Share

Bab 6. Sudah saling kenal sebelumnya

“Mama dan adikku baik, Om. Dan tentang berpacaran, sejauh ini belum sempat ku sampaikan kepada mereka.” Pavel melirik ke arah Liana sejenak, ingin memastikan bagaimana reaksi wanita itu.

Diana tertawa kecil. "Jadi, masih dalam tahap rahasia, ya?”

"Iya, masih tahap merahasiakan, Tante," jawab Pavel, dengan nada bercanda.

“Lalu bagaimana kamu bisa mengenal Liana dan berpacaran dengannya? Apa kalian bertemu sesudah pertemuan keluarga kita saat itu, atau bagaimana? Karena yang om ingat saat itu kamu mengatakan kalau kamu belum memiliki pacar.” Max sudah menahan rasa penasarannya untuk bertanya tentang hal ini sedari tadi, dia ingin tau apa Pavel sengaja memacari anaknya setelah pertemuan mereka atau memang semua ini hanya ketidaksengajaan semata.

“Saat Om bertanya, aku memang belum memiliki pacar. Karena kebetulan kami baru saling kenal selama satu bulan dan berpacaran baru selama satu minggu, yang artinya aku bertemu dengannya setelah pertemuan keluarga yang pertama kali.”

“Jadi kamu sengaja menemui Liana dan mendekatinya, atau bagaimana?” sela Alexander, ikut menatap Pavel dengan tatapan serius.

“Tidak juga, Kek. Karena saat aku bertemu dengan Liana, aku belum tau kalau dia adalah Liana, putri dan cucu dari keluarga Parker. Namun, walau belum benar-benar mengenalnya dengan baik, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama bertemu. Hanya saja aku sadar kalau aku sudah memiliki seseorang yang akan dijodohkan denganku, jadi aku memilih mengabaikan perasaanku sendiri,” jelas Pavel, yang kemudian terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan penjelasan yang baru dikarangnya secara spontan.

“Namun, satu minggu yang lalu kami tidak sengaja kembali bertemu dan mengobrol lebih lama. Saat sedang mengobrol, Liana secara kebetulan memberitahuku nama panjangnya. Dan tentu saja aku merasa begitu terkejut, tapi juga bahagia. Aku merasa memiliki sebuah kesempatan untuk bisa mengungkapkan perasaanku padanya.”

“Dan kamu menyatakan perasaanmu pada putriku saat itu?” tanya Max, tidak sabar untuk menunggu Pavel melanjutkan penjelasannya.

“Iya, Om. Pada saat itu juga aku segera menyatakan perasaanku padanya. Awalnya hanya ingin menyatakan saja, tapi ternyata Liana juga memiliki perasaan yang sama denganku. Dan karena itu, kami berdua memutuskan untuk menjalin hubungan.”

Diana dan Alexander memperhatikan dan mendengarkan penjelasan Pavel dengan seksama, mereka seperti mendapatkan pencerahan setelah merasa kebingungan. Sementara Max, mengangguk-anggukan kepala dan tersenyum.

“Kalian benar-benar seperti jodoh yang telah ditakdirkan Tuhan untuk bersama. Manis sekali!” ucap Diana, yang begitu merasa bahagia mendengar kisah cinta Pavel dan putrinya.

Satu orang lain yang berada di sana, merasa seperti ingin muntah mendengar penjelasan Pavel yang baginya terlalu manis sebagai sebuah kisah bohong semata. Entah mendapat inspirasi dari mana pria itu, karena keduanya belum merencanakan akan bagaimana jika ditanya tentang pertemuan mereka. Hal seperti itu bahkan belum terpikirkan oleh Liana sendiri.

Akan tetapi, ada hal lain lagi yang tengah mengganggu pikiran Liana, yaitu orang tuanya yang terkesan sudah mengenal Pavel sebelum pertemuan ini. Pertanyaan dan ucapan dari sang Papah, membuatnya begitu merasa curiga dan penasaran.

Dari pada menerka-nerka sendiri, Liana akhirnya memutuskan untuk langsung bertanya kepada sang Papah. “Apa Papah sudah mengenal Pavel sebelum ini? Selain terdengar akrab, Papah juga seperti sudah mengetahui banyak hal tentang Pavel.”

“Ya memang kenal.” Max menjawab dengan begitu santai, seperti tidak ada hal yang harus disembunyikannya dari sang putri.

Alis Liana sedikit mengerut, tak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari Papahnya. “Kok bisa? Dari mana? Aku kayaknya nggak pernah dengar Papah cerita tentang keluarga Pavel ataupun Pavel itu sendiri.”

“Pavel itu anak temannya Papah, Kakek juga kenal kok sama Pavel, karena Kakeknya Pavel dari dulu sudah bersahabat baik dengan Kakekmu. Bahkan kedekatan Kakekmu dan Kakek Pavel sudah seperti saudara kandung. Papah juga sering kok cerita tentang Pavel ke kamu,” jelas Max. Selama beberapa waktu ini dia sering bercerita tentang Pavel kepada putrinya, bahkan dia pernah menyebutkan nama pria itu sekali. Walau setelahnya dia hanya bercerita tanpa menyebutkan nama.

“Benar itu. Kakek sudah bersahabat dengan Kakeknya Pavel sejak kami masih muda, jadi kami memang sudah seperti saudara kandung. Namun sayangnya Kakeknya Pavel sudah lebih dulu meninggalkan kita semua.” Alexander ikut menambahi penjelasan sang putra.

