"Membuat Anda sakit?” ulang Keyna dengan gugup. “Ta-tapi, Tuan, bagaimana caranya?”
“Kamu bisa membuat aku terkena stroke, lumpuh, atau komplikasi penyakit yang menyebabkan aku hanya terbaring di ranjang saja.”
Keyna membulatkan matanya lebar-lebar. "Astaga. Saya tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu, Tuan. Itu melanggar sumpah seorang dokter. Kami mengobati bukan memberi penyakit kronis."
William mendengus kasar. "Kamu belum disumpah karena belum menjadi dokter!"Benar juga. Keyna memutar otaknya. Satu-satunya yang terlintas di pikirannya adalah lelaki di depannya ini ingin merekayasa hasil tes kesehatan agar mendapat uang asuransi yang sangat besar.“Apa karena Anda ingin membohongi petugas asuransi untuk mendapatkan uang kesehatan?”
William mengernyitkan dahi. Seketika Keyna merasa bodoh. Dilihat dari hunian sangat besar yang dimiliki lelaki di depannya ini, ia memang pasti orang yang kaya raya. Wanita itu merasa telah menyinggung calon majikannya.
“Maafkan saya, Tuan William. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaan anda,” ralat Keyna.
“Untungnya, aku tidak tersinggung sama sekali. Permintaanku memang aneh. Tetapi, itulah yang aku butuhkan. Kamu lihat? Ranjang di sana masih kosong, ruangan ini bahkan telah dipersiapkan untukku saat sedang sakit keras,” jelas Willam.
Sekali lagi Keyna menggeleng. “Saya ragu bisa menjalankan perintah Anda, Tuan William.”
“Gajimu seratus juta per-bulan. Aku bisa membuatmu melanjutkan kuliah di kota ini. Kamu bisa belajar sekaligus bekerja.”
Sungguh Keyna tergoda. Dengan gaji yang sebesar itu, ia bisa melakukan apa saja. Melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda, supaya kemudian bisa kembali menyambung kasih dengan Cedric, yang memang masih dicintainya. Dengan uang gaji yang besar itu, ia juga bisa menebus rumah ayahnya yang telah disita oleh bank.
“Boleh saya tau, apa alasan Anda membuat diri Anda sakit?”
William menggeleng. “Tidak sekarang. Lagipula, kamu akan tau sendiri nantinya.”
“Apa ada syarat lain yang harus saya penuhi?”
“Ya. Kamu harus menikah denganku.”
Bagai terkena sengatan listrik, Keyna berjengit kaget. Wanita itu mundur satu langkah. Matanya dengan waspada menatap lelaki di hadapannya.
"Me-menikah? Dengan anda, Tuan?" dengan terbata Keyna menjawab. Tanpa sadar matanya meneliti lelaki di depannya. Lelaki yang umurnya mungkin belasan bahkan puluhan tahun lebih tua darinya.William tidak langsung menjawab. Seorang pelayan berpakaian jas rapi masuk ke dalam ruangan. Lelaki itu menunduk santun. Ia memberikan sebuah map kepada William."Baca baik-baik perjanjian ini, jika kamu mau bekerja di sini." William memberikan map itu kepada Keyna.Tanpa menunggu jawaban Keyna, William segera keluar dari kamar. Tinggallah Keyna dengan pelayan berjas tersebut. Wanita itu menatap map berdesain mewah di tangannya."Anda boleh pulang sekarang, Nona Keyna. Silahkan menelepon ke nomer yang tertera pada surat perjanjian untuk memberikan keputusan. Waktu Anda hanya sampai jam dua belas malam."Pelayan tersebut kemudian mengarahkan jalan menuju pintu keluar. Sebuah taxi sudah menunggunya di depan pintu masuk. Keyna meninggalkan hunian mewah tersebut.Dalam perjalanan menuju apartemen sewaan, Keyna membaca berkas yang diberikan William. Semakin di baca, ia semakin penat. Keyna sangat bimbang.Sampai di apartemen, Keyna kembali membaca pelan-pelan isi surat kontrak tersebut. Ia akan bekerja sebagai perawat dan harus tinggal di mansion. Tidak disebutkan dalam perjanjian itu bahwa ia harus melayani kebutuhan biologis Tuannya selama menjalani pernikahan kontrak.
