Share

Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku
Perjalanan Waktu: Menyelamatkan Istriku
Penulis: Sulfikar Pertiwi

BAB 1 Last Momentum

“Apa?” pekik Hasan saat baru saja menerima telepon dari rumah sakit. Membuat istrinya terkejut dan tanpa sadar menutup mulutnya.

“Bagaimana dengan dokter lain?” tanyanya masih dengan gusar, disertai rasa panik. “Maaf, Dok, untuk saat ini hanya Anda, dokter ahli saraf di rumah sakit ini. Dokter lain takut untuk mengambil tindakan,” tangannya seketika gemetar hebat dan tanpa sadar menjatuhkan ponselnya. Pihak rumah sakit masih memanggil namanya di sana, namun tak mendapatkan jawaban apapun.

Seketika dia teringat akan traumanya terhadap darah, dan itulah juga menjadi alasan mengapa dia tidak pernah ikut andil dalam tindakan operasi.

Melihat suaminya yang memucat, Nisha langsung menghampirinya, memegang bahunya sambil tersenyum lembut padanya.

“Ada apa?” tanyanya dengan suara halusnya. “A-ada operasi kemudian… dokter lain… darah… aku… Nisha, aku tak bisa,” ucapannya tergelagap, namun Nisha menatapnya dengan tatapan khasnya yang selalu membuat Hasan teduh. Nisha membawa Hasan dalam pelukannya, memberinya ketenangan sekaligus kekuatan.

“Kau tak perlu takut… aku selalu di sini.”

“Tapi-” Baru saja Hasan ingin mengucapkan sesuatu kembali, namun Nisha sudah meletakkan jari telunjuknya pada bibir Hasan.

“Ssssssttttt… tak ada yang perlu ditakuti… apa kau tahu? Kisah tak berakhir selama jantung masih berdetak dan darah masih mengalir. Namun jika mereka berhenti, bukanlah hal yang harus ditakutkan, karena itu jalan menuju keabadian… jadi… apa yang kau takutkan.”

Senyuman indah kemudian tertoreh di bibir Nisha, membuat hati Hasan semakin teduh. “Aku tahu kau bisa,” bisik Nisha. Entah mengapa, Hasan merasa dia mendapatkan kekuatan yang entah berasal dari mana. Saat itu juga, dia berjalan menuju rumah sakit.

Setelah tiba di ruang operasi, Hasan segera mengurus pasiennya yang sedang berjuang dalam masa kritisnya. Di tengah keheningan ruang operasi, suasana tegang menyelimuti udara. Dengan cahaya terang dari lampu operasi, fokus dan keputusan terpancar dari setiap gerakan. Wajah Hasan terlihat tegang namun penuh tekad saat ia dengan hati-hati mengenakan sarung tangan bedah. Pasien terbaring di meja operasi, dan denyut nadi pasien yang lemah menciptakan ketidakpastian di sekitarnya.

Hasan memandang instrumen medis yang teratur di atas meja. Alat-alat itu menjadi perpanjangan dari tangannya, yang akan membantu mengubah nasib pasien ini. Namun, bayangan tragedi masa lalu menyala dalam pikirannya seperti hantu, berusaha untuk mengambil alih pikirannya.

Tim medisnya sudah siap, menunggu arahan pertama dari Hasan. Dengan napas dalam, ia mencoba meredakan kegelisahan dalam dirinya. Suaranya tetap tenang saat memberikan arahan, tetapi siapa pun yang melihat matanya akan merasakan gelombang emosi yang tak terungkapkan.

Saat prosedur operasi dimulai, suasana terasa hampir seperti menghadap kegelapan. Setiap gerakan pisau, setiap tindakan tangan, menentukan nasib pasien. Detak jantung Hasan seolah berdampingan dengan detak jantung pasien, mencerminkan kerentanannya yang tak tampak.

Selama operasi, setiap detik waktu terasa berhenti sejenak. Hasan dan timnya larut dalam konsentrasi, melupakan dunia di sekitar mereka. Mereka mengatasi komplikasi dengan tenang dan keahlian yang sama.

Keringat mengalir di kening Hasan, tetapi pandangannya tidak berpindah. Ia terus fokus pada tugasnya, mencari peluang untuk menyelamatkan nyawa yang tergantung padanya. Namun, bayangan kecelakaan tragis terus menghantuinya. Dengan rasa muak, ia menghadapi rasa takut yang sulit dihilangkan.

