Majandra tersenyum sinis, setelah mendengar ucapan Alexandre. Wanita cantik bergaun merah itu menatap sang suami beberapa saat, sebelum membalikkan badan tanpa memberi jawaban. Majandra langsung keluar kamar. Padahal, dia belum berganti pakaian serta membersihkan riasan.
“Kita belum selesai bicara!” Alexandre mencoba mencegah Majandra. Pria itu beranjak dari tepian tempat tidur. Dia bergegas menuju pintu, mengikuti langkah anggun sang istri yang tak memedulikannya.
“Apa lagi yang ingin kau bicarakan?” Majandra menoleh sekilas tanpa menghentikan langkah. Dia terus berjalan menyusuri koridor, hingga dirinya tiba di ruang tamu. Dari sana, Majandra melangkah ke ruangan dengan ukuran jauh lebih kecil dari ruang tamu tadi, yang merupakan mini bar. Meski di sana hanya ada counter bar kecil dengan dua stool bar, mini bar itu didesain denga
Alexandre meletakkan lagi ponsel milik Majandra. Sebelum beranjak, pria itu kembali memandang sang istri yang sudah dinikahinya selama tiga tahun. Alexandre mengembuskan napas pelan. Dia berjalan ke sisi sebelah kanan tempat tidur, di mana dirinya biasa berbaring.Sebelum benar-benar memutuskan tidur, Alexandre terlebih dahulu memeriksa ponselnya. Ada beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Lea. Seperti biasa, model cantik itu selalu mengirimkan foto seksi setiap malam. Kali ini pun tak berbeda. Wanita berambut pirang tersebut, memperlihatkan paha mulus serta kaki jenjangnya kepada Alexandre. Caption nakal disertakan dalam foto yang Lea kirimkan. [Apa kau tidak ingin menyentuhnya?]Alexandre tersenyum kalem. Untuk saat ini, dia memang sedang tergila-gila pada model cantik nan seksi tersebut. Alexandre membalas pesan tadi. [Kau sudah tahu bahwa aku sangat menyukainya]Sesaat kemudian, Alexandre menerima pesan balasan dari Lea.
Damien sedang fokus di depan layar komputer, saat terdengar dering pesan di ponselnya. Pria berambut gelap tersebut tengah mengerjakan proyek dari rekannya, yang mengelola perusahaan di Inggris. Sebagai seorang desain interior, Damien dipercaya untuk merancang interior kabin pesawat. Rancangan buatan putra Julian Curtis tersebut sangat unik dan memiliki ciri khas tersendiri.Jika sudah berhubungan dengan urusan pekerjaan, Damien pasti akan lupa waktu. Dia hanya berhenti untuk makan dan ke kamar kecil. Selebihnya, akan pria itu habiskan bersama peralatan di meja kerja. Seperti pesan yang diabaikan kali ini. Damien terus fokus pada apa yang sedang dilakukannya.Sementara, Majandra sudah berada di tepi Sungai Seine. Wanita itu duduk termenung seorang diri, menikmati embusan angin yang menerpa paras cantiknya. Dia mendongak ke langit. Ini adalah musim panas.
Alexandre menatap dingin kepada Majandra, yang berdiri di samping Damien. Pengusaha property tersebut sebenarnya tak ingin memedulikan mereka. Namun, Alexandre harus menjaga, agar jangan sampai ada pelayan di kediamannya yang melihat Majandra bersama pria lain. Pria itu tahu bahwa sang ibu menempatkan seorang informan, di antara beberapa asisten rumah tangga. Karena itulah, dia dan Majandra selalu menjaga sandiwara mereka.Sebenarnya, Alexandre dan Majandra sangat kompak dalam bekerja sama. Namun, sayangnya cinta tak jua hadir dalam biduk rumah tangga mereka. Lebih tepatnya, di hati Alexandre. Pria itu tak jadi masuk ke rumah. Dia kembali ke dekat undakan anak tangga, yang menghubungkan teras dengan halaman di mana Damien memarkirkan kendaraan.“Sudah terlalu malam. Sebaiknya kau segera pulang, Tuan Curtis. Pintu gerbang rumahku akan dikunci o
“Kau juga datang bersama kekasihmu. Kenapa aku tidak boleh?” ucap Majandra enteng.“Bukannya tidak boleh. Aku hanya berharap semoga kau tidak berciuman dengan pria itu di hadapan orang tuaku. Lagi pula, Lea akan mengisi acara di sana. Kami bertemu setelah semua selesai,” ujar Alexandre tak acuh.“Ah, kau memang licik.” Majandra tersenyum sinis. Dia tak ingin menanggapi lagi ocehan Alexandre. Majandra meletakkan kembali ponselnya. Wanita itu memejamkan mata, bersiap untuk tidur. Namun, baru saja dirinya terpejam, suara berat Alexandre kembali membuat si pemilik rambut cokelat itu terjaga.“Aku tak ingin kau mengacaukan semuanya. Ingat, orang tuaku akan hadir di sana. Jadi, jangan mempermalukanku,” tegas Alexandre. Tak biasanya, pria itu menjadi banyak bicara. Alex
“Alex!” jerit Lea seraya menghambur ke arah Alexandre. Dia tak menyangka bahwa lemparannya akan mengenai kening pria itu. “Astaga. Apa yang sudah kulakukan?” Lea menangis. Dia bermaksud mengusap darah yang menetes dari luka robek pria itu.Namun, dengan segera Alexandre menepiskan tangan Lea. Tanpa mengatakan apapun, dia berlalu dari hadapan sang model seksi tersebut.“Tidak, Alex!” Lea berusaha mencegah agar sang kekasih tidak pergi dari sana. “Tunggu, Sayang! Biarkan aku mengobati lukamu terlebih dulu.” Lea terus membujuk. Dia bahkan mengikuti Alexandre hingga ke lift.Akan tetapi, Alexandre tetap tak menggubris wanita itu. Dia langsung masuk ke lift, membiarkan Lea dengan rasa bersalah yang teramat besar di hatinya.
