“Bagus, kok. Putriku selalu terlihat cantik dengan apa pun,” puji Patricia. “Ma, aku kan punya kalung baru. Itu artinya aku juga butuh baju baru yang serasi sama kalungku ini,” ujar Fani dengan nada manja.“Kamu masih punya banyak baju baru yang belum kamu pakai di ruang pakaianmu,” ujar Patricia sambil tersenyum.Kemudian dia mengeluarkan kartu bank lalu menyerahkan kartu itu kepada Fani seraya berkata, “Beli saja apa yang kamu mau agar kamu nggak bersedih lagi.”Fani mengambil kartu itu dengan bahagia lalu berkata, “Makasih, Ma! Mama memang yang terbaik!”“Kamu adalah putri yang tumbuh di sisi Mama. Bahkan Mama memperlakukanmu jauh lebih baik daripada Mama memperlakukan Felicia, sekalipun kamu bukan putri kandung Mama,” balas Patricia sambil tersenyum. “Tapi, kenapa Mama nggak mengizinkanku kembali bekerja di perusahaan dan membiarkan Felicia mengeluarkanku begitu saja?” tanya Fani merajuk. Patricia menanggapinya dengan senyuman lalu berkata dengan wajah serius, “Fani, Mama mengiz
Akhirnya, Felicia keluar dari mobil lalu menghampiri ibunya. Kemudian dia mendorong perempuan itu sambil memakinya dengan berkata, “Kamu gila, ya! Pilih tempat lain saja kalau kamu mau mati! Jangan kamu mati di sini dan mengotori mobilku!”“Kalau tadi aku tidak sempat mengerem dan menabrakmu, apa yang akan orang-orang pikirkan tentangku? Mereka pasti akan bilang kalau aku benci hidup miskin dan mencintai kekayaan. Oleh karena itu, aku tidak bersedia kembali ke rumah orang tua kandungku dan lebih memilih untuk tetap tinggal dengan orang tua angkatku.”Ibu kandung Fani menatap Fani dengan penuh kerinduan. Bagaimana mungkin seorang ibu tidak merindukan putri yang sudah lama tidak dilihatnya? Dia sudah tahu sejak lama kalau Fani akan menjadi pewaris keluarga Gatara. Bahkan dia berpikir kalau rencana suaminya akan berhasil sampai akhirnya kebenaran terungkap. Dia memang kecewa dengan kebenaran yang terungkap, tapi dia pikir semua itu akan terobati selama putri kandungnya kembali ke dalam k
“Ambil uang ini dan beli pakaian bagus. Jangan berpakaian seperti orang desa begini! Oh iya, kamu memang orang desa, ya. Cepat ambil uang ini dan pergi dari hadapanku! Jangan pernah muncul di depanku lagi !” seru Fani lalu berbalik dan berjalan menuju mobilnya. Dia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat. Dia meninggalkan ibu kandungnya yang masih terduduk di atas tanah sambil menangis. Fani adalah putri kandungnya, tapi Fani tidak mau bertemu dengan ibu kandungnya sendiri. Dia tahu kalau dirinya tidaklah sebanding dengan keluarga Gatara. Namun, dia tetap berpikir kalau semua ini terjadi karena kesalahan Patricia si kepala keluarga Gatara. Perempuan itu sungguh kejam dan mengambil putri kandungnya!Ibu kandung Felicia menangis sambil memunguti uang yang dilemparkan Fani kepadanya. Kemudian dia kembali duduk di atas tanah lalu menghitung uang yang sudah dipungutnya. Perlahan tangisannya berhenti ketika dia menghitung semua uang itu. Ternyata Fani sering membawa uang p
Chintya masih belum tahu kalau dia adalah perempuan yang ditakdirkan untuk Bram. Bram sejauh ini hanya tahu kalau Chintya memiliki perasaan kepadanya. Bagaimanapun juga, Chintya adalah satu-satunya perempuan yang bisa membuat Bram menjadi laki-laki normal. “Bu Chintya, aku baru saja tiba,” ujar Bram sambil tersenyum. Chintya melihat ada banyak barang yang dibawa oleh Bram, jadi dia pun berkata dengan sungkan, “Kamu seharusnya datang saja ke sini tanpa perlu membawa banyak barang begini. Kenapa kamu bawa banyak sekali barang ke sini?” “Bagaimana mungkin aku datang dengan tangan kosong untuk menemui Master? Lagi pula, ini kan pertama kalinya aku datang berkunjung ke sini,” balas Bram. Chintya langsung tersenyum seraya berkata, “Apa kamu yakin ayahku akan menerimamu di sini? Ayo, ikuti aku. Rumahku nggak jauh kok dari sini. Kamu bisa makan malam di rumahku sekaligus bertemu dengan ayahku. Kita lihat, apa ayahku mau menerimamu sebagai muridnya?”“Oke,” balas Bram.Kemudian Chintya mema
