Share

Pernikahan di Balik Layar
Pernikahan di Balik Layar
Penulis: euremius

Sebuah Penawaran

"Apapun alasannya aku tidak akan mengambil projek ini.” 

Perempuan bergaun merah padam itu duduh angkuh dengan kaki kanan yang bertumpu di atas kaki kiri menatap dengan percaya diri ke arah sang manajer yang hanya bisa menghela napas lelah.

"Aku tahu kau akan melakukan ini, tapi Rachel," Hera sang manager menghela napas sembari memperlihatkan ponsel pintarnya pada perempuan itu. “Di antara aktor dan aktris di negara ini tidak ada yang mau menjadi temanmu dan publik juga tidak menyukaimu.”

Rachel yang awalnya menatap kukunya yang mengkilap sehabis pulang dari rentetan perawatan mahalnya lantas mendongak dan mengerutkan kening pada sahabat sekaligus managernya itu. "Memangnya mereka penting untuk karirku?”

"Tentu saja, bagaimana kau bisa sukses kalau tidak disukai? Kau ini seorang public figure, Chel."

Kedua perempuan itu saling menatap, dan Rachel memecah kesunyian terlebih dahulu. "Omong kosong," katanya blak-blakan sambil mengalihkan perhatiannya kembali ke arah jemari indahnya. Hera menghela nafas dan bersandar ke kursinya.

"Direktur bilang kalau kau tidak menerima projek ini dia tak ingin kau berada di agensi lagi," tukasnya sembari mencondongkan tubuh ke depan. “Ayolah, projek ini tidak ada bedanya dengan berakting dalam film atau sinetron biasa kan? Bedanya hanya mereka mempoles acara ini agar seperti nyata."

Projek yang dimaksud oleh manajernya adalah acara televisi realitas di mana ia harus menampilkan kehidupan rumah tangga dengan lelaki yang bahkan ia tak kenal, bagaimana acara seperti itu bisa membuat Rachel dicintai publik? Konyol, pikir perempuan cantik bergaun merah itu.

"Aku seperti ini karena aku ingin membantu, aku sahabatmu, masalahnya tidak ada orang yang peduli dan akan mengajakmu dalam projek film mereka karena citramu yang buruk, Chel—” 

"Citra buruk yang dimaksud adalah perempuan percaya diri yang menuntut seorang penguntit di depan umum? Aku hanya melakukan hal yang harus aku lakukan," ketus Rachel jengah.

Hera tidak menyerah, perempuan itu meraih tangan Rachel, "Jika kau masih ingin berakting kau harus melakukan ini, mau tidak mau," desak Hera sambil menatap lurus pada iris cokelat Rachel.

“Ayolah, kau dan Karen seumuran. Kau lihat bukan bagaimana karirnya naik setelah datang ke acara itu?"

Rachel mendengus lelah. Dia menggelengkan kepalanya dan menatap tajam Hera, berusaha menjaga luapan emosinya seminimal mungkin, tetapi gagal total.

“Aku masih ingin bertahan sebagai aktris, tapi apa yang kau ingin aku lakukan? Aku tidak bisa mengubah diriku dalam semalam menjadi gadis lemah lembut palsu yang publik elu-elukan,” ketus Rachel sambil membuang salah satu foto pemotretan majalah di mejanya ke keranjang sampah.

"Aku tidak ingin tampil sebagai wanita polos yang penuh kepalsuan seperti keinginan orang orang."

"Itu sebabnya kau harus mengikuti projek ini, kau hanya perlu menjadi dirimu sendiri."

"Dan Gideon akan membantumu," sela Hera sambil mengeluarkan ponsel pintar dari saku jasnya. Dia terlihat mengotak-atiknya sembari terus berbicara pada Rachel, "Dia tampan, ramah dan publik menyukainya, hanya saja ia menikah di awal karirnya dan membuat karirnya redup—" Hera menjeda ucapannya sembari berdeham pelan. "Tentu saja dia sudah bercerai, dan ia mengikuti projek ini dengan tujuan yang sama sepertimu."