“Angin apa yang membuatmu tiba-tiba tertarik ikut ke acara seperti ini?” tanya Julien dengan tatapan penuh selidik. Dia memperhatikan Damien yang tengah mengenakan jas serta merapikan diri. Malam itu, mereka akan menghadiri acara penggalangan dana. “Bukankah Ayah menyuruhku pulang dari Inggris untuk acara-acara seperti ini?” Damien menoleh kepada Julien, lalu tersenyum kalem. “Ingat, Nak. Aku ingin kau kembali ke Perancis demi perkembangan kariermu. Kuharap, kau tidak berulah macam-macam,” ucap Julien seraya menepuk lengan putra bungsunya. Dia seakan tengah mengingatkan sang putra, agar tidak membuat masalah. “Tenang saja, Yah. Aku tahu apa yang kulakukan.” Damien kembali menyunggingkan senyuman kalem. “Apa kita akan berangkat sekarang? Semoga aku tidak terbang karena dasi kupu-kupu ini,” celetuknya diiringi keluhan pendek. “Kau bersemangat sekali,” sindir Julien halus. Dia merengkuh pundak Damien, lalu mengajak pria tiga puluh empat tahun
Seketika, Majandra menghentikan geraknya. Terlebih, karena ada beberapa wanita lain yang juga masuk ke sana. Majandra bergerak mundur sambil memegangi sebelah sepatunya, ketika dua orang wanita menghampiri Lea dan membantu wanita itu. “Astaga. Bagaimana mungkin wanita secantik dirimu bisa melakukan perbuatan keji seperti ini?” Majandra tidak menjawab. Dia hanya berdiri terpaku, dengan sebelah kaki yang berjinjit. Wanita berdarah Meksiko tersebut menatap tajam Lea. Model cantik tersebut diperlakukan bak korban, oleh para wanita yang ada di toilet. Satu hal yang membuat Majandra tersadar, ketika ada wanita lain datang ke sana bersama seorang pria. Sepertinya, pria itu merupakan petugas keamanan. “Wanita itu!” tunjuknya pada Majandra. Aku melihatnya sedang mengangkat sepatu yang bersiap untuk dipukulkan kepada korban,” ujarnya yakin. "Ya. Hanya karena salah paham, dia menyerangku tanpa alasan yang jelas," ujar Lea seraya bangkit. Dia meringis kes
"Apa maksudmu, Ayah?" Alexandre mencoba berkilah. Dia berpura-pura tak mengerti dengan ucapan Phillipe. "Sudahlah, Alex. Aku telah mengetahui hal ini sejak lama. Kau pikir bisa membodohi ayahmu dengan begitu mudah?" Phillipe menaikkan sebelah alisnya. Pria paruh baya tersebut mengembuskan napas berat. Dia lalu berdiri di hadapan Alexandre, yang masih duduk sambil memandang ke arahnya. "Aku tidak mengerti ...." Belum sempat Alexandre melanjutkan kata-katanya, satu tamparan keras mendarat di pipi pria tampan tersebut. "Jangan bertindak macam-macam, Alex!" ucap Phillipe penuh penekanan. "Kau tahu apa akibatnya, jika dirimu sampai membuat masalah dengan Majandra. Aku tak akan pernah membiarkan hal itu terjadi." Tegas dan terkesan penuh ancaman, ucapan Phillipe terhadap putranya. Selagi Alexandre memberikan penjelasan kepada Phillipe, Majandra tak langsung pulang. Dia menghentikan taksi yang ditumpanginya di tengah perjalanan. Wanita itu berjalan,