Menyusuri koridor di mana unitnya berada, Lita berjalan dengan langkah gontai. Riasan di wajah sudah tidak beraturan. Meski demikian, kecantikan wanita berusia 29 tahun itu tak kunjung luntur terhanyut oleh air mata yang sebelumnya mengalir dengan deras. Tok tok tok! “Mario, buka pintu!” teriak Lita dari luar unitnya. “Mario!”Tetap tidak ada jawaban. Lita baru menyadari, ia tidak membawa kunci akses unitnya sendiri sebelum pergi tadi. Dengan perasaan kesal Lita mengutuk kebodohannya hari ini. “Selamat malam, Nyonya Lita?” suara petugas yang bertugas di lantai itu menyapa Lita. “Malam.” “Kelihatannya anda sedang kebingungan, ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Ah, akhirnya bantuan datang tanpa membuat Lita repot harus turun ke meja resepsionis untuk meminta akses baru. “Bisakah anda membantu saya membukakan pintu unit? Saya lupa membawa kuncinya di dalam.” Senyum hangat menghiasi wajah yang mulai menampakkan keriput di bawah mata pria itu, “Dengan senang hati, Nyonya. “Krek.
Reno meraih rahan Anya untuk menatapnya. Sikap Anya yang berbeda membuat Reno mengikuti arah pandang wanita itu.Tidak ada siapapun di sana. Apakah Anya sedang berhalusianasi? Pikir Reno.“Anya, tenanglah. Apa yang terjadi?” tanya Reno penasaran. Kekhawatiran pria itu tidak bisa dibendung lagi. Anya tidak menjawab, melainkan beralih menatap dua manik hitam di hadapannya dengan pandangan kosong. Isi kepalanya terlalu penuh. Bahkan sudah disesaki oleh sekian banyak masalah yang menimpa hidup. Kini, satu-satunya orang yang peduli dengan kondisinya selain Reno di tempat kerja mungkin tidak akan bisa menaruh kepercayaan lagi pada Anya.“Aku baik-baik saja, Ren. Lebih baik kita pergi dari sini,” ajak Anya menarik tangan Reno keluar dari lorong.Anya yakin, Diana sudah melihat semua adegan mesra yang dilakukan oleh Reno untuknya. Rasa bersalah kembali menghantam batin Anya. Bagaimana caranya agar Diana mau mendengarkan ucapannya?Dalam hati, anya terus bertanya-tanya, apakah dirinya salah m
Cukup lama Angga dan Mark bersitegang. Tidak ada satupun diantara dua pria itu yang berniat untuk membuka obrolan. Dibatasi oleh stroller yang ditempati Noa. Baik Angga maupun Mark, sama-sama sibuk dengan isi pikirannya sendiri. “Kenapa kau ada di sini? Kau belum menjawab pertanyaanku. “ Mark pada akhirnya mengalah. Nada bicaranya berubah lebih santai. Tidak ada lagi sorot kejam yang menghunus dan menyudutkan Angga. “Seharusnya kamu tahu tanpa perlu bertanya.” Angga melirik ke arah Noa. Mark tahu maksud terselubung atas kode yang diberikan oleh Angga. Mark terkekeh, menertawakan nasib Angga yang mengenaskan. “Kau lebih rela mengalah demi sahabatmu?” ejek Mark. Senyum lebarnya sengaja dipampang di depan Angga karena berhasil memenangkan keadaan. “Bukan urusanmu. Jadi tutuplah mulut.” “Apapun yang menyangkut Nova adalah urusanku,” Mark mendengus. Emosinya terpancing kala sadar Angga tidak terpengaruh sedikitpun dengan ejekannya tadi. “Kalau begitu, kenapa kau masih di sini? Bukan
Brak!! Suara pintu kamar hotel yang ditutup kencang membuat Nova berjengit kaget. Dari cermin meja rias Nova menyambut kedatangan sosok pria yang masih setia dengan setelan jas lengkap meski acara resepsi sudah berakhir dua jam lalu. "Mas Angga? Kamu dari mana, mas? Aku sudah menunggu kamu di sini sejak tadi," ucap Nova seulas senyum Nova pamerkan di hadapan suaminya. Meski Nova tak mencintai sosok yang kini menjadi suaminya, tuntutan orang tua tak bisa dielak. Nova tak memiliki kuasa untuk menolak pernikahan yang tak diinginkan. Nama baik yang ia coreng tak sebanding dengan pengorbanan yang ia lakukan saat ini. Angga menatap Nova dengan sorot tajam, "Seorang pembunuh sepertimu tidak pantas berpura-pura baik," ujar Angga sarkas sambil berdesis licik. Nova tidak mengerti kemana Angga akan membawa topik pembicaraan ini. "A-apa maksudmu?" Nova gelagapan. Tubuhnya membeku saat Angga menatapnya dalam, bahkan penuh dendam. Kekehan Angga sama sekali tidak menjawab kebingungan Nova . Ke
"Uwek!! Uwek!! Akh! Astaga."Entah sudah berapa kali Nova berusaha mengeluarkan sesuatu yang mengganjal di perutnya. Rasanya tak nyaman tiap kali hidungnya mencium aroma yang mengganggu.Nova memandang dirinya sendiri dari pantulan cermin di depannya. Beberapa titik bagian tubuhnya sudah mengalami perubahan besar sejak mengandung calon anak pertamanya dengan Angga.Usia kandungannya sudah memasuki bulan kesembilan, waktu yang sangat ditunggu-tunggu olehnya sebelum janin berjenis kelamin perempuan itu lahir ke dunia.Dengan langkah
Jika bisa memilih nasib, tentu hidup Nova saat ini bukanlah hidup yang Nova inginkan. Bayangan masa lalu masih seringkali menghantuinya. Entah sampai kapan perasaan takut dan bersalah itu akan mengisi hari-hari Nova, ia sudah pasrah dengan hidup yang harus dijalani."Kamu mau menguji kesabaranku berapa lama lagi?" Suara tinggi Angga menggema di seluruh penjuru kamar. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan dua tangannya bersedekap di depan dada.“Aku sudah selesai,” jawab Nova lantas bangkut dari kursi meja rias yang ia tempati.Dress putih polos dengan pita berukuran besar di bagian pundak Nova membuat penampilan wa
Nova menyeret Angga ke sisi ruang yang lebih sepi dengan langkah hati-hati. Gaun panjangnya ternyata cukup membatasi pergerakannya di tengah orang-orang yang menghadiri pesta.Di belakangnya Angga sama sekali tidak memberontak.“Sejak kapan kamu merencanakan hal gila itu?” Seloroh Nova tanpa basa-basi.“Rencana apa maksudmu?”“Pesta kelahiran anak kita? Kamu bahkan tidak memberitahuku untuk hal itu, Angga.”Nova frustasi. Ia pikir, setelah kelahiran anak mereka nantinya, Angga akan memberikan sedikit r
Nova terperangah saat kaitan tangannya di bisep Angga dienyahkan begitu saja ketika mereka sudah sampai di rumah.“Jangan lupa diri. Aktingmu sudah berakhir,” ujar Angga sinis kemudian melangkah lebih dulu memasuki rumah. Para pelayan menyambut kedatangan mereka dengan dua buah baki berisi selop rumahan untuk bos mereka.“Aku hanya sedang menyeimbangkan langkahku. Memakai dres panjang ini dalam keadaan hamil besar itu menyiksaku,” Nova membalas sembari bernafas lega.Di rumah, Nova tidak perlu khawatir aktingnya akan dikuliti oleh para pelayan karena sebelum mereka dipilih dan memilih untuk mengabdikan diri mereka untuk Angga, s