Hingga jam sebelas malam, Keyna sama sekali belum bisa memutuskan apakah ia akan bekerja pada Tuan William atau tidak. Ia membutuhkan uang banyak untuk membayar kuliah, membayar hutang sang ibu dan menebus rumah peninggalan ayahnya. Semua itu bisa ia atasi dengan pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Apalagi dengan tinggal di mansion, ia akan terhindar dari kejaran debt collector."Arrgghh. Kenapa juga waktu berpikirnya hanya sampai jam dua belas malam? Apa mereka kira aku Cinderella?" Keyna mendengus kesal.Tepat lima menit sebelum jam dua belas malam, Keyna menelepon nomer yang tertera pada berkas perjanjian. Ia menyatakan bersedia bekerja pada Tuan William. Wanita itu hanya mendapat jawaban singkat, " Baik, Nona Keyna."Entah jam berapa Keyna akhirnya tertidur. Tiba-tiba, ia terbangun saat mendengar pintu apartemennya digedor seseorang. Dengan langkah berat, wanita itu membuka pintu."Selamat pagi, Nona. Saya, Bastian, kepala pelayan Tuan William. Kita berangkat sekarang.""Berangkat sekarang? Ke mana?" Keyna kebingungan.Beberapa lelaki masuk ke dalam apartemen. Tanpa bisa membantah, Keyna mengikuti langkah seorang wanita yang menyeretnya perlahan. Mereka masuk ke dalam lift. Untung saja, saat itu Keyna menggunakan piyama panjang karena ia tidak diberi kesempatan untuk berganti pakaian."Sesuai perjanjian, Anda harus tinggal di mansion Tuan William mulai detik ini.""Ta-tapi, saya belum berkemas.""Barang-barang Anda akan dibereskan orang-orang Tuan William."Mobil yang membawa mereka berhenti di sebuah hotel ternama. Wanita itu diarahkan berjalan hingga sampai ke depan sebuah pintu. Di dalam kamar itu Keyna didandani oleh seorang perias kemudian dipakaikan baju pengantin.Keyna menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sangat cantik dengan busana pengantin dan riasan elegan. Sayang sekali, hari yang seharusnya adalah hari bahagianya menjadi hari sial. Hari di mana ia menikah dengan lelaki yang baru ia kenal dan memiliki perbedaan umur yang jauh dengannya, lelaki yang idealnya lebih pantas menjadi ayah ketimbang suami.Tidak lebih dari sepuluh orang yang hadir dalam pernikahan tersebut. Tidak ada satu pun yang Keyna kenal. Proses pernikahan berlangsung sangat cepat.Saat menandatangani dokumen pernikahan, Keyna membaca nama suaminya. William Summer Dalton. Lelaki itu memasangkan cincin berbatu berlian di jari manisnya.Tidak ada pesta setelah upacara pernikahan. Keyna langsung dibawa ke mansion dengan mobil yang berbeda dengan William. Wanita itu memperhatikan bahwa mobil mereka ternyata dikawal oleh para pengawal bermotor besar."Ini kamar kita." Tiba di mansion, William langsung mengajak Keyna ke kamar.Kamar yang dimaksud adalah ruangan besar yang dialihfungsikan seperti ruang perawatan VVIP rumah sakit. Sebelumnya, wanita itu pernah ke kamar ini. Mereka kembali duduk di sofa."Pelajari semua hal tentang diriku. Sesuai dalam perjanjian, kamu harus membuatku lumpuh sementara. Kamu yang akan mengurusku. Mandi, makan, segala hal yang berhubungan dengan kesehatanku adalah tanggung jawabmu. Itu sebabnya aku menikahimu. Aku tidak ingin disentuh atau tinggal satu kamar dengan orang lain selain istri sendiri.""Glek." Keyna menelan ludahnya sendiri.
