kapan terakhir kali Alexandre menciumnya selain di altar. Dia tak pernah mengira, bahwa dirinya akan kembali merasakan sentuhan lembut bibir pria tiga puluh empat tahun itu. Majandra ingin menolak, tapi satu sisi hatinya justru menahan agar tetap di sana.“Nikmati, Majandra. Bukankah itu yang kau inginkan?” Bisikan halus terdengar di telinga wanita dua puluh lima tahun terebut. Majandra seketika diam dan mencoba menikmati, hingga akhirnya larut dalam buaian indah selama beberapa saat.Namun, pada detik berikutnya. Paras tampan Damien dengan senyum menawan tiba-tiba melintas di benak Majandra. Sontak, wanita berambut cokelat itu tersadar. Dia melepaskan diri dari pertautan mesranya bersama Alexandre. “Tidak, Alex. Maafkan aku.” Majandra menutupi bibirnya dengan punggung tangan. Dia beranjak dari duduk, k