Share

Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius
Perjalanan Dimensi Waktu Sang Genius
Author: Arif

Bab 1

“Nggak enak banget!”

Wira Darmadi sedang mengunyah sesuap tiwul. Kemudian, dia meletakkan sendoknya karena merasa seperti makan gula saja.

Sekarang dia akan menampar siapa pun yang berani memberitahunya bahwa melewati dimensi adalah hal bagus.

Wira sudah melewati dimensi ke Kerajaan Nuala yang mirip dengan Kerajaan Atrana kuno.

Pemilik tubuh sebelumnya berasal dari keluarga kaya. Sewaktu orang tuanya masih hidup, dia selalu sarapan bubur. Makan siangnya adalah nasi dengan lauk, sedangkan makan malamnya adalah mi gandum dan roti pipih.

Berhubung harus bersekolah di ibu kota provinsi, dia baru pulang ke rumah setiap sepuluh hari sekali. Pada saat itu, dia pun bisa memuaskan nafsu makannya.

Rakyat biasa pada umumnya hanya makan sehari dua kali. Makanan mereka juga hanyalah bubur atau tiwul karena mereka tidak sanggup membeli daging. Hanya pada saat Tahun Baru dan punya uang berlebih, mereka baru bisa menikmati daging.

Biasanya, hanya orang kaya, bangsawan atau pejabat yang bisa menikmati mi dan nasi.

Saat memikirkan ayam, ikan, daging dan telur yang disia-siakan di dunia, Wira pun menjadi kesal.

Wira sedang tenggelam dalam pikirannya. Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang terdengar ketakutan. “Suamiku, maaf. Kita sudah kehabisan beras. Cendekiawan sepertimu jadi harus makan tiwul padahal baru sembuh.”

Saat melihat gadis cantik yang berdiri dengan takut di depan kamarnya, mata Wira langsung berbinar.

Gadis yang anggun dan cantik itu terlihat berusia sekitar 17-18 tahun. Perawakannya tinggi dan langsing, tingginya mungkin mencapai 1,7 meter.

Dia mengenakan baju merah yang dipadu dengan rok hijau dan sepatu kain bercorak. Pakaiannya sangat sederhana, wajahnya juga tidak dirias. Namun, dia terlihat sangat cantik dan juga lembut.

Hanya saja, wajahnya terlihat sangat pucat. Rambutnya juga sangat tipis dan kusam. Dia terlihat seperti orang yang kekurangan gizi saja.

Gadis itu bernama Wulan Linardi. Dia adalah istri pemilik tubuh sebelumnya dan merupakan wanita tercantik di Kabupaten Uswal. Awalnya, pemilik tubuh sebelumnya sudah tidak mempunyai kesempatan untuk menikahinya.

Pada saat itu, Keluarga Linardi hampir dibantai. Jadi, mereka ingin menikahkan putri mereka agar tidak terlibat masalah.

Namun, tidak ada orang di kabupaten ini yang berani menikahinya selain pemilik tubuh sebelumnya yang keras kepala itu.

Pada hari pernikahan mereka, Keluarga Linardi mendapat kabar bahwa ayah Wulan berhasil memutarbalikkan situasinya. Keluarga Linardi pun hendak membatalkan pernikahan mereka.

Namun, Wulan menolaknya dengan tegas. Dia merasa suami istri harus melewati suka dan duka bersama sampai akhir hayat.

Entah karena emosi akibat Keluarga Linardi hendak membatalkan pernikahan atau ada yang salah dengan pemilik tubuh sebelumnya, mereka sudah menikah selama tiga tahun, tetapi masih belum berhasil berhubungan intim!

Kemarin, pemilik tubuh tiba-tiba sakit dan koma. Pagi ini, Wira sudah melewati dimensi dan menempati tubuh ini.

Saat melihat ada sesuatu di hidung mancung gadis itu, Wira pun bangkit dan mengulurkan tangannya.

“Ah!”

Wulan langsung berjongkok dan melindungi kepalanya sambil menangis. “Suamiku, jangan pukul aku! Semua mas kawin sudah benar-benar habis terjual!”

Tangan Wira pun berhenti di udara.

Berhubung pemilik tubuh sebelumnya memiliki disfungsi seksual, sifatnya pun berubah drastis.

Dia berhenti belajar untuk ikut ujian menjadi pejabat, dan hanya tahu bersenang-senang setiap hari. Oleh karena itu, keluarga mereka pun jatuh miskin.