Ingin sekali rasanya Keyna bertanya alasan apa yang membuat lelaki itu membuat dirinya sakit. Tetapi, dalam surat perjanjian, ia dilarang bertanya tentang apapun. Dan demi uang, ia akan bungkam.
Selama satu minggu, Keyna dipaksa mempelajari seluk beluk mansion. Ia juga harus mengenal kebiasaan-kebiasaan William. Selain itu, wanita itu harus menjaga pola makan sehat serta rajin berolahraga.
“Kamu harus bugar. Bagaimana kamu bisa mengangkat bobotku jika tubuhmu kurus begitu?” ejek William.
“Memangnya kenapa aku harus mengangkat Tuan?”
“Sekarang mungkin tidak. Tetapi, nanti jika aku lumpuh, kamu harus mampu melakukannya.”
Keyna mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali. Beberapa hari ini ia cukup lega karena belum ada perbincangan tentang bagaimana membuat William lumpuh sementara. Ia bahkan berpikiran positif bahwa suami pura-puranya itu pada akhirnya mengurungkan niat awalnya.
“Mulai besok, kamu sudah dapat kuliah lagi. Pelajari seluk beluk tentang keadaan lumpuh seseorang dengan cepat. Tanyakan pada beberapa dokter spesialis syaraf yang kompeten.”
“Bagaimana dokter-dokter itu mau menerimaku? Aku hanyalah seorang mahasiswi. Mereka pasti sangat sibuk untuk sekedar meladeni pertanyaanku.”
Lelaki di samping Keyna mengulurkan sesuatu. Wanita itu menerima kartu dan membacanya. Kartu nama hitam elegan itu memiliki logo W berwarna emas dan bertuliskan ‘Will Universe.’
“Tunjukkan kartu nama tersebut pada dokter di sana,” ucap William seraya pergi meninggalkan Keyna sendiran.
Keyna mengerutkan dahi sembari membolak-balik kartu nama yang diberikan William tadi. “Huufff … apa istimewanya kartu nama begini?”
“Anda yakin masih akan melanjutkan rencana Anda, Tuan? Masih ada waktu untuk membatalkannya.”Pertanyaan itu dilontarkan oleh Bastian kala William baru saja memasuki ruang kerjanya. “Kamu sudah menanyakan ini berpuluh-puluh kali, Bas. Apa kamu tidak bosan mendapat jawaban yang sama?”“Saya hanya berusaha meyakinkan, Tuan.”William tidak menanggapi keberatan pelayan setianya. Dengan cekatan, ia membereskan berkas-berkas yang berserakan di atas meja. Setelah meja kerjanya rapi, lelaki itu berdiri.“Istirahatlah, Bas.” William menepuk bahu Bastian sambil melewatinya.Lelaki berusia hampir kepala lima itu melewati kamar yang ditempati Keyna. Perlahan, ia membukanya. Wanita muda itu tertidur pulas tanpa beban.Sudah tujuh tahun ia menduda. Istrinya meninggal karena penyakit kanker. Satu tahun kemudian, ketiga anaknya yang telah dewasa pun memilih jalan sendiri-sendiri dan berkarir di luar negeri. Akhirnya, ia hidup sendiri ditemani sepi dan sunyi.Keinginannya hanya satu. Dapat mengumpulk
