Manan meneguhkan hatinya ia berjalan keluar rumah mantan mertuanya itu dengan membawa serta Amar di gendongannya dan masuk kedalam mobilnya kemudian berjalan meninggalkan rumah itu.
Safia menangis tergugu, ia sudah sangat mencintai Amar dan menganggap putranya sendiri jika dia di pisahkan itu sama artinya memutus urat nadinya.Ia tak sanggup berdiri membuat Manaf ayah Safia iba pada putrinya. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya langsung menghampiri putrinya itu dan menggendongnya membawanya naik ke lantai atas ke kamar Safia.Sesampainya di sana sang Ayah mendudukkan di ranjang lalu keluar mencari dan memanggil bik Mina untuk membantu mengurut kaki Safia yang terkilir.Bik Mina dengan cepat masuk ke dalam kamarnya dan mengambil minyak urut lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia, ia pun masuk setelah safia mengijinkannya..Bik Mina mulai memijat kaki Safia, ia menaruh Iba kepada wanita itu. Sudah ditinggal suami dan anaknya sekarang harus dipisahkan dengan bayi yang telah dirawatnya selama empat puluh hari itu."Sudah, Bik, ini sudah enakan, tolong ambilkan alat pompa Asi dan botol steril ya, Bik, aku tidak mau nanti Amar kehausan ucapnya sambil mengusap air matanya.Bik Mina pun tersenyum dan mengangguk Lalu ia keluar dari kamar Safia mengambilkan yang diminta majikannya itu.Safia turun dari ranjang berjalan tertatih mengambil sebuah koper lalu membuka lemari mengambil pakaian dan popok Amar dan di masukan kedalam koper ia hanya menyusahkan sedikit saja untuk obat rindunya.Bik Mina kembali mengetuk pintu lalu terdengar sautan dari dalam ia pun masuk. "Ini Mbak!" ucapnya lalu pergi.Safia mulai memompa ASI dan di masukan di botol steril lalu di tanggal dan jamnya. setelah mengirim pesan pada Manan kalau semua sudah siap.Setelah itu ia duduk di ranjangnya dengan menyelonjorkan kakinya sambil menatap koper dan bungkusan plastik di atas Meja.Kembali pintu di ketuk sekali lagi ia mempersilakan masuk dan kali ini yang masuk adalah Manaf ayah dari Safia."Ini yang dibawa?" tanya Ayahnya sambil menjinjing kantong plastik dan memegang koper dan Safia mengangguk hatinya begitu pedih ia pasti akan merindukan Amar.Safia menatap kepergian Ayahnya yang menghilang di balik pintu. ia menatap kosong ruangan ada yang hilang dari dalam hatinya.Sementara itu Manan sudah sampai rumahnya setelah membeli peralatan untuk bayinya dan langsung menelpon seseorang untuk mengambil pakaian dan ASIP.Ia sudah berbulat hati untuk membuat anaknya tidak tergantung pada Safia. Ia meletakan putranya di ranjang, Amar masih tertidur pulas rasanya masih aman untuk saat ini.lalu ia merebahkan tubuhnya di samping putranya itu dengan kedua tangannya yang di jadikan bantalan kepalanya.Ia merenung apa dan mengapa ini terjadi padanya, dia masih sangat sayang pada Laila tak ingin mengantikan tempat walau itu adik iparnya sendiri.Ia larut dalam lamunan hingga tidak mendengar bel rumah berbunyi berkali-kali dari lima belas menit yang lalu. Ia tersentak dalam lamunan ketika bel terakhir berbunyi ia melangkah keluar rumah ternyata karyawannya yang tengah mengantarkan pakaian juga ASIP.Ia masuk kedalam dan menaruh ASIP di dalam Freezer dan kembali ke kamar menemani sang putra.Waktu berputar, satu jam ia terlelap dalam tidurnya dan terbangun saat mendengar jerit tangis anaknya itu ia bergegas mengecek popoknya.Manan Pun mengganti popok putranya tetapi bayi itu tetap menangis. Ia segera memanaskan ASIP sebentar lalu memasukkan dalam botol kemudian meminumkan, di awal Amar mau menyesap tetapi kemudian bayi itu tersedak membuat Manan panik, ia memposisikan badan puranya ke dadanya lalu menepuk punggung perlahan, ingat waktu