Tidak butuh waktu lama, pakaian untuk Kenra sudah tiba di rumah. Rebecca memilihkan dress nerwarna pink untuk di kenakannya, tak lupa ada juga berbagai boneka.Tempat tidur sudah di pasang, juga lemari dengan warna yang sama."Ini semua punya Kenra?" Ia bertanya sangat antusias. Kamar besar dengan pernak-pernik berwarna pink, sangat cantik dimatanya.Rebecca mengangguk, "Kenra menyukainya?" Ia ingin mendengar jawaban langsung dari cucunya."Suka. Terima kasih, Nenek!" Sebahagia apapun dia, Kenra tidak melupakan ucapan itu.Rebecca mencium pipi Kenra yang sudah selesai ia rapikan rambutnya. Kenra mengambil satu boneka winnie the pooh yang kecil lantas membawanya keluar dari kamar."Kenra sayang, sudah selesai mandi?" Kenzi datang menyapa."Ya Paman, Kenra sudah wangi. Nenek membelikan baju dan boneka untuk Kenra." Ia mengadukan hal itu pada Kenzi."Kenra menyukainya?"Hmm, ia mengangguk."Sepertinya Kau mau pergi?" Nyonya Rebecca bertanya, dari penampilan putra sulungnya jelas sekali t
Malam itu, Kenra merasa asing dengan kamar barunya, ia meminta tidur di kamar mommynya saja.Robert dan Rebecca membujuk cucunya agar terbiasa tidur di kamar yang lucu penuh dengan gambar prince dan berbagai boneka lainnya, tetapi justru menatap dinding dan plafon yang penuh lampu membuatnya merasa seram. Ia merengek minta tidur bersama Ralin."Kenra belum pernah berpisah dariku, Bu. Biarkan malam ini dia tidur denganku, mulai besok aku akan memberinya pengertian," kata Ralin sambil mendekap tubuhn Kenra yang berada di gendongannya.Rebecca tersenyum dan mengusap lembut kepala cucunya, "Ibu mengerti, ini hari pertama dia belum terbiasa."Ralin membawa Kenra ke lantai atas, sampai di sana tubuh Kenra di baringkan, di ikuti oleh dirinya tangannya mulai menepuk-nepuk pelan tubuh mungil itu, kebiasan Kenra sebelum tidur.Gadis itu terlelap, tetapi Ralin masih terjaga, ia kembali duduk lalu berjalan menuju balkon untuk menatap rembulan ataupun bintang yang bertaburan.Ada yang berbeda den
Kenra begitu senang saat semua belanjaan mereka di buka. Mulai dari baju sepatu, berbagai aksesoris untuk rambut.Belum selesai dengan itu semua, seorang pelayan pun datang membawakan sepedanya. Kenra, langsung berdiri dan menghampiri sepeda itu.Rebecca tidak kalah bahagia menyaksikan itu semua, sedangkan Ralin memutuskan untuk bangkit dan menyusun barang-barang milik putrinya.Sejenak ia tertegun. Kini Kenra merasakan hidup mewah seperti dirinya dahulu, tetapi Ralin berjanji dalam hatinya akan tetap mengajarkan arti kesederhanaan pada Kenra.Sesuai janji Kenzi menjemput tunangannya, mereka akan memilih gaun pernikahan di tempat desainer ternama.Setelah kepergiannya seseorang memasuki perusahaan, dia memakai seragam seperti karyawan pada umumnya dengan masker menutupi bagian bawah wajahnya.Tidak ada yang curiga, mereka berpikir dia karyawan. Pria itu masuk ke dalam dan naik ke lantai atas. Dia sengaja memakai lift karyawan untuk menghindari kecurigaan.Setelah sampai di tempat yang
Luke menatap tak berkedip pada sosok kecil di atas sepeda. Wajahnya mirip dengan almarhum adiknya. "Li-ly!"Tuan Robert menepuk bahu Luke, "Dia Kenra putri Kenzi," katanya.Timbul keryitan di dahi Luke, putri Kenzi? Bagaimana bisa? Apa diam-diam dia punya anak dengan Violin? Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya."Kenra!" Suara Ralin terdengar membuat mereka menoleh padanya, tak terkecuali Kenra."Yes, Mom!" jawabnya seraya memutar sepeda kembali ke arah samping rumah."Oh, di sini ternyata, mommy cari ke belakang tadi." Ralin menyambutnya. "Mom, Kakek!" Kenra melihat ke arah kakek dan pria yang ia kira Kenzi tadi.Ralin tentu mengenali adik iparnya tersebut, karena Luke turut andil dalam membantunya keluar dari rumah ini."Kakak ipar!" Wajah Luke tampak berseri, ia menghampiri Ralin dan ingin memeluknya karena tidak menyangka bisa bertemu lagi.PlukSebelum tangannya sampai, satu tangan sudah mendorongnya hingga Luke hampir terjerembab ke bawah."Bajingan, berani Kau pulang ke ru
