Di dalam gedung. Ethan bukannya mengusir, Aluna. Ia hanya berusaha agar Aluna tidak terlibat semakin jauh dengan keluarganya ataupun keluarga Grace. “Aluna..” Grace bergumam di samping Ethan. “Bukankah Aluna berlebihan? Dia menggunakan dress yang terlalu seksi datang ke acara seperti ini.” Grace menoleh. Menunggu reaksi Ethan seperti apa. “Terserah.” Grace mendengus. “Dia asistenmu. Bagaimana jika dia menggodamu saat di kantor?” Ethan menghela nafas sebelum mengambil gelas yang berisi air. Jika saja mereka berada di luar ruangan ini. Sudah dipastikan, Ethan akan pergi meninggalkan Grace begitu saja. “Ethan,” panggil Grace yang merasa diacuhkan oleh Ethan. “Aku berbicara denganmu, Ethan. Bagaimana jika Aluna menggodamu di kantor? Apa kau akan menanggapinya?” Ethan menaruh tangannya di dalam saku. “Tergantung..” “Tergantung?” “Tergantung bagaimana dia menggodaku. Jika menarik boleh juga..” dengan senyum miring yang jahat. “Memangnya aku peduli?” jawabnya y
Sampai di Apartemen juga. Aluna menatap telapak kakinya yang lecet. Itu karena ia memang nekat berjalan kaki dari gedung tempat acara sampai ke rumah. Aluna mengusap telapak tangannya yang ternyata sedikit berdarah. Tiba-tiba air matanya menetes. “Jangan menangis Aluna. Jangan!” Aluna menggeleng. Namun air matanya memang tidak bisa dibendung. Terlalu banyak kejadian menyakitkan hari ini. Aluna mengambil tisu. Diusapnya air matanya yang semakin deras. Tidak ada orang yang tahu penderitaannya seperti apa. Ibunya, keluarganya. Aluna tidak mungkin memberitahukan keadaannya yang sebenarnya pada mereka. Aluna selalu sendirian. Menanggung semua masalah dan bebannya di pundaknya sendiri. Tanpa mau memberitahukan siapapun. Aluna menghela nafas—saat tangisnya mulai reda. Ponselnya berbunyi—ia kira dari Bobby atau Ethan. Ternyata dari anaknya. Apa ini? Apa Gio tahu dirinya sedang tidak baik-baik saja? “Halo Gio… anak Mama…” Sapa Aluna dengan ceria. Gio terdiam se
Aluna meminta ijin liburnya selama 3 hari oleh Ethan. Untungnya tanpa berdebatan yang alot Ethan menyetujuinya. Pria itu mengijinkan Aluna pulang kampung selama 3 hari. Tapi sebenarnya bukan itu yang akan Aluna lakukan, melainkan membawa Gio ke kota. Biar saja, yang terpenting nanti jangan sampai Gio bertemu dengan Ethan. Lagipula semenjak kejadian di acara perusahaan, Aluna belum bertemu dengan Ethan. Sekarang Aluna berada di bandara. Menjemput putranya yang datang dari kampung. “Gio….” Aluna langsung memeluk Gio yang baru saja muncul. “Mama!” memeluk mamanya tidak kalah erat. Aluna menangis. Ia takut sekali terjadi sesuatu pada anak itu, karena Gio datang sendiri. “Kamu baik-baik saja?” menangkup wajah putranya. Gio mengangguk. “Gio baik, Mama. Kakak pramugarinya baik sekali..” “Syukurlah.” Aluna mengecup kedua pipi putranya. “Mama senang sekali kamu di sini.” kembali memeluk Gio. “Bagaimana keadaan kamu?” tanya Aluna begitu kawatir. Ia menyentuh dada Gio
[Jangan menghubungiku. 3 HARI LIBUR!] Ethan berdecih pelan. [Sombong amat!] Aluna hanya melihatnya. Tidak ada tanda-tanda mengetik apalagi membalas pesannya. Ethan melempar ponselnya begitu saja. Prak! “Santai bro!” Wiliam menggeleng pelan. Seperti biasa, tempat mereka nongkrong memang di klub. Ditemani beberapa perempuan cantik di sekeliling mereka. Sayangnya dari banyaknya perempuan cantik, tidak ada yang bisa menarik perhatian Ethan. Pria itu malah dibuat uring-uringan oleh seorang perempuan yang entah di mana keberadaannya. “Pawangnya hilang bro!” Bobby meminum vodkanya dengan santai. “Di mana si selingkuhanmu itu?” tanya Wiliam dengan senyum miring. “Kau sudah bosan dengannya?” Ethan menatap Wiliam tajam. Wiliam tertawa. “Kalau bosan, bisa berikan saja padaku. Lumayan buat mainanku, aku sedang bosan—” Duk! Bobby menendang kaki Wiliam yang berada di hadapannya. Memincingkan mata, sebagai kode agar diam saja. “Berani bayar berapa?” tanya Ethan pada Wil
