Brian menatap Hanie yang ada dibawahnya sambil tersenyum. Wanita itu tampak panik, ia di posisi yang tidak bisa melepaskan diri."Kenapa? Kau terkejut atau sangat terkejut? Kau sudah tidak bisa melepaskan dirimu, hanya aku yang bisa melepaskannya. kau sudah memasukannya dan aku yang memainkannya. Aku nyakin kau tidak akan bisa melupakan malam ini dan Kau telah terperakap," ucap Brian sambil memindahi tubuh polos wanita yang ada di bawahnya."Lepaskan aku Brian!" teriak Hanie."Kenapa aku harus melepaskanmu? bukankah kau yang mendatangiku? Kau yang menancapkan kuncinya dan aku yang memutarnya, Kau mengerti maksudku bukan?" tanya Brian sambil mengerakan tubuhnya membuat Hanie berusaha menahan rasa juga des4h4n dari bibirnya. Ia tidak mau kalah dengan pria ini."Kukira Manan, ternyata Kau, Kenapa kau berada di sini? Yang kucintai Manan bukan kau?" teriak Hanie dengan napas tersengal-sengal karena Brian semakin menggila."Aku tidak peduli! Dulu kudapatkan dan sekarang juga kudapatkan, be
Manan berjalan mondar-mandir hanya dengan memakai bath robe. Kembali melihat layar handphonenya tidak ada balasan dari pria tengil sahabatnya itu."Ah, ngapain saja dia, kenapa koperku belum juga sampai di sini?" gerutunya.Tak lama kemudian terdengar suara notifikasi dari handphonenya, sebuah pesan masuk di layar ponselnya.Brian : ( Lo pulang dulu! Hanie lemes, gak bisa jalan)Setelah itu nomernya tidak aktif lagi. "Asem lo, Bri! Gue kira kagak doyan, ternyata lo maruk." Manan mengumpat sendiri saat teringat dengan Safia karena pesan sahabat tengilnya itu.'Ah kenapa aku ingat dia? Aku gak mungkin jatuh cinta sama dia, aku hanya membutuhkannya untuk melepaskan keteganganku saja,," tampiknya ketika ia rindu pulang, ingin mengerjai wanita itu lagi. Terdengar ketukan dari luar membuyarkan lamunannya, ia berjalan dan membuka pintunya.Seorang pria berdiri di depan kamarnya dengan membawa. "Ini koper Anda, Tuan."Manan tersenyum lega ia mengambil koper tersebut dan memberikan tip pada B
Safia sangat gelisah. 'Apa yang diinginkan pria itu padaku? Kenapa harus ke dokter kandungan segala, bukankah jika tidak suka denganku tidak perlu menjamahku,' batinnya.Ia semakin resah kala waktu berjalan dengan sangat cepat dan sudah menujukan jam 15.00. 'Ah bagaimana ini? Dia pasti meminta hak setelah ini,' pikirnyq berkecamuk."Kau Tidak tidur?" Suara bariton mengejutkan Safia hingga ia terjengkit."Kau ini selalu mengagetkan saja!" sahut Safia."Ck, aku bertanya, Fi dan kau yang melamun dari tadi, kenapa kau menyalahkan aku?" protes Manan sambil bangun dari sofa"Karena kau tiba-tiba saja bicara saja bicara. Bukankah tadi kamu sedang tidur?" tanya Safia jengkel"Tadi memang tidur tapi sekarangkan bangun," ucap Manan sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Safia, begitu sangat dekat membuat Safia menjauhkan wajahnya. Namun ia terkejut saat tangan Manan menahannya untuk di posisi semula."Kau mau apa?" tanyanya dengan bibir bergetar."Menurutmu?" tanya Manan semakin mendekat ujung hi
Lima belas menit Manan telah keluar dari kamar mandi dengan tubuh basah berbalut handuk dan rambut yang masih basah juga.Ia berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian santai lalu memakainya di hadapan Safia. Wanita itu hanya menunduk dan menahan nafas sejenak, karena merasa ada ketidak nyamanan dalam situasi ini."Kau harus membiasakan ini, Safia," ucap Manan tanpa melihat wanita itu.Setelah rapi Ia pun mengajak Sofia untuk segera berangkat, Manan mengenakan celana pendek selutut dan t-shirt, lalu meraih kunci mobilnya dan berjalan mendekati Safia."Ayo berangkat! kau gendong Amar dan sebelum kita pergi ke dokter kandungan kau beri asi dia! Inilah repotnya jika kau tidak membiasakan Amar untuk minum ASIP di botol," ucap Manan memarahi lagi Safia."Kalau dia bisa minum susu di botol tentu saja aku juga senang aku bisa tidur dengan pulas dan tidak harus setiap malam terbangun hanya untuk memberikan Asi pada Amar," banta Safia."Kenapa kau selalu saja membantah, apa yang katakan itu
