"Halo, Sayangku." "Kau di mana, Brengsek! Kau sengaja menjauhiku?" Sejak tadi malam Cataline mencoba menghubungi pria itu, tetapi hanya layanan operator yang terdengar mengatakan nomornya tidak bisa dihubungi. Dia langsung mengumpat begitu Liam Nelson mengangkat panggilannya. "Hei, kenapa kau sangat marah? Aku baru kembali dari perjalanan bisnis," terang Liam, masih dengan suaranya yang tenang. Cataline semakin kesal oleh jawaban Liam, dia sudah menunggu di rumahnya sejak pagi tapi pria itu belum juga pulang. "Aku di rumahmu, Brengsek. Kau pulang ke mana? Ke hotel menemui gadis-gadismu?" "Benarkah? Aku baru saja memasuki gerbang, kau akan melihatku jika benar kau di rumahku," kata Liam.Cataline langsung berdiri melihat ke jendela, benar saja mobil Liam sedang memasuki garasi terbuka yang ada di sudut kanan. Gadis itu menutup telepon dan menunggu Liam masuk. Kemarahan atas perlakuan Rich masih terus membuatnya tak tenang. Cataline menenggak beer kaleng yang dibelinya saat di pe
Rich turun terburu-buru dari mobilnya dan meraih tangan Cataline. Istri yang bertengkar dengannya tempo hari segera ditarik masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau lakukan di sini, Kate? Kau memata-matai aku?" tanya Rich, menatap inti mata istrinya menjadi penjelasan. Namun, mata itu menunduk sendu, sebelum akhirnya menitikkan buliran hangat yang kemudian mengalir di kedua pipi. Cataline menangis? Sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi! Bingung. Begitulah isi kepala Rich sekarang. Mengingat yang terjadi di dalam rumah tangga mereka, seharusnya Cataline datang dengan amarah seperti yang sudah-sudah. Tapi kenapa kali ini dia menangis? "Kate, ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Rich sekali lagi. Bukannya menjawab, tangis Cataline semakin besar bahkan dia sesenggukan sekarang. Apakah istrinya sudah memikirkan kembali kenapa Rich menikahi Jovanka? Bagus jika itu benar. Setidaknya Cataline tahu kenapa Rich harus menikahi gadis itu. Tapi... bagaimana jika sesuatu yang buruk
Kakinya gemetar memasuki ruang keluarga."Ayah," panggil Jovanka, bibir pucatnya gemetar menunggu sang ayah melirik padanya.Tapi, sampai Jova menghitung hingga sepuluh, tak satu pun yang menyadari kedatangannya. Semua orang tengah asik bercengkrama, sangat harmonis keluarga ini telihat mata. "Jadi, kau ingin kado apa untuk ulang tahunmu, Queen?" Ferry Hernandez menyesap teh di gelasnya, tanpa melepaskan pandangan dari wajah putri bungsunya. Dengan manja gadis dua puluh tahun itu bergelayut di lengan sang ayah dan berkata, "Ayah, bukankah mobilku terlalu kuno untuk gadis seusiaku? Bagaimana jika ayah memberiku mobil baru? BMW baru saja merilis produk mereka, aku menginginkannya.""Hahahaha!" Tawa pria itu sangat renyah di telinga. "HM... mobil terbaru, ya?" katanya mengangguk. "Baiklah. Karena kau sudah berhasil masuk ke universitas ternama, ayah akan memberikannya." "Benarkah?" Queena menatap takjub ayahnya yang barusan menyanggupi permintaannya. Tampaknya suasana hati Ferry Hern
"Katakan kau hanya bercanda. Kau tidak serius akan melakukan ini, kan? Kau... aku tahu kau sangat putus asa oleh ucapan Tuan Mark, tapi kau tak mungkin mendaftakan diri pada situs gila ini!" Sarah, sahabatnya terus mengoceh di sisi Jovanka yang fokus dengan layar laptop di pangkuannya. Dia mengabaikan pertanyaan random dari gadis itu. "Jova, hentikan ini. Masa depanmu masih panjang, jangan membuat dirimu dalam kesulitan." "Bahkan aku sudah kesulitan sejak terlahir ke dunia ini, Sarah... jangan terlalu dramatis." sahut Jovanka tanpa melihat sahabatnya. "Tapi kau akan lebih kesulitan, jika seseorang benar-benar menginginkan jasamu! Hentikan, kataku hentikan itu!" Jovanka menghentikan ketikannya sejenak. Yang diucapkan Sarah ada benarnya, dia sendiri bahkan tidak siap dengan apa yang sedang dia lakukan. Jika data dirinya benar-benar terdaftar ke link itu dan seseorang menginginkan jasanya, entah bagaimana dia akan menghadapi. Dia bahkan tak berpengalaman dengan laki-laki, bagaimana