Selain itu, pemilik tubuh sebelumnya juga menyiksa istrinya yang cantik ini. Bukan hanya mas kawin Wulan yang sudah habis dijualnya, dia juga memaksa Wulan meminjam uang dari Keluarga Linardi agar dia bisa berfoya-foya.

Namun, Wulan malah merasa dirinya berutang budi pada pemilik tubuh sebelumnya.

Wulan bukan hanya tidak meninggalkan suaminya, tetapi juga tetap melayani kebutuhan suaminya meskipun tubuhnya sudah terluka karena dipukuli suaminya.

“Suamiku, jangan pukul aku lagi! Aku bakal cari cara untuk dapat uang, lalu membelikanmu alkohol dan daging!”

Wulan mendongak dan memohon sambil menangis tersedu-sedu.

“Aku nggak minum alkohol, juga nggak makan daging. Ada kotoran di hidungmu, aku cuman mau bantu kamu menyekanya!”

Wira memapah Wulan yang gemetaran, lalu menyeka abu hitam di ujung hidungnya dengan lengan bajunya.

Namun, Wulan malah menjadi lebih takut lagi.

Dalam tiga tahun ini, suaminya bukan hanya memukul dan memakinya saja. Kadang-kadang, suaminya juga bisa bersikap lembut. Namun, dia melakukannya supaya Wulan menggadaikan mas kawinnya atau meminjam uang dari Keluarga Linardi.

Oleh karena itu, Wulan berpikir bahwa suaminya bersikap lembut hari ini karena mau meminta uang kepadanya.

Wira meminta maaf dengan suara lembut, “Dulu, aku yang salah. Kelak, aku nggak bakal pukul kamu lagi!”

“Huhuhu!”

Wulan langsung menangis dan berkata, “Suamiku, kamu pinjam berapa banyak uang lagi di luar sana? Waktu terakhir kali aku pulang ke rumah, kakakku sudah bilang kalau dia nggak bakal pinjamin aku uang lagi!”

Wira tersenyum masam. “Aku nggak pinjam uang dari luar. Aku juga nggak bakal suruh kamu pulang untuk pinjam uang lagi!”

Wulan tidak sepenuhnya percaya pada kata-kata Wira. “Serius?”

Wira mengangguk. “Percayalah padaku!”

Gadis sebaik ini sangat sulit dicari, kenapa pemilik tubuh sebelumnya tidak menghargainya?

“A ... aku bakal percaya sama kamu sekali lagi!” jawab Wulan dengan takut.

Setiap kali dia percaya pada kata-kata manis suaminya, dia selalu terluka lebih dalam lagi.

Wulan berharap semoga kali ini dia benar-benar bisa memercayai suaminya.

Brak!

Pintu kayu rumah mereka tiba-tiba didobrak.

Seorang pria paruh baya berjalan masuk. Pria itu bertopi hitam, mengenakan pakaian hitam yang dipadu dengan ikat pinggang merah dan sepatu bot kain.

Saat melihat Wulan, mata pria paruh baya itu langsung berbinar. Setelah itu, dia melirik tuwil yang ada di meja dan berkata sambil tersenyum, “Wah! Tuan Wira, kamu sudah bosan makan nasi, ya? Benar juga, kalau makan nasi sehari tiga kali, kamu juga bakal susah buang air besar karena terlalu nggak berserat.”

Di zaman dahulu, sanggup makan nasi sudah merupakan hal yang sangat dibanggakan.

Wira merasa pria paruh baya itu tidak asing, tetapi dia tidak bisa mengingat apa hubungan pria ini dengan pemilik tubuh sebelumnya.

“Pak Budi, kalau mau pamer kekayaan, balik saja ke Dusun Silali. Jangan pamer di Dusun Darmadi!”

Wulan berdiri di depan Wira dengan ekspresi galak, seolah-olah mau melindunginya.

Setelah mendengar namanya, Wira pun teringat siapa pria ini.

Budi Silali adalah seorang pejabat kecil di ibu kota provinsi. Dia juga merupakan kepala desa dari Desa Pimola dan orang kaya dari Dusun Silali yang lokasinya tidak jauh dari Dusun Darmadi.

Dia bertanggung jawab atas pajak penghasilan, pajak tanah dan pajak lain-lain penduduk Desa Pimola. Dia juga punya kerja sampingan sebagai rentenir.

Budi akan pergi ke rumah siapa pun yang anggota keluarganya sakit dan tidak bisa membayar pajak, lalu meminjamkan uang kepada mereka.

