Suasana rumah sakit semakin tegang kala lampu tanda darurat di atas pintu ruang IGD berubah hijau. Seorang dokter dalam balutan baju operasi keluar dengan wajah lelah.Empat jam penantian Chris di depan ruang IGD berakhir sudah. Ia menghampiri dokter itu sambil melontarkan banyak pertanyaan sekaligus. "Bagaimana keadaan bos saya, dok? Dia baik-baik saja 'kan? Apa aku bisa menjenguknya sekarang?" cerocos Chris tanpa henti. Kekhawatirannya tak terbendung lagi. Saat mendapatkan kabar mengejutkan itu, Chris langsung bergegas menuju rumah sakit. Tak menyangka penderitaan bosnya semakin menjadi. Dokter menghela napas berat. Terlihat jelas beban yang sedang ia tanggung begitu berat saat tuntutan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan Chris barusan. "Dok, bagaimana kondisi bos saya?" Chris bertanya lagi. "Kondisi Pak Angga saat ini masih kritis, pak. Beliau mengalami koma karena benturan keras di kepalanya. Kami akan terus memantau kondisi beliau dan melakukan perawatan intensif. Mohon
Berbekal uang tabungan yang sudah Nova tarik tunai, wanita itu memutuskan untuk meninggalkan ibu kota dengan segenap rasa sakit yang ditinggalkan dalam setiap jejak langkahnya.Perjalanan kurang lebih delapan jam telah ia tempuh untuk mengasingkan diri dari rasa sakit setelah menemukan sebuah kenyataan yang tak pernah Nova bayangkan sebelumnya.Ia memasuki sebuah rumah sederhana di tengah kota yang terkenal dengan segala hiruk pikuk entertainnya, Nova mati-matian menyangkal semua perasaan yang berkecamuk dalam dada.“If you need our help, please don’t mind to call us to this number,” ucap seorang wanita paruh baya dengan aksen bahasa inggrisnya yang terbata. Nova mengulas senyum, menerima secarik kartu nama dengan tulisan berbahasa inggri dan Hangul di atasnya.Setelah menjelaskan semua detail tentang rumah yang akan Nova tempati, wanita bernama Park Yoon Jin itu pamit undur diri dari hadapan Nova.“Huhft, aku tidak menyangka akan mengambil keputusan gila seperti ini,” ucap Nova bermo
“Kami sudah mencoba mencari hampir ke seluruh perusahaan maskapai penerbangan, tapi mereka tidak menemukan satupun nama Nyonya Nova di sana.”Gemeretak gigi tanda emosi terdengar di telinga dua ajudan yang ditugaskan oleh Chris. Suasana di ruang inap Angga berubah tegang saat kabar tak sedap itu terdengar.“Cari dengan lebih teliti. Jangan hanya mencarinya di daftar penumpang pesawat. Alat transportasi tidak itu!” Entah bagaimana lagi Chris harus menahan emosinya. Enam bulan sudah pencarian Chris dan anggota ajudan di bawah naungannya saat ini menggurita hanya untuk mencari sosok wanita yang telah lama hilang. Di tengah-tengah mereka, Angga terkulai tak berdaya seolah tak peduli dengan perdebatkan yang sedang melibatkan tiga orang bawahannya.“Kami sudah mengerahkan tim untuk mencari hingga ke pelosok, pak. Tapi belum menunjukkan hasil juga. Sepertinya Nyonya Nova tidak hanya pergi sendiri. Ada orang yang membantunya pergi dari rumah,” ucap salah satu ajudan. Dugaan itu langsung meng
*Percakapan sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia*Suasana kafe semakin ramai di jam makan siang. Beberapa orang pelajar masuk ke dalam area kafe sambil menghela napas lelah. Sementara di balik meja kasir, Nova menyapa anak-anak itu dengan senyum paling ramah.“Selamat datang di kafe kami,” katanya dengan suara lantang namun terdengar ramah dan bersahaja. Enam bulan sudah Nova bergulat dengan pekerjaan di balik meja kasir. Menyambut tamu-tamu yang datang dan melayani pembayaran mereka tanpa kesalahan sekecil apapun. “Terima kasih, sampai bertemu lagi,” katanya sambil menyerahkan beberapa lembar uang kembalian pelanggan yang membayar tagihan mereka. Hari ini rasanya jauh lebih melelahkan, pelanggan yang datang ke kafe tempat Nova bekerja silih berganti dalam hitungan jam. “Kak Nova, lebih baik kamu istirahat dulu, aku khawatir kamu kelelahan karena terus berdiri selama berjam-jam,” ucap rekan kerja Nova. Seorang wanita berusia dua puluh tahun berparas cantik khas wanita korea pa