Alexander sudah berteman dengan Kakeknya Pavel sejak mereka masih remaja. Sejak saat itu mereka selalu saling mendukung dan membantu satu sama lain. Bahkan saat dia beberapa kali gagal merintis usaha, Kakeknya Pavel lah yang selalu berdiri mensuportnya dalam segala hal. Termasuk dalam hal uang, walaupun pada saat itu kondisi keuangan Kakeknya Pavel juga belum stabil.

“Dan Kakek juga sudah mengenal Pavel sejak dia bayi. Kakek yakin dan percaya, kalau Pavel adalah pria yang sangat cocok untuk bersama denganmu, Liana,” lanjut Alexander, menatap sang cucu dengan seksama.

“Sangat cocok untukku?” Liana menunjuk dirinya sendiri. Dia agak ragu dengan apa yang didengarnya, karena yang dia tau pria itu sangat tidak cocok untuknya. Jika dia benar-benar bersama dengan Pavel, ia mungkin akan mengidap darah tinggi karena merasa kesal setiap hari.

“Iya! Sangat cocok untuk cucu kesayangan Kakek,” jawab Alexander dengan begitu yakin.

Alexander telah melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana Pavel tumbuh dan berkembang, dia sangat tau pria seperti apa Pavel. Pavel bukan tumbuh di keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang, tapi pria itu mampu untuk tumbuh menjadi pria yang sangat baik, menyayangi keluarganya, bertanggung jawab dan pekerja keras.

Pada intinya, banyak hal baik yang ada dalam diri Pavel, yang membuat Alexander merasa kagum. Dan karena itulah dia yang menyarankan Pavel kepada anak dan menantunya saat mereka bercerita kalau mereka ingin mencarikan calon suami untuk Liana.

Alexander yakin, Pavel akan sangat cocok untuk cucu semata wayangnya. Dia yakin bahwa Pavel akan mampu melewati banyak hal bersama cucunya. Dia juga percaya bahwa Pavel bisa menjaga, membimbing dan menyayangi cucu kesayangannya itu dengan baik.

“Pavel akan mampu membimbingmu, menjagamu, bertanggung jawab padamu dan memberikan kasih sayang untukmu,” imbuh Alexander.

“Kakek terlalu berlebihan dalam menyanjungku, aku tidak semampu itu, Kek. Aku juga memiliki banyak kekurangan, sama seperti manusia lainnya. Tapi, aku akan melakukan sebaik dan sebisaku untuk menepati janji pada kalian,” timpal Pavel, merasa tidak enak hati karena Kakeknya Liana terlalu berlebihan dalam menyanjungnya.

“Tapi menurut kami kamu memang mampu melakukannya. Dan kami hanya bisa percaya kepadamu. Maka dari itulah kami memilihmu,” ucap Max, yang segera mendapatkan senyuman dan anggukan persetujuan dari Diana dan Alexander.

“Janji apa yang dimaksud? Memilih Pavel sebagai apa?” tanya Liana. Entah kenapa dia merasa hanya dirinya sendiri yang tidak mengerti apapun di sini.

“Janji yang akan membuatmu semakin bahagia ketika mengetahuinya,” jawab Max, membuat putrinya mengerutkan kening.

“Bisa langsung ke intinya aja nggak, Pah? Biar aku langsung paham. Soalnya aku malah makin bingung ini.”

Max terkekeh kecil. Dan dengan raut wajah meledek, dia berkata, “Itu juga Papah sudah langsung ke intinya kok. Intinya ya itu, janji Pavel akan membuatmu bahagia ketika sudah mengetahui dan menjalaninya.”

“Ya janjinya apa Papah? Katakan inti janjinya saja,” kesal Liana, dengan raut wajah yang mulai cemberut.

Kekesalan Liana, justru membuat sang Papah, Mamah dan Kakeknya tergelak. Mereka merasa kalau Liana sangat lucu ketika sedang cemberut dan kesal seperti itu. Itulah kenapa mereka suka sekali meledek dan menjaili Liana setiap ada kesempatan.

“Liana Parker! Kamu ini tidak peka, loading lama, atau memang bodoh?” bisik Pavel, mengejek Liana yang tidak juga mengerti maksud tersirat dari Papahnya sendiri.

“Bisa diem, nggak! Ini tuh karena Papah ngomongnya pake acara muter-muter segala. Makanya aku jadi bingung,” keluh Liana.

“Papahmu sudah bicara dengan jelas, walau sepertinya dia sedikit membercandaimu. Ini memang kamunya saja yang nggak ngerti-ngerti.” Pavel kembali berbisik pelan di telinga Liana.

“Dari pada ikut mengejekku terus menerus, lebih baik kamu jelaskan saja maksud dari ucapan Papahku itu, karena yang berjanji pada keluargaku ‘kan kamu,” ujar Liana, dengan suara yang begitu pelan dan senyum kaku yang terpaksa dikembangkan. Liana tidak ingin menimbulkan sindiran ataupun ledekan baru dari Kakek dan Papahnya.

Saat Pavel akan kembali membisikan sesuatu pada Liana, Max sudah lebih dulu membuka mulut untuk mengucapkan keinginannya, “Kalian berdua, menikahlah dalam satu minggu lagi.”

Ekspresi wajah Liana berubah drastis, seolah petir menyambarnya di siang bolong. Sorot matanya seketika menajam dan raut mukanya mencerminkan kejutan yang begitu tak terduga. “Menikah?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status