pertama kali Safia memberikan ASIP dari botol, tiba-tiba anaknya tersedak, dan Safia melakukan hal yang sama seperti ia lakukan saat ini, Amar bersendawa lalu menangis dengan keras.Ia mendekap putranya sambil mengayun-ayun agar segera berhenti menangis ia mencoba memainkan kembali Asip kepada putranya itu.Tetapi hanya menyesapnya sedikit lalu kembali menangis lagi. Manan tidak putus asa iya mencoba dan terus, egonya tidak ingin menghubungi Safia ia pasti bisa mengatasi putranya.Amar tak kunjung berhenti menangis sudah dua jam ia mengayun bayi lelaki itu mencoba memberikan ASIP tetapi lagi-lagi usahanya nihil.Amar terus menangis, berhenti sebentar lalu menangis lagi hingga badan bayi itu panas. Hari beranjak malam bayi itu pun tetap tidak mau minum dan tidak berhenti menangis membuat Manan bingung apa yang harus dilakukan. Mau tidak mau ia menyuruh menjemput Safia.Sementara itu Safia tengah melamun, dikejutkan telpon yang berbunyi nyaring berkali-kali tertera di layar handphone nama Mas Manan, ia pun tidak menggubrisnya.Hingga pintu di ketuk dari luar, dan Safia memerintahkan masuk. Pintu terbuka dan Bik Mina pun masuk. "Nyonya ada supir Pak manan, menjemput Anda, Nak Amar demam," ucapnya."Apa, sakit? Tetapi ini sudah malam," gumamnya lirih. Dia terdiam sejenak dan berfikir lalu memutuskan sesuatu."Bilang tunggu sebentar aku akan segera keluar!" perintah pada bik MinaSafia bergegas berganti pakaian, saat akan berjalan sedikit lebih cepat kakinya yang terkilir tadi terasa sakit. Akhirnya dengan tertatih ia pun melangkah menuruni tangga berjalan hingga menuju mobil yang menunggunya itu.Mobil itu pun berjalan meninggalkan rumah Safia setelah wanita itu masuk kedalam dan setengah jam kemudian ia sampai di rumah Manan mantan Kakak iparnya itu. Ia masuk kedalam dan melihat foto pernikahan kakaknya dengan pria itu tergantung di ruang tamu.Manan keluar sambil menggendong putranya. "Ia demam dan tidak mau minum dengan botol."Safia, langsung meraih bayi yang berumur 45 hari itu dan bayi itu langsung terdiam dan mencari sumber makanan degan mengendus dada Safia."Masuklah di kamar itu! Aku akan tetap di sini" ucapnya."Baiklah," ucap Safia lalu masuk ke dalam kamar itu dan menyusui Amar di kamar. Setelah itu, Amar tidur dengan pulas dan ia meletakan bayi itu di atas ranjang.Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar. banyak warga yang datang ke rumah Manan dengan menggedor pintu.Safia yang terkejut akhirnya keluar kamar. Ia pun jadi bingung kenapa di rumah kakak iparnya banyak orang dan terlihat Manan terlibat perdebatan yang sangat panas."Kalian tidak bisa mengelak lagi, lihat wanita itu keluar dari kamarmu Pak Manan! Itu artinya kalian baru saja melakukan perbuatan mesum," tuduh salah satu warga."Kalian tidak bisa menuduh seenaknya sendiri, Amar sakit, itu sebabnya saya datang kemari dan tidak seperti kalian pikirkan, Kalian bisa tanya pada supir Pak Manan," ucap Safia ingin menangis."Mana? tidak ada sopir pak Manan dari tadi," ucap mereka."Pokoknya Malam ini juga kalian harus menikah," tuntut warga pada Manan dan Safia.Wanita itu terkejut kakinya terasa lemas ia tidak mengira akan terjadi seperti ini. "Saya tidak mau saya tidak berbuat apa-apa?" teriaknya.Manan pun duduk terkulai di sofa hingga dua mobil datang ke rumah itu.Orang tua Safia dan Manan pun datang mereka berembuk dengan warga, dan akhirnya warga pun pulang karena sudah ada keputusan bahwa besok pagi Manan harus menikahi Safia di rumah mantan mertuanya itu.Itu semua tidak luput dari akal-akalan orang tua Manan agar lelaki itu tidak dapat mengelak tetapi dengan terjadinya kejadian itu membuat Manan semakin membenci Safia karena wanita itu