Detik demi detik berlalu, dan situasinya semakin rumit. Hasan berjuang untuk mengendalikan situasi yang terus berubah. Wajahnya pucat, mencerminkan pertempuran batin yang ia alami. Namun, tak ada tanda kegagalan dalam gerakannya, karena tekadnya yang bulat terus mendorongnya maju.

Akhirnya, tiba saatnya bagi Hasan untuk membuat keputusan akhir yang bisa menghakimi nyawa pasien. Dalam keheningan yang menegangkan, ia membuat langkah terakhir yang diperlukan. Alat-alat berhenti sejenak, seolah waktu berhenti, dan semua mata tertuju padanya.

Perasaan kemenangan dan lega mengalir dalam diri Hasan operasinya berhasil. "Nisha, aku berhasil," ujarnya hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya, tidak sabar untuk memberi kabar baik ini kepada istrinya.

"Dokter, seorang wanita baru saja ditemukan pingsan," dengan panik, si perawat langsung berlari bersama Hasan. Namun, entah mengapa perasaannya tidak enak, dadanya semakin sesak, seakan ada sesuatu yang menunggu di depannya.

Tampak  jelas keadaan Nisha yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit, dengan oksigen yang terpasang di mulutnya. "NISHA!" pekiknya, kemudian buru-buru  langsung memeriksa kondisinya.

Hatinya berdebar kencang saat Hasan melihat Nisha terbaring tanpa sadar di ranjang rumah sakit. Rasanya seolah-olah dunianya berhenti sejenak. Langkahnya cepat dan gelisah ketika ia mendekati ranjang tempat Nisha terbaring. Oksigen yang terpasang di mulutnya mengindikasikan ketidakstabilan keadaannya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Hasan dengan suara gemetar kepada perawat yang masih berada di sisinya. Perawat dengan cepat menjelaskan situasi Nisha, bahwa ia tiba-tiba pingsan dan ditemukan dalam kondisi lemah. Hasan merasa dadanya semakin sesak, dan kekhawatirannya sangat besar. Ia ingin tahu penyebab kejadian ini dan apa yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Nisha.

Sambil memeriksa tanda-tanda vital Nisha, Hasan mencoba untuk tetap tenang. Ia melihat monitor detak jantung dan tekanan darah dengan saksama, mencari petunjuk tentang kondisi istrinya. Ia juga mengamati sekitar mencari tanda-tanda yang mungkin bisa memberikan petunjuk tentang penyebab pingsan Nisha.

Hasan merasakan perpaduan antara rasa cemas dan takut. Ia tidak ingin kehilangan Nisha, wanita yang telah menjadi pusat hidupnya, cahaya di tengah kegelapan. Namun, di balik rasa takut itu, ada tekad dan keberanian yang kuat. Ia ingat kata-kata Nisha tentang keabadian, tentang ketidakperluan takut jika jantung berhenti berdetak dan darah berhenti mengalir.

Hasan berbicara dengan perawat, meminta agar pemeriksaan lebih lanjut dan tes yang diperlukan segera dilakukan. Ia merasa beban tanggung jawab sebagai suami dan sebagai dokter masih ada di pundaknya. Dengan tangan yang gemetar, ia memegang tangan Nisha dengan lembut, memberikan dukungan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Sementara tim medis berupaya mencari penyebab pingsan Nisha, Hasan merenungkan kata-kata Nisha dan makna mendalamnya.Ada dorongan untuk menghadapi ketakutannya, untuk tidak menyerah pada rasa takut yang mengintai. Ia merasa semangat dan keberanian mengalir dari istrinya, memberinya kekuatan untuk tetap berdiri dan berjuang.

Waktu terasa melambat, dan setiap detik terasa  berat. Tetapi akhirnya, hasil pemeriksaan  keluar, dan Hasan merasa lega karena sekarang ia tahu apa yang perlu dilakukan untuk membantu Nisha. Dalam momen berarti, ia memutuskan untuk maju dengan tekad yang membara.

"Kau pasti akan selamat, tak perlu khawatir," dengan suara serak, ia menelan kesedihannya sambil mengumpulkan semua keberaniannya. Waktu terasa bergerak dengan kecepatan yang berbeda saat Hasan melihat monitor detak jantung Nisha semakin melemah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status