Bu Dara pulang demgan misuh misuh, ia kesal dengan sikap anaknya yang justru mengusir dirinya. Ya, memang sih ia tak bisa mengontrol mulutnya supaya tidak julid dengan Riri. Tapi mau bagaimana lagi memang tabiatnya sudah begitu, entah salah apa itu si Riri sampai Bu Dara segitu bencinya sama mamtan menantunya itu."Kesel ibu, kamu juga kenapa belain kakak kamu buat ngusir Ibu!" ujar Bu Dara."Maaf, Bu. Aku cuma gak mau aja Ibu jadi tambah malu karena mereka yang disana kan lebih pro ke Riri." Silvi mencoba menenangkan Ibunya."Huh, bikin kesal saja!" ucap Bu Dara."Ya sudah, sebagai permintaan maafku gimana kalau kita shopping saja?" tanya Silvi."Boleh, ayok!"Silvi dan Bu Dara pun menuju mall terdekat, cukup ramai karena ini adalah satu satunya mall terbesar didaerah itu. Mereka asik belanja kesana dan kemari.Disaat sedang asik berbelanja, tiba tiba ada seseorang yang tak sengaja menabrak bahu Silvi sehingga barang belanjaannya jatuh.Brugh"Gimana sih kalo ja..." ucap Silvi."Ma..
Tok tok tokAtensi keduanya teraklihkan ke arah pintu yang diketuk, entah siapa yang datang. Keduanya saling pandang sejenak."Permisi, waktunya untuk kontrol." ucap Suster.Ternyata suster yang berjaga yang datang, Joana sudah dipindahkan ke ruangan VIP agar ia merasa lebih nyaman dan tidak sembarang orang bisa masuk sembarangan apalagi membuat keributan."Nah sudah ya, Bu." ucap Suster tersebut."Bagaimana kondisi adik saya sus?" tanya Riri, Joana menoleh melihat Riri bertanya pada suster tersebut. Tanpa terasa bubirnya melengkung ke atas."Pasien sudah banyak perkembangan, sebentar lagi akan lebih." hanya itu yang di sampaikan oleh suster."Permisi." pamitnya.Riri kembali ke tempat duduk disamping ranjang Joana, ia kembali mengupas jeruk dan apel untuk sang adik dan dirinya."Nah, udah denger kan? Jadi harus semangat biar cepat sembuh!" ucapnya sambil menyodorkan buah tersebut."Makasih kak." jawab Joana.Mereka berdua menikmati buah tersebut sambil sesekali berbincang bahkan samp
Rian mengernyit heran, ia sedikit ragu apakah mempercayai ucapan Bu Dara atau tidak."Bu, kenapa Ibu datang kesini tanpa makan terlebih dahulu? Dan Joana tidak seperti itu Bu."Bu Dara langsung menoleh kepada sang anak dan mentapnya dengan sinis."Kamu gak percaya sama Ibu kamu sendiri?" sehtak Bu Dara.Rian yang sudah pusing dengan pekerjaan dikantor, kini tambah semakin pusing dengan perdebatannya bersama sang Ibu."Padahal Ibu sudah capek capek datang kesini mau jagain dia, tapi usaha Ibu gak dihargai. Ibu sudah bilang kalau lapar, dia malah asik sendiri bersama wanita pengkhianat itu." kilah Bu Dara.Joana geram terus terus difitnah oleh Ibu Mertuanya, bahkan Riri yang tidak salah apa apa pun juga ikut difitnah. Sedangkan Rian bingung posisinya menjadi serba salah, berada diantara Ibu dan istrinya sendiri."Stop, Bu. Jangan fitnah aku lagi. Ibu yang mulai duluan, Ibu datang langsung marah marah sama Riri karena dia jengukin aku. Bahkan disaat aku membela Riri, Ibu malah secara ter
DegJoana diam bergeming ditempatnya, pandangannya lurus ke depan. Benar juga apa yang diucapkan oleh Riri. Kalau saja dulu Rian tidak langsung percaya dengan ucapan Ibu dan adiknya dan mencari tahubterlebih dahulu, pasti sekarang Riri masih menjadi istri Rian. Dan dirinya tidak akan ada harapan bersama dengannya.Riri yang menyadari jika sang adik menjadi diam pun menoleh, ia melihat Joana yang diam bergeming. Ia menjadi tidak enak hati sendiri, apakah perkataannya telah menyakitinya kembali? Atau bagaiamana?"Jo....Maaf." cicit Riri.Joana yang mendengar permintaan maaf dari Riri, segera menoleh. Ia menatap heran pada kakak angkatnya itu."Kakak, mengapa minta maaf?" tanya Joana."Mungkin perkataanku barusan telah menyakiti hatimu." jawab Riri membuat Joana tersenyum."Gak kok, justru aku sadar. Benar kata kamu jika waktu itu Rian mencari tahu tentang fakta yang sebenarnya pasti saat ini aku tidak akan menjadi istrinya." ujar Joana dengan tersenyum lembut.Mereka berdua bercengkrama