tidak melatih anaknya untuk bisa minum ASIP di botol dan karena itu Amar menjadi tergantung dengan Safia hingga dia harus menikahi wanita itu.Safia di ajak pulang oleh orang tuanya bersama Amar karena bayi itu menangis lagi ketika terdengar ribut-ribut di rumah Manan.Manan terlihat sangat kacau ia menatap tajam kedua orang tua itu. Ia yakin semua itu ada sangkut pautnya dengan mereka dan Kenapa tiba-tiba sopirnya tidak ada di tempat lalu warga berdatangan dan menggedor rumahnya."Jangan tanya kami, itu kesalahanmu sendiri yang sudah teledor jadi bertanggung jawablah," ucap Sang Ayah pada Manan lalu mengaja
Mata Safia menatap manan penuh dengan ketakutan, ia tidak percaya lelaki yang dikenal lembut itu kini terlihat sangat menakutkan.Manan terus berjalan ke depan mendekati Safia yang berjalan mundur dan membentur tembok itu. Ia begitu sangat marah pada Safia, yang membuat ia terpaksa menikahi wanita itu."Katakan saja dengan jujur, kalau kau membutuhkan belaian sebab almarhum suamimu tidak pernah memberikannya, Hem ...." Manan mencengkram rahang Safia.Wanita itu menangis tak sanggup menjawab apa yang dikatakan Manan, ia hanya menggeleng sambil berurai airmata."Inikah yang kau inginkan, Safia? Ayo jawab aku!" teriak Manan sambil melepaskan cengkraman di rahang Safia. Namun, sekarang bibirnya menyapu pipi Safia."Ti- tidak kau salah paham, Mas," kata Safia "Aku salah paham, katamu? Mana yang membuatku salah paham? Jawab Safia!" teriak Manan menggelegar membuat Safia terjengkit."Aku tidak bisa menolak mereka lalu kenapa k
Ia masih menatap foto sang istri, entah kenapa pada waktu itu darah yang cocok dengan golongan darah istrinya tidak ada di bank darah sehingga akhirnya sang istri tidak tertolong. Entah permainan siapa yang membuat golongan darah sang istri tidak ada di bank darah manapun saat istrinya membutuhkannya dan apa motifnya, Manan benar-benar tidak tahu. Manan sangat kalut saat itu apalagi golongan darah sang istri sangat langkah sang istri mempunyai golongan darah yang sama dengan ayah mertuanya, yang saat itu melakukan perjalanan pulang dari luar kota dan waktu tidaklah banyak. Dia juga heran mengapa di saat adik Iparnya mendapatkan kabar yang mengejutkan tentang Suaminya. Manan menghembuskan napasnya awalnya pria itu sangat kasihan pada Safia yang kehilangan anak, tetapi karena itu pula yang membuatnya harus menikahi Safia setelah masa idahnya. Wanita itu dan keluarganya tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Akran. Ia mendes4h sambil memegang sebuah amp
Safia melotot kearah Manan. "Kalau aku tidak menghabiskannya apa yang bisa kau lakukan padaku?" tanya Safia."Kau melawanku, baiklah jangan kau habiskan dan saat ini pula kau kumakan, pilih yang mana tergantung kecerdasanmu!" tekan Manan.Safia terdiam berdebat pun percuma karena tidak akan pernah menang dan dimenangkan apalah dirinya bagi Manan. 'Sungguh pria ini sangat menyebalkan,' pikirnya.Safia berusaha menghabiskan makanannya ia takut hal yang tadi terulang kembali. Perutnya sudah terasa sangat penuh dan di piring masih tinggal sedikit ia berusaha bernegosiasi dengan Manan. "Aku sudah sangat kenyang boleh ini kubuang, aku jamin Amar tidak akan kelaparan," jawab Safia."Habiskan atau kau lebih suka ...." Manan menatap tajam pada Safia."Iya aku habiskan!" teriak Safia lalu menyuapkan makanan dengan cepat setelah itu berlari ke kamarnya dan menutup rapat serta menguncinya ia tidak peduli kalau Manan akan marah pada dirinya. Rasa mual