Nyonya Rebecca menyuruh pelayan untuk memanggil Kenzi ke kamarnya. Tidak berapa lama putranya itu datang.Makan malam telah disiapkan dan mereka semua telah mengelilingi meja makan, tinggal satu orang lagi."Panggilkan Ralin untuk makan!" perintah Nyonya Rebecca pada pelayannya."Baik Nyonya!"Violin yang sedang memainkan ponselnya mendadak jadi berubah ekspresinya, Kenzi tidak mengatakan apapun padanya mengenai Ralin. Kini wanita itu ternyata ada di rumah ini.Ralin turun dari atas, dia tampak cantik meski tanpa polesan dan dengan baju sederhana. Inilah yang Violin tidak suka, dia tidak senatural Ralin."Ha-hai Ralin!" Ia memaksakan diri agar terlihat ramah dihadapan orang tua Kenzi, menyapa lebih dulu demi menarik simpati. Tatapi, Nyonya Rebecca tidak akan tertipu dengan akting Violin barusan. Ralin hanya membalas uluran tangan, tetapi tidak menyapa, wajahnya juga tidak mengulas senyum.Mereka makan dalam diam, setelah makan Ralin langsung pamit dengan alasan Kenra, dia hanya menja
Dokter keluar dari dalam, di ikuti oleh suster yang mendorong brankar Kenra.Kenzi dan Ralin langsung menyambut berdiri. Terlihat Kenra memejamkan matanya, Ralin langsung mengikuti dengan menyentuh tangan mungil itu."Apa pasien sering seperti ini?" Dokter bertanya, kini Kenra sudah berada di ruangan khusus."Iya, Dok. Bila dia cemas akan demam tinggi, tetapi saya selalu menyediakan obat di rumah," jawab Ralin."Begini, sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan pada Tuan dan Nyonya terkait kondisi pasien. Saya ingin melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Saya harap Tuan dan Nyonya mengijinkan!" tutur dokter. Dia mencurigai ada penyakit Kenra yang mungkin bawaan dari lahir.Pikiran Ralin langsung melayang entah kemana, apa putrinya punya penyakit lain?"Lakukan yang terbaik, Dok," kata Kenzi memberi keputusan."Baiklah, besok akan kami lakukan pemeriksaan lanjutan, untuk sementara, pasien harus di rawat di sini."Kenzi mengangguk. Dokter dan suster pun keluar dari ruangan.Ralin langsung t
Hasil pemeriksaan Kenra keluar dua hari kemudian."Infeksi pada sistem saraf," kata dokter mulai menjelaskan, "Infeksi selaput otak atau meningitis. Penyakit ini biasa di sebabkan oleh bakteri atau virus. Selain demam tinggi bisa juga sakit kepala atau kejang."Ralin terdiam setelah dokter menjelaskan penyakit putrinya."Apa bisa sembuh, Dok?" tanya Kenzi."Deengan perawatan optimal tentu saja."Jawaban dokter membuat Ralin lega, setidaknya Kenranya bisa sembuh.Sedikit siang Kenzi pergi ke kantor. Ralin sendirian menjaga Kenra, ibu mertua dan ayah mertuanya tidak datang hari ini."Hai Kakak ipar!" Luke datang membawa bekal dari rumah. Ralin tersenyum menyambutnya. Hubungan mereka memang tidak pernah buruk sejak dulu."Ibu menyuruhku mengantar ini. Beliau sedang ada urusan dengan ayah," katanya lalu meletakkan tas berisi bekal tersebut di atas meja."Tidak apa-apa, lagi pula Kenra juga sudah lebih baik," jawab Ralin. Dia pun meminggirkan kotak bekal itu karena belum lapar.Luke berjal
Apa Kenzi sudah mengatakan pada Kenra, bahwa dia daddynya? Pikiran Ralin berkecamuk, tetapi Kenra terdengar tertawa bahagia di dalam.Ralin memutuskan untuk masuk saja ke dalam. Ceklek"Mommy!" panggil Kenra senang."Ya sayang," sahutnya seraya, berjalan mendekat, "sepertinya Kenra bahagia?" Ralin membelai lembut rambut putrinya. Kenzi sengaja bergeser sedikit agar keduanya lebih leluasa. "Kenra sudah punya daddy," katanya dengan riang. Ralin langsung menatap wajah Kenzi yang memilih pura-pura tidak mendengarnya."Kenra masih belum sembuh, jangan membahas daddy dulu ya?" Ralin pun tidak mengerti dengam ucapannya sendiri."No mom, Paman Kenzi bilang, mau jadi daddy Kenra. Jadi mulai sekarang Kenra akan memanggilnya daddy." Seperti baru mendapat hadiah saja Kenra tampak tidak keberatan memanggil Kenzi daddy.Jadi hanya pura-pura. Pikir Ralin, akan tetapi Kenra sudah bahagia, bagaimana kalau dia tahu yang sebenarnya.Sehari setelahnya Kenra dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan unt