"Bastian! Ceritakan, kenapa Daddy bisa sampai seperti ini!'Tak lama setelah William berhasil dibuat lumpuh, kamar yang disulap menjadi ruang perawatan itu tiba-tiba penuh. Ketiga putra dan putri William kini menatap sosok di hadapan mereka yang terbaring di ranjang. Dua orang lelaki yang sangat tampan dan wanita muda yang cantik mempesona.“Seperti yang pernah saya ceritakan di telepon, Tuan Fred. Tuan besar mengalami kelumpuhan satu minggu setelah kecelakaan. Jadi, keadaannya memang seperti ini."Pelayan setia itu bersandiwara. Ia memasang wajah menyedihkan dan prihatin pada keadaan tuannya. Dengan lancar, Bastian menceritakan skenario kebohongan yang telah mereka susun bersama.Frederix, putra sulung William berdecak pelan usai mendengar penjelasan Bastian. Orang kepercayaan William itu pun kembali melanjutkan sandiwaranya. "Tuan Muda sudah tau sejak sebulan yang lalu, mengapa baru sekarang menjenguk?""Kami sibuk!" balas Fred kesal karena seorang pelayan berani menegurnya."Kamu p
“Hh-hah! H-hah!”Wanita itu berlari cepat kembali ke dalam ruang perawatan. Alat monitor jantung berbunyi tidak normal. Napas William tersengal-sengal. Matanya bahkan terbelalak lebar dan sudutnya mengeluarkan air mata. Tak lama kemudian, bunyi nyaring terdengar dari monitor tersebut. Jantung William berhenti berdetak.“Cepat panggil ambulance!” titah Frederix pada Bastian yang hanya terpaku di tempat.“Tunggu! Aku bisa mengatasinya,” ucap Keyna seraya memakaikan selang oksigen ke hidung William.“Tidak! Kamu bukan dokter! Jangan main-main dengan Daddy kami!”Keyna mengabaikan Frederix. Ia menyuntikkan serum penetralisir. Setelah itu ia mencoba melakukan resusitasi jantung paru. Kedua tangannya ditekan dalam-dalam dengan gerakan naik turun ke dada William. Lalu, wanita itu memberikan napas buatan.Tak lama kemudian, alat rekam jantung berbunyi normal kembali. Keyna memakaikan alat saturasi pada jari telunjuk dan mengecek kadar oksigen dalam tubuh William. Semua kembali normal. Wanita
Ruangan menjadi sangat hening. Keyna membelalakkan mata dengan menutup mulutnya yang terbuka dengan satu tangan. Sementara, William mengerutkan kening sambil menatap kedua kakinya.“Kenapa kaget? Itu ‘kan yang kamu inginkan?” desis Jaslan. “Sekarang semua menjadi kenyataan!”William menggeleng keras. “Jangan bercanda, Jaslan!”“Aku tidak sedang bercanda. Aku sudah mengatakan hal seperti ini mungkin saja akan terjadi. Kamu saja yang keras kepala untuk tetap meneruskan rencana gilamu,” balas Jaslan.“Prof, tolong. Diagnosa anda masih membutuhkan banyak tes lagi, bukan?” Keyna kini ikut berkomentar.Jaslan, menoleh menatap Keyna. Wanita muda itu tampak ketakutan. Tubuh kurusnya terlihat bergetar.“Diagnosa awal memang terjadi kelumpuhan pada kedua kaki. Semoga saja dengan obat-obatan dan fisioterapi, lama-kelamaan efek suntikan lumpuh itu berkurang dalam sistem syarafnya, “ jelas Jaslan.“Jadi, maksudmu ini hanya sementara, bukan?”“Saat ini tidak. Kamu lumpuh betulan. Entah sampai kapan
Dengan cepat, Louis menoleh ke samping. Ia meletakkan telunjuknya di bibir untuk memberi kode pada kakaknya agar diam. Setelah itu pemuda itu menarik lengan kakak sulungnya menjauhi kamar perawatan.Mereka kini berada di ruang kerja William. Louis langsung mengunci ruangan tersebut begitu mereka telah berada di dalam.“Apa kamu juga mencurigai wanita itu?” tanya Frederix.“Curiga? Pada Keyna?” Louis menjawab.“Ck, kebiasaan. Selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan juga,” keluh Frederix.Tangan Louis menyugar rambutnya yang agak memanjang di bagian depan. Bukannya menjawab pertanyaan sang kakak yang penasaran, ia beranjak ke lemari pendingin di pojok ruangan. Di sana, ia mengambil dua kaleng soda dan memberi salah satunya pada Frederix.“Kamu belum menjawab pertanyaanku, Lou.” Frederix menerima kaleng tersebut dan langsung membuka penutupnya.“Tidak. Aku tidak mencurigai Keyna,