"Apakah begitu sulit bagimu mengandung sendiri anak kita?" "Sudah kukatakan berkali-kali, ini demi kau dan juga diriku. Aku tak ingin tubuhku menjadi melar di mana-mana dan membuatmu tak berselera." Pasangan suami istri itu kembali diam dalam beberapa waktu. Sejak enam tahun pernikahan mereka, Cataline selalu tegas mengatakan dirinya tak akan mengandung sendiri anaknya. Dia akan memakai jasa ibu pengganti untuk mendapatkan keturunan. Meski Rich ribuan kali meyakinkannya akan terus bersama gadis itu, Cataline tetap dengan pendiriannya. "Kau tak akan menyesalinya, Cataline?" tanya Rich meyakinkan. Cataline menggeleng cepat dan berkata, "Akan lebih menyesal jika aku yang mengandungnya. Aku tak ingin merusak tubuh indahku karena seorang anak. Lagian, bukankah banyak orang yang melakukannya? Ayolah, Rich... demi penampilan istrimu, kau harusnya mengerti. Bisa kau bayangkan teman-temanku akan mengejekku jika menjadi gendut karena hamil? Tolonglah... aku tak ingin hamil, tapi kita juga
Pria itu Rich Damian Cullen, pria 39 tahun yang kemarin menuduh Jovanka mengutuknya di toko kue, pria yang juga sedang tertekan oleh keinginan istrinya. Alisnya sampai mengerut, tak menyangka mereka akan memakai jasa gadis penjual kue itu. "Tak ada yang lain?" Rich refleks mengatakannya sebab tak suka melihat Jovanka di pertemuan pertama mereka. "Maaf, Tuan Cullen, saat ini kami hanya memiliki dua gadis yang belum berpengalaman. Yang lain sudah pernah melakukannya bahkan ada yang sudah lima kali," sahut ketua yayasan penyalur jasa. "Kalau begitu kita pakai yang pertama." "Kenapa, Rich? Dia terlihat bagus. Gadis yang tadi aku tidak suka, dia terlalu banyak bicara." Cataline menyela ucapan suaminya. "Kalau begitu, kita tunggu gadis lainnya." Rich menolak lagi dan berkata pada ketua yayasan. "Hubungi kami saat ada gadis lainnya yang memenuhi syarat. Sangat angkuh. Entah apa masalahnya sampai menolak Jovanka seperti itu, seakan Jova adalah gadis yang tak benar. Hanya karena kesala
Rich sangat kesal. Karena sempat menolak gadis itu di restoran, istrinya menjadi curiga dan terus menyelidiki. Cataline memaksa Rich untuk jujur di mana dia bertemu gadis itu dan apa yang sudah mereka lakukan. Berapa kali pun Rich membela diri, Cataline masih terus mendesak bahkan sampai mengancam akan menanyakan sendiri pada Jovanka. Dan jika itu mengatakan yang sebenarnya, percayalah Cataline tidak akan percaya mereka bertemu di toko kue. Akan semakin panjang masalah yang Cataline buat untuk membuat suaminya frustasi. "Kau dendam padaku? Jawab!" tanya Rich sekali lagi, suaranya tak lagi keras seperti tadi. "Aku tidak mengerti maksud Anda, Tuan. Jika menurut Anda karena kejadian di toko itu, aku sudah meminta maaf. Tapi jika menurut Anda aku mengikuti dan mencari tahu tentangmu untuk sesuatu, itu jelas salah. Aku membutuhkan uang untuk kuliah, itu sebabnya aku mendaftarkan diri sebagai penyewa rahim." Jovanka menjelaskan panjang lebar, tak senang dia dituduh memata-matai seseorang.
Merayu suaminya? Ya, wanita itu baru saja menuduh Jovanka merayu suaminya. Ini kah yang dikhawatirkan pria itu sehingga mencari Jovanka tengah malam? Mulut Jovanka tergagu tak mampu untuk berbohong atau berkata jujur. "Nona Jovanka Abigail?" Asisten dokter memanggil dari pintu. "Ya, kami di sini." Ketua yayasan yang menjawab sembari melihat Cataline. "Ini sudah giliran kita, Nyonya." "Masuklah, tapi kau masih berutang penjelasan padaku," ucap Cataline, nadanya penuh penuntutan. Jovanka hanya mengangguk dan pergi mengikuti asisten dokter, dia dibawa ke ruang pemeriksaan untuk dilakukan tes. Itu sangat banyak dan membosankan. Jovanka hanya patuh pada arahan mereka sembari dokter melalukan Medical Check Up. Dia tidak begitu paham tentang kedokteran, tapi selain pemeriksaan fisik, mereka juga melakukan tes ke rahimnya dengan alet USG berkamera. Selain memastikan Jovanka layak untuk mengandung, semua itu juga demi kesehatan calon bayi yang nanti akan bersarang di rahimnya. Setelah