Pagi hari, Aluna dan Gio sudah bersiap-siap akan pergi ke taman hiburan. Aluna dan Gio menatap cermin. Gio mengusap rambutnya ke belakang. Aluna malah teringat dengan Ethan. Ketika pria itu menghadap kaca, pasti melakukan hal yang sama. Mengusap rambut dan menatap kaca dengan wajah yang datar. “Sudah siap?” tanya Aluna. Gio mengangguk. “Siap lets go!” “Minum obat dulu…” Aluna membawa obat yang harus diminum oleh Gio. “MAMA…..” rengek Gio yang enggan meminum obat. Aluna mengusap pipi putranya. “Minum ya, nanti kalau enggak minum takut Gio sakit pas main. Oke? minum dulu.” Akhirnya setelah dibujuk mau juga minum obat. Aluna juga tidak ingin anaknya terus meminum obat. Tapi mau bagaimana lagi, untuk kesehatan putranya sendiri. Jarak dari apartemen ke taman hiburan tidak terlalu jauh. Aluna berangkat menggunakan taksi hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Sampai di sana. Mereka turun di depan. “Mama tunggu.” Gio menghentikan Aluna. “Beli itu ya Ma?” menun
“Mau main apa?” tanya Aluna. Mereka sudah masuk ke dalam taman bermain. Aluna masih teringat dirinya yang bermain di sini dengan Ethan. “Kuda-kuda itu mama!” menunjuk sebuah wahana bernama Turangga rangga. Turangga rangga adalah sebuah komedi putar yang dilengkapi dengan 40 kuda tunggangan serta dihiasi ribuan lampu yang membuat meriah. Wahana ini boleh dinaiki semua usia dan akan berputar beberapa kali. “Gio naik sendiri Mama!” Gio yang kekeh naik sendiri tanpa bantuan Aluna. “Mama naik sendiri.” Gio mengusir Aluna yang ingin naik ke kuda yang sama dengannya. Aluna mencebikkan bibirnya. Namun ia menuruti keinginan anaknya. Mereka tertawa dengan riang. Aluna tidak berhenti memotret Gio yang berada di belakangnya. Tidak lupa merekam mereka berdua. Berganti. Namun sebelum itu, Aluna meminta agar istirahat dahulu sebelum ke permainan selanjutnya. “Tunggu ya, istirahat dulu kamu.” Aluna mengambil sebuah bangku dan menyuruh anaknya duduk. “Es krim mama!” menunjuk es
“Hei kalian.” Otomatis Aluna, Gio dan Ethan menoleh. “Kalian keluarga yang lucu.” Aluna menggeleng bersamaan dengan Gio. “Tidak!” Penjual es krim turki itu tersenyum. “Hei boy, kau begitu mirip dengan ayahmu!” Aluna melotot. Reflek menutup telinga Gio. “Sudah-sudah ayo..” Aluna menggandeng kiri kanan tangan dua laki-laki itu. Pokoknya harus menjauh dulu. Aluna tidak ingin setelah mendengar perkataan penjual es krim itu, Ethan menjadi sadar bahwa Gio memang mirip dengannya. “Mau naik apa?” “Tidak usah naik,” balas Ethan. Mengabaikan wajah kesal Ethan. “Lah!” Aluna melotot. “Aku bertanya pada Gio.” Ia menunduk. “Mau naik apa sayang?” Gio menatap sebuah wahana berputar di udara. “Itu!” “Gio…” lirih Aluna. Gio menghela nafas pasrah. “Tapi Gio ingin naik, Mama.” “Cari wahana lain saja ya?” Aluna menatap sekitar. “Di sana ada mobil-mobilan untuk anak kecil,” ucap Ethan menunjuk wahana yang cukup jauh untuk dijangkau. “Gio mau?” tanya Aluna. Gio men
“Aku dengar Aluna adalah kakakmu.” Gio mengangguk. “Iya..” “Lantas kenapa kau memanggilnya Mama?” “Karena aku sayang mama,” balas Gio. Jawaban Gio membuat Ethan berdecak. Memangnya apa yang ia harapkan dari jawaban anak kecil. “Lalu di mana orang tua—” “Ayo!” Aluna kembali dengan tiga tiket di tangannya. Akhirnya mereka naik sebuah wahana mobil yang berkeliling. Mobil itu berjalan di atas sebuah jalur mirip kereta api. Dilihat dari kejauhan, orang-orang pasti mengira bahwa mereka adalah keluarga cemara yang berbahagia. Posisi Gio berada di tengah diapit oleh Ethan dan Aluna. Mereka tertawa karena Gio memainkan sebuah tembak yang ternyata mengucur air. Sruut! Terkena wajah Ethan. Aluna tertawa begitu puas. “HAHAHAH… WAJAHMU…” Aluna sangat puas dengan Gio yang menembak Ethan dengan tembakan air tersebut. “Bukan begitu caranya bocah kecil.” Ethan mengusap wajahnya kasar. Kemudian mengajari Gio untuk menembak mobil-mobilan di hadapan mereka. Tepatnya pada s