Frederix mondar-mandir di dalam kamar Louis. Sementara, adik bungsunya tersebut telah minum obat dan berganti pakaian. Pemuda itu duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan kakaknya.“Apa kakak mau tidur di sini saja? Aku sudah mengantuk.”“Tidurlah. Sebentar lagi, aku keluar.”Louis mengangguk. Lelaki muda itu naik ke ranjang lalu menutup matanya. Ia membiarkan sang kakak dengan rasa curiganya yang besar sendirian.Satu jam sudah, Frederix menunggu di kamar adiknya. Louis sudah dipastikan telah berada di alam mimpi. Akhirnya, putra pertama William itu memutuskan untuk keluar dan pergi ke kamarnya.Ruang perpustakaan itu kini telah tertutup. Frederix masuk ke dalam. Gelap. Lelaki itu mengusap sensor lampu membuat ruangan itu menjadi terang benderang.Meja di mana tadi Keyna meletakkan buku-buku yang dibacanya kini telah rapi. Tidak ada tanda-tanda seseorang menggunakan ruangan ini barusan. Frederix sungguh penasaran b
Frederix masuk dan memandang William serta Keyna bergantian. Saking seriusnya berbincang tadi, baik William maupun Keyna sampai tidak menyadari bahwa ada yang membuka pintu dan masuk ke dalam kamar perawatan.“Perjanjian kerja Keyna,” William menjawab.“Boleh aku lihat perjanjian itu?”“Untuk apa?”“Hanya agar aku pun bisa mengingatkan Keyna pada tugasnya, Dad. Apalagi, Daddy sedang sakit.” Frederix memberikan alasan diplomatis.Keyna menahan napas mendengar permintaan Frederix. Tidak mungkin ‘kan, William memberikan berkas perjanjian pernikahan kontrak mereka? Matanya menatap tuannya dengan pandangan cemas.“Boleh saja. Kamu bisa minta Bastian memberikannya.” Dengan santai William mengizinkan putranya melihat surat perjanjian itu.Mata Keyna melebar mendengar pernyataan William. Namun, lelaki yang terbaring di ranjang itu memberikan kode untuk tidak protes sehingga ia menutup mulutnya yang akan berbicara.“Sa-saya permisi untuk mengambil sarapan Tuan William.” Keyna menundukkan kepal
“Hai.”Keyna yang sedang duduk di pinggir kolam renang dan termenung menatap air kolam sedikit berjengit kaget. Ia menoleh dan melihat Louis berdiri dengan senyum manisnya. Wanita itu balas tersenyum.“Oh, hallo, Tuan Muda Louis.”"Maaf, mengagetkanmu.""Tidak apa-apa, Tuan Muda."“Boleh aku bergabung?”Keyna menjawab dengan anggukan kepala. Louis lalu duduk berjarak di samping perawat Daddynya. Kaki mereka mengayun pelan memainkan air kolam.“Daddy sama siapa?” tanya Louis.“Dokter Jaslan.”“Biasanya jika Uncle Jaslan memeriksa Daddy, kamu selalu membantunya.”“Pemeriksaan sudah selesai. Mereka hanya sedang berbincang masalah … entah aku kurang paham obrolan keduanya,” kilah Keyna. Saat itu, Keyna kembali mengingat ucapan William yang membuatnya sedih.“Oh. Mereka bersahabat. Daddy sangat mempercayai Uncle Jasl