Sosok pria yang baru saja datang, bersama dengan pertanyaan yang terdengar khawatir itu membuat Nova menoleh. Sosok pria tampan dengan tubuh tinggi tegap kini menetap Nova lekat. Pria berwajah tegas namun terlihat manis dengan lesung pipi di kanan dan kiri, belum lagi mata sipitnya yang menyorot sendu, seharusnya mampu membuat Nova teralihkan dari sakitnya masa lalu. Pria itu menyentuh lengan Nova, sensasi hangat lantas menjalar di sepanjang lengan Nova ketika kulit mereka bersentuhan.“Ya, aku baik-baik saja. Kamu sudah sampai ternyata,” ucap Nova terbata. “Kamu mau minum apa?”“Apapun yang menurutmu enak. Tapi tunggu,” jawab pria itu. Namun, sedetik kemudian tangannya kembali menghalau niat Nova yang hendak membuatkannya minuman. “Kamu benar baik-baik saja?” Ini sudah kedua kali Mark, pria berdarah Korea-Amerika itu melayangkan pertanyaan yang sama pada Nova. Nova membalasnya dengan senyuman tipis, lalu mengangguk. “Aku baik-baik saja. Lebih baik kamu duduk dulu. Pasti kamu lel
“Nova..” Chris menggelengkan kepalanya mengumpulkan secercah nyawa yang sempat menguap saat tidur tadi. Kepalanya diangkat bersamaan dengan mata sipitnya yang memicing tajam.Rasa-rasanya barusan Chris mendengar gumaman yang menyebutkan satu nama yang tak asing di telinga. Ia terpaksa memfokuskan pikirannya pada sosok yang masih terbaring di atas ranjang, tempat dimana tadi ia menyandarkan kepalanya sejenak demi melepas kantuk yang mendera. Namun, apa yang Chris dengar barusan bukan hanya sembarang ilusi. Kedua matanya membelalak ketika melihat pergerakan jemari Agga yang terkulai tak jauh dari tempat Chris bersandar tadi. Bagaikan sebuah keajaiban, Chris hampir tak bisa memberikan reaksi apapun. Bibirnya bergetar ketika niatnya memanggil petugas medis jadi tersendat.Dengan gerakan terbata, ia bangkit dari kursi. Lantas menekan tombol pemanggil tim medis tepat di atas ranjang Angga. “Nova..” Angga bergumam. Kali ini Chris semakin yakin pendengarannya tak salah. Jelas-jelas ia mel
"Lepaskan aku! Aku harus mencari istriku sekarang!" Sudah setengah jam Angga bergumul dengan emosinya. Dua orang perawat bahu membahu menyanggah setiap pergerakannya yang masih terhubung oleh selang infus dan alat medis vital lainnya."Tolong tenang dulu, pak. Bapak masih dalam masa pemulihan. Lebih baik bapak istirahat dulu. Nanti akan kami bantu untuk mencari istri bapak," ucap salah seorang perawat pria yang memegangi tubuh Angga. Di sampingnya, Chris turut memegangi kaki Angga yang masih terbalut perban dan gip penyangga kaki. Meski kondisi fisik Angga tak mumpuni untuk melakukan pemberontakan, di luar dugaan pria itu bertindak layaknya ada sebuah suntikan tenaga yang membuat Angga bertingkah di luar keadaannya sekarang. "Pak Angga, kumohon. Untuk sekarang, dengarkan ucapanku." Chris berusaha mengambil alih perhatian Angga. Dalam hitungan detik pria itu bungkam, tatapannya terpaku dengan Chris yang kini memampangkan wajahnya di hadapan Angga. Chris memastikan Angga telah benar
"Enggh.." Lenguhan Kania tak membuat niat Bryan untuk menjamah tubuh sang istri reda. Bukannya menjeda aktivitasnya demi kenyamanan Kania, Bryan justru semakin gencar menyentuh setiap inchi tubuh Kania dengan brutal. Tak rela jejaknya tertinggal denga penuh kesia-siaan."Enggh.. apa yang kamu lakukan?" tanua Kania di tengah kesadarannya yang tipis. "Lanjutkan tidurmu, ini hanya sebuah permainan pembuka saja. Tidak lebih," bisik Bryan tepat di telinga Kania.Posisi Kania yang memunggungi Bryan semakin mendukung pergerakan tangan Bryan yang mulai turun ke bagian dada istrinya.Kania sendiri, sudah lelah dengan segala pergulatan batin dan kondisi fisiknya yang tak mendukung untuk mencari tahu lebih lanjut apa yang sedang terjadi padanya. Lenguhan demi lenguhan terlontar dari mulut Kania dengan bebasnya. Namun matanya terlalu berat untuk terbuka. Kania memilih untuk mengabaikan pergerakan di atas tubuhnya. Kembali ke alam mimpi yang membawanya pada bayangan masa kecil. Cup!Cup!Dua