Chintya membawa Bram ke rumahnya yang terletak tidak jauh dari Sanggar Bela Diri keluarga Baruna. Mereka bertemu banyak kenalan Chintya ketika mereka berjalan menuju rumah. Semua orang melihat Chintya berjalan bersama seorang laki-laki tampan. Laki-laki itu juga terlihat membawa banyak barang di tangannya. Mereka langsung beranggapan kalau Bram adalah kekasih Chintya. “Chintya, apa dia pacarmu? Dia ganteng banget, loh.”“Chintya, ini pacarmu, ya? Dia ganteng, loh. Orang tuamu khawatir sekali kalau kamu sampai nggak menikah. Aku juga sudah menasihati mereka biar nggak terlalu khawatir sama kamu. Kamu itu kan cantik, mana mungkin kamu nggak menikah, benar kan?”“Orang tuamu pasti sangat gembira setelah tahu kamu pulang bersama pacarmu. Mereka nggak perlu khawatir lagi kamu nggak akan menikah.”Orang tua siswa dan para tetangga yang berpapasan dengan mereka langsung menanyakan hubungan Chintya dan Bram. Mereka semua mengira kalau Bram adalah kekasih Chintya. “Tante, Pak Bram mau bertem
Namun, Bram tidak akan mengatakannya kepada Chintya jika perempuan itu mencurigainya. Lagi pula, Bram hanya bisa bereaksi kepada Chintya. Jadi, bisa dipastikan perempuan itu tidak akan menjadi perawan seumur hidupnya jika menikah dengan Bram. Chintya langsung tersenyum lalu berkata, “Aku rasa juga begitu. Sepertinya, kamu memang terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sampai tidak memikirkan tentang cinta. Tapi, Pak Bram juga harus mencegah orang tuamu agar tidak semakin gila karena ingin punya menantu.”“Aku cukup beruntung, sampai sekarang orang tuaku nggak memaksaku untuk segera menikah. Tapi, lain halnya dengan kakak-kakak laki-lakiku. Mereka sampai harus menyumpal telinga mereka agar nggak mendengar ocehan orang tuaku ketika mereka sampai rumah.”“Mereka adalah laki-laki yang terlalu memilih. Padahal mak comblang sudah sering menjodohkan mereka dengan banyak perempuan. Tapi, mereka selalu memandang semua perempuan itu dengan sebelah mata karena semua perempuan itu lemah. Mereka ingin pu
“Kita sudah sampai. Ini adalah rumahku,” ujar Chintya setelah mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana dengan taman kecil di depannya. Bram sebelumnya sudah mengetahui lokasi rumah Chintya dan segala hal mengenai keluarga Baruna. Keluarga Baruna memang bukanlah keluarga kaya raya, tapi sanggar bela diri mereka sangatlah terkenal di Kota Malinjo. Walaupun mereka bukanlah keluarga kaya raya, kondisi ekonomi mereka jauh lebih baik daripada keluarga biasa kebanyakan. Mereka juga memiliki beberapa rumah lainnya di beberapa tempat, selain rumah yang mereka tinggali saat ini. Bangunan sanggar bela diri mereka juga merupakan bangunan keluarga mereka dan bukan menyewa dari orang lain. Ayah Chintya berencana untuk memberikan rumah yang mereka tempati sekarang untuk kakak tertua Chintya karena dialah yang akan mengambil alih sanggar bela diri keluarga Baruna. Kemudian kakak kedua dan Chintya akan mendapatkan apartemen. Ayah Chintya juga berencana untuk membangun rumah lainnya yang akan dia
Firul berusaha menahan keterkejutannya. Dia tidak menyangka kalau Chintya sudah mengenal laki-laki tampan ini terlebih dahulu sebelum memperkenalkan laki-laki ini dengan ayahnya. Mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Suasana rumah cukup sepi karena kakak Chintya belum kembali. Bram memberikan hadiah yang sudah dibawanya kepada Firul dengan sopan.“Pak Bram repot-repot membawa hadiah ke sini,” ujar Firul setelah mempersilakan Bram duduk.“Bu Chintya sudah menyelamatkan nyawa saya. Saya hampir saja celaka ketika ada perampok yang berusaha mencelakai saya. Untung saja, ada Bu Chintya yang membantu saya menghajar perampok itu sekaligus memanggil polisi,” balas Bram. “Ini adalah pertama kalinya saya datang dan mengganggu Om Firul,” lanjut Bram.Firul langsung tersenyum setelah mendengar putrinya sudah menyelamatkan Bram lalu berkata, “Keluarga kami memang seharusnya bersikap seperti itu. Pak Bram tidak perlu sungkan begitu. Lain kali, Bapak tidak perlu membawa banyak hadiah ke sini.”“Nak,