"Kenapa sih, Mas, kau begitu ngotot agar aku suntik anti kehamilan dan meminta hak dariku? kamu, 'kan tidak mencintaiku? Lalu kenapa kamu ingin aku melayanimu sebagai istri?" protes Safia."Masalah melayaniku sebagai istri itu kewajibanmu, masalah cinta atau tidak cinta tidak ada hubungan dengan itu, kamu sudah memutuskan untuk bersedia menikah denganku itu artinya ini kamu menerima segala keputusanku harus berapa ribu kali kukatakan agar kau mengerti. Tidak perlu siapkan hatimu cukup tubuhmu! Kau mengerti, Safia?! tekan Manan dengan sangat keras."Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa salahku?" teriak Safia."Jangan menyulut emosiku, Fia! Berhenti menangis dan turuti aku atau mobil ini akan kulajukan ke hotel saat ini juga dan kita buat anak!" ancam Manan pada Safia.Safia terdiam dan hanya terisak sedih, Sebagai seorang wanita tentunya ia ingin melakukan itu karena cinta, bukan karena hasrat semata, akan tetapi ia tahu bahwa Manan membutuhkan pelepasan hasratnya walaupun
Setelah sampai di rumah orang tua Manan, mereka langsung berpamitan. Dengan menggendong Amar, Safia masuk ke dalam mobil lalu Manan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan rumah itu.Ketika melewati Apotek Manan memberhentikan mobilnya lalu masuk ke dalam entah apa yang di belinya. Setelah beberapa menit ia pun kembali ke mobilnya dan melaju membelah jalanan yang lenggang.Beberapa menit kemudian ia pun sampai di rumah. Manan turun dari mobilnya berjalan mendahului Safia. Sungguh setelah mendapatkan keterangan dari sahabatnya Anton dia sedikit ada kekhawatiran terhadap Safia, pasalnya ia telah dua kali melakukannya.Lelaki itu langsung masuk ke dalam ruangan kerjanya ia masuk di bilik tempat beristirahat saat letih dengan pekerjaan. Mendiang istrinya itu sangat mengerti kebutuhan dirinya, jika ia tidak keluar beberapa jam dari ruangan kerja maka Laila akan datang keruangan kerjanya dengan pakaian seksi dan memanjakannya dengan sentuhan kelembutan jemari tangannya.M
Waktu seolah berjalan dengan cepat kecemasan semakin menguasai hati Safia. Ia berjalan mondar-mandir di kamar di ambilnya pakaiannya lalu di letakkan lagi."Ah ... kenapa nasibku begini amat?" gerutu wanita itu.Ia menatap jam dinding di kamar itu. Sudah jam 21.30 Safia belum juga menganti pakaian. Ia bingung, takut dan juga malu. Dalam kekalutannya itu tiba-tiba saja handphonenya berdering ia segera berlari ke arah meja dan menghentikan bunyi handponenya itu. Sebuah foto dan pesan dikirim oleh Manan.Manan: (Susui Amar dulu, sebelum ke sini)Manan: (Dadan seperti yang ada di foto yang kukirim dan jadilah Lailaku! Kau mengerti Safia?)Safia tertegun menatap foto kakaknya. "Megenakan pakaian itu tanpa memakai d4l4m4n, bagaimana aku bisa?" pikirannya resah.ia semakin gelisah dan bingung di saat itu tangisan Amar terdengar mengelegar di kamar ia berjalan menuju box bayi dan diraihnya Amar, lalu menggendongnya dan membawanya duduk dibibir ranjang sambil menyusui bayi itu.Setelah Amar
Safia membuka matanya ia sangat terkejut sebab matahari sudah menyorot kedalam kamar dan Amar menangis dengan sangat kencangnya.Ia turun dari ranjangnya dengan sempoyongan diambilnya Amar lalu disusuinya setelah tenang ia pergi ke kamar mandi mandi dan mengambil air wudhu, mengkhodo sholat subuh yang sudah sangat terlambat sebab sudah jam 07.00 pagi.Setelah itu ia pergi ke dapur untuk membuat makanan karena perutnya terasa sangat lapar tetapi ia terkejut saat tiba di meja makan sudah tersaji makanan di atas meja yang tertutup tudung saji.Ia membukanya dan sangat terharu semua makanan adalah kesukaannya. Ia sangat heran bagaimana pria itu tahu makanan kesukaannya itu padahal selama menjadi kakak ipar lelaki itu jarang sekali bertegur sapa atau pun berbincang-bincang.Sebuah pesan tertulis di secarik kertas kecil, memintanya untuk makan yang banyak karena akan membutukan tenaga untuk malam hari. Safia mendengus. Ia meremas kertas itu dan membuan