Tok tok tokPintu ruangan Joana diketuk oleh seseorang, membuat ketiga orang yang berada didalamnya saling pandang dan menoleh. Joana dan Bu Jeni hanya memgedikan bahu tanda tidak tahu. Riri berjalan menuju arah pintu kemudian ia membukanya, namun tidak ada orang disana."Siapa sayang?" tanya Bu Jeni membuat Riri berbalik badan."Tidak tahu Ma, tidak ada orang." ujar Riri.Riri hendak menutup pintu itu kembali dan mendekat ke arah Ibu serta adiknya, namum ia terkejut saat berbalik badan melihat ke arah pintu.AstagfirullahRiri mengelus dadanya perlahan, saat ini didepannya tengah berdiri seorang lelaki dengan wajah ditutupi oleh seikat bunga dan coklat. Namun ia masih bisa mengenalinya meskipun wajah itu tertutupi, lelaki itu adalah suaminya sendiri Kevin. Riri tersenyum melihat tingkah suaminya itu."Untuk perempuan cantik yang berada didepanku ini." ujar Kevin sambil tersenyum.Mendadak pipi Riri memanas, terlihat jelas rona merah dipipinya hingga ke telinga. Bahkan Bu Jeni dan Joa
Tok tok tokTerdengar suara pintu kamar diketuk, namun tak ada jawaban dari dalam. Orang yang berada dibalkon sedang asik dengan fikirannya sendiri sampai ia tak sadar jika Riri sudah berada didepan bersama anak dan Ibunya.CeklekDrap drap drapOrang itu menyusuri setiap sudut kamar itu, ia menemukan pemilik kamar tersebut tengah bersandar di balkon dan menghisap sebatang rokok ditangannya. Tanpa pikir panjang, ia mendekatinya kemudian memeluk lelaki itu dari belakang.Kevin, ia merasakan ada sebuah tangan yang melingkar diperutnya. Ia mengusap lembut tangan itu sambil tersenyum, ia pikir Riri sudah lebih tenang ketika habis mandi sehingga memeluknya dari belakang."Sayang." ucap Kevin."Aku kangen." ucap perempuan itu membuat Kevin berbalik badan.Ia terlonjak kaget sebab yang saat ini sedang berada didalam kamarnya dan tengah memeluknya bukanlah istrinya, Riri. Mata Kevin membola sempurna menatap perempuan yang berada dikamarnya, tanpa pikir panjang ia langsung melepaskan pelukan p
Riri menangkap gelagat aneh dari diri Jihan, ia sepertinya menaruh hati pada sang suami sehingga menyebabkan tidak suka dengan Riri. Namun ia masih berusaha untuk berfikir positif, ia ingin melihat bagaimana tingkah Jihan selanjutnya. Dan dia juga akan bertanya kepada suaminya, karena sepertinya sikap Kevin begitu keterlaluan terhadap anak dari sahabat Maminya. Terlebih lagi itu adalah teman masa kecilnya sendiri."Sayanggg..." panggil Riri manja.Riri sengaja bermanja ria dengan Kevin didepan Jihan, ia ingin melihat bagaimana sikap wanita itu."Kenapa sayang?" jawab Kevin dengan tersenyum."Aku ingin makan Ketoprak.""Ketoprak?" tanya Kevin."Iya, beliinn.." ucap Riri dengan suara dibuat mendayu dayu, dan sukses membuat netra perempuan muda didepannya itu memicing. Berbeda hal dengan Mami yang menampilkan senyumnya."Ya sudah, aku belikan dulu ya.""Tolong ya suamiku, sekalian jus mangga ya. He he."Kevin hanya mengacungkan jempolnya sembari pergi meninggalkan rumah, Kayla sudah bera
Kevin tak memperdulikan Jihan yang merengek minta diperhatikan olehnya, kini ia sudah duduk dikursi samping sang istri berada. Ia membuka bungkus ketoprak yang baru saja dibelinya barusan, kemudian mengambil sendok untuk menyuapkan pada Riri.Riri menolak suapan halus itu, dengan menggelengkan kepalanya pelan. Namun Kevin memberi kode dengan kedipan matanya yang seolah memohon pada Riri, akhirnya wanita itu pun mau membuka mulutnya. Disana juga sudah ada Mami yang sama sedang menikmati makanan itu, sedangkan Kayla bermain dengan mainannya."Ayoo mulutnya buka, aaaaa..." ucapRiri menerima suapan dari Kevin sambil tersenyum, begitu pun sebaliknya. Mami yang melihatnya pun menjadi ikut merasa bahagia akan pernikahan anaknya. Berbeda dengan Jihan, ia memandang mereka dengan foto tidak sukanya."Lebay banget sih, pake suap suapan. Kayak gak bisa makan sendiri aja." celetuk Jihan.Riri yang geram dengan tingkah Jihan, dan karena hormon kehamilannya membalas Jihan. Ia yang hiasanya tetap ka