Dengan cara ini, dia sudah mendapatkan tanah sebanyak 20 hektar dan menjadi lumayan kaya.

“Rumah kalian? Ini rumahku. Bahkan kamu juga bakal segera jadi milikku. Buka matamu dan lihat baik-baik!”

Kemudian, Budi mengeluarkan selembar bukti pinjaman dari kantong bajunya dan membukanya dengan sombong.

“Wira Darmadi, pelajar dari Dusun Darmadi meminjam uang dari Budi Silali dari Dusun Silali sebesar 30 ribu gabak. Dalam satu bulan, Wira akan membayar utang beserta bunga sebanyak 40 ribu gabak. Jaminannya adalah tempat tinggal, setengah hektar tanah di sebelah timur desa dan Wulan Linardi, istrinya ....”

Setelah melihat cap jarinya, beberapa ingatan pun muncul di benak Wira. Wira pun langsung murka.

Pemilik tubuh sebelumnya pernah mabuk dan ditarik Budi pergi berjudi di ibu kota provinsi. Setelah kalah telak, dia pun membuat perjanjian ini.

Baru saja Wira bersumpah pada Wulan, perbuatan keji pemilik tubuh sebelumnya sudah terbongkar lagi.

Penduduk Provinsi Jawali sangat miskin. Seorang buruh paling banyak juga hanya akan menghasilkan tiga sampai empat gabak sehari.

Untuk membayar utang 30 ribu gabak tanpa bunga, seorang buruh juga harus bekerja paling sedikit tiga tahun. Itu masih belum termasuk biaya kehidupan, biaya pajak yang tinggi dan kerja rodi.

Bahkan Wira yang punya gelar doktor di bidang teknik mesin dan teknik material pun kewalahan untuk menghasilkan uang sebanyak itu.

Budi menatap Wulan dengan penuh hasrat dan berkata, “Cantik, kalau kamu ikut aku, aku jamin kamu bakal hidup enak. Kamu nggak perlu hidup menderita lagi dengan si Pemboros ini!”

Wulan menoleh ke arah Wira, air mata sudah membasahi pipinya dan menetes ke lantai.

Ternyata dia memang salah karena sudah memercayai suaminya!

Wulan bisa menerima penyiksaan apa pun dari suaminya, tetapi dia tidak menyangka suaminya akan menggunakan dirinya sebagai jaminan!

Pada saat ini, hatinya benar-benar hancur.

Wira tidak tahu harus bagaimana menghibur Wulan. Dia pun menatap Budi yang sombong dan berkata, “Bawa pergi surat perjanjianmu itu!”

“Berengsek! Kamu nggak mau bayar utang?”

Budi langsung murka. “Aku bisa pulang ke Dusun Silali dan suruh ratusan orang untuk datang dan memukulmu sampai cacat! Pemimpin daerah juga bakal kasih aku rumah, tanah dan istrimu padaku! Sudah ada bukti masih berani mengelak. Kamu sudah bosan hidup, ya!”

Wulan menarik lengan baju Wira dan berkata, “Suamiku, kita harus bayar utang. Aku bakal pulang ke rumah untuk pinjam uang!”

Jika tidak membayar utang, suaminya akan ditarik ke pengadilan daerah dan dipukul.

“Wulan, kamu nggak perlu pinjam uang sama keluargamu. Aku bisa selesaikan masalah ini!”

Wira tertegun sejenak. Dia tidak menyangka Wulan masih bersedia membantu pemilik tubuh sebelumnya padahal dirinya sudah digunakan sebagai jaminan.

Budi menatap Wira tatapan meremehkan. “Kamu cuman tahu foya-foya, gimana kamu mau selesaikan masalah ini! Kalau kamu nggak bayar 40 ribu gabak itu hari ini, aku nggak bakal pergi.”

Wira menunjuk ke tanggal surat perjanjian dibuat dan berkata, “Buka matamu lebar-lebar! Memangnya sudah sebulan?”

Budi langsung terkejut. Dia datang menagih utang karena mendapat kabar bahwa Wira sakit keras. Begitu mereka ribut, dia pun lupa bahwa masih tersisa tiga hari sebelum Wira harus membayar utang. Budi pun menjawab dengan kesal, “Aku nggak percaya kamu bisa dapat 40 ribu gabak dalam tiga hari!”
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Winda Win Zhal
cerita yang menarik
goodnovel comment avatar
Zulkhairi Zabaruddin
Rindu penulis yang ini
goodnovel comment avatar
Zulkhairi Zabaruddin
Rindu kan penulisan yg dahulu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status