Safia melihat bunga itu masih segar tentunya baru saja ada seseorang datang kesini. 'Siapa?' pikir Safia.Kembali ia menyapukan pandangannya tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Ia menghembuskan napas, terkadang menginginkan sesuatu yang mustahil datang padanya. Semua orang yang dicintainya telah pergi, ingin sekali ia bertemu dengan satu cinta yang memberikan cinta yang lainnya yaitu mendiang suaminya.ia tidak pernah bermimpi tentang pria yang masih di hatinya itu, dan tidak bisa mengunjungi makamnya sama sekali. 'Kenapa mereka melarangku berkunjung di makamnya bukankah ia suamiku,' pikir Safia Ia ingin menanyakan ini sekali lagi pada Manan tetapi pria itu sudah berubah dia bukan lagi kakak ipar yang hangat seperti dulu.Duduk di pusara yang kakak sambil menabur bunga ia mengeluh, "Kakak suamimu sekarang adalah suamiku tetapi bukan suami yang semestinya seperti pernikahan yang bahagia, aku tidak mencintainya dan ia membenciku seolah sumber mas
Manan menggendong Safia menuju kamar wanita itu membaringkan di ranjang. "Istirahatlah! Setelah ini kita butuh tenaga untuk mengarungi rumah tangga yang hampa ini, dulu pernah kukatakan padamu jangan menikahi pria itu, kau malah menuduhku yang bukan-bukan dan karena pria itu pula aku kehilangan Lailaku. Tidak peduli betapa sakitnya dirimu karena kamu memilih hidup denganku," ucap Manam lalu ia meninggalkan kamar Safia.Ia berjalan kembali ke ruangan kerjanya mencoba untuk mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai beberapa hari. Satu jam, dua jam Manan mulai bosan. ia berjalan menuju kamar safia membukanya lalu menutupnya dengan sangat kasar.Safia terjengkit dan terbangun dari tidurnya. dan langsung mencapai kesadaran penuh melihat sekilas lelaki yang mengacaukan tidurnya itu, sambil mendengus kesal."Kenapa? Kau ingin marah padaku," ucapnya sambil duduk di sofa."Tidak, bukankah aku tidak punya hak untuk marah di rumah ini," ucap Safia
Manan menghentikan langkahnya, ia berjalan berbalik arah dan menatap pria itu dengan tajam."Apa yang ingin kau katakan lagi hai pecundang!" teriaknya marah."Aku hanya ingin memastikan Mas Manan bisa menjaga rahasia ini, aku akan kembali saat aku telah selesaikan urusanku!" ucapnya sambil membersihkan darah yang ada di hidungnya."Apa kau gila! otakmu kau taruh di mana hah?" ucap Manan gusar."Aku tidak gila, Mas, aku masih sangat mencintainya," ucap pria itu menunduk."Cinta katamu, Jika kau mencintainya menghilanglah tanpa mengusik dan menghancurkan keluargaku. Kau tahu aku juga mencintai istriku dan mereka merenggut dia dari sisiku apa perlu ku hancurkan otakmu agar kau berfikir waras!" teriaknya semakin keras kemarahan sudah sampai di ubun-ubun."Mas tenanglah! Tolong duduk dulu, apa kau kira aku tidak sedih dengan apa yang kau alami aku juga kehilangan putriku dan aku tidak berdaya," ucapnya menunduk."Tidak b
Safia semakin ketakutan saat pintu terbuka, ia berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya. Terdengar suara Manan memanggilnya."Safia dimana kamu? Hai mainanku ke marilah! Aku pasti bisa menemukanmu! Ayo jangan bersembunyi! Di manapun kau berada pasti bisa kutemukan kecuali yang menyembunyikan kamu adalah cantikku Laila." Teriakan itu menggema.Sejenak Sunyi, Safia tidak mendengarkan lagi teriakan Manan. Namun, tak lama kemudian terdengar umpatan lagi dari mulut pria itu."Laila aku sangat merindukanmu, lelaki brensek itu membuatmu meninggalkanku. Kenapa ia tega melakukan pada cintaku?" ucap lelaki itu berulang kali hingga ruangan kembali sunyi. Safia menunggu selama tiga puluh menit akhir ia pun keluar, dan melihat Manan tertidur di lantai kamar Safia. Ia keluar dari kamarnya dan menuju kamar Manan yang di tempati Amar tidur. bayi lelaki itu tampak masih terlelap dan tidak terusik apapun.Ia terlelap beberapa saat lalu terdengar suara tangisan Amar dan Safia memberikan ASInya set