"Aku mohon padamu untuk memikirkan ini baik-baik, kau tahu bukan produser acara ini memiliki banyak koneksi di dunia perfilman, kau bisa kembali berakting kalau projek ini sukses."

Rachel terdiam, memproses setiap informasi yang diberikan oleh sahabat sekaligus manajernya itu. 

"Bagaimana bisa Gideon disukai publik aku bahkan belum pernah mendengar namanya," ketus Rachel.

"Tentu saja kau tidak tahu. Kau tidak pernah peduli dengan sekitarmu," balas Hera tak kalah ketus.

Benar juga, batin Rachel. Ia hanya peduli dan fokus pada dirinya sendiri selama ini.

“Gideon bahkan tidak pernah menjadi pemeran utama, di film yang ia bintangi,” gumam Rachel setelah mencari informasi terkait lelaki itu. 

“Bagaimana dia bisa membantuku jika dia bahkan tak lebih terkenal dariku? Bukankah seharusnya aku dipasangkan dengan seseorang yang setingkat denganku?”

“Rachel,” ketus Hao sambil mendongak dari ponselnya, “Biar aku jelaskan lagi, Gideon sangat disukai publik sedangkan kau tidak. Jika dia mulai dipasangkan denganmu, orang akan mulai bertanya-tanya dan berspekulasi hal-hal seperti– 'bagaimana bisa mereka berpasangan? Mereka sangat berlawanan?' Mereka akan tertarik untuk menonton projek ini percayalah.”

Rachel mengerutkan kening. "Bagaimana bisa kau begitu percaya diri ini akan berhasil?" Perempuan itu mendesis, “Lagipula, aku–” 

“Jangan membantah lagi," bentak Hera. “Kamu seharusnya berterima kasih padaku karena mencoba membantumu. Kau harus tahu ketika kau berpartisipasi dalam beberapa acara fashion yang diperuntukan untuk dana amal bulan lalu, aku mendengar bahwa banyak orang berpikir kamu datang hanya untuk memamerkan kekayaanmu.”

"Aku tidak peduli salah mereka sendiri berspekulasi," balas Rachel ketus.

Publik itu bermuka dua, apapun yang dilakukannya selalu salah di mata mereka, menyebalkan dan penuh standar ganda. Kalau saja Rachel tidak mencintai dunia akting ia akan berhenti sejak lama.

"Kau mungkin dibesarkan untuk tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain, tapi sebagai public figure untuk bertahan kau perlu mempedulikannya, Chel."

Hera menggelengkan kepalanya pelan menatap Rachel dan ponselnya bergantian sembari berdecak, "terkadang aku bertanya-tanya mengapa aku repot-repot membantumu," sarkas perempuan berambut pendek itu pelan.

Rachel terdiam, perempuan itu menatap Hera sebelum mengembalikan ponselnya tanpa suara. Perempuan bersurai cokelat itu memutar bola matanya jengah sebelum melipat tangannya di depan rusuknya. "Beri tahu aku info lain, aku perlu mencari tahu tentang lelaki bernama Gideon itu, tidak ada hal menarik yang muncul di G****e karena betapa tidak populernya dia.”

Hera mengulas seringai kecil sebelum balas memutar matanya dan menyerahkan ponselnya kepada Rachel. Dia tersenyum miring saat Rachel memeriksa foto-foto Gideon, lalu setelah beberapa detik, dia angkat bicara, “Jadi bagaimana? Kau setuju dan bersedia untuk berpura-pura jatuh cinta dengan Gideon?"

Rachel tidak menjawab, masih sibuk menatap ponsel, menggulirnya untuk melihat foto-foto itu. Sesekali memperbesar tampilan gambar dengan raut serius. "Rachel, kau tidak akan menjawab pertanyaanku?"

Rachel berdecak sembari melepaskan pandangannya dari ponsel, "Ya, terserah padamu, aku bersedia."

Hera mengangkat alis jahil, "Mengapa tiba-tiba berubah pikiran?"

“Dia cukup tampan,” tukas Rachel singkat sambil kembali menyenderkan punggungnya di sofa. 

Perempuan itu memutar surai cokelatnya yang ditata dengan indah dan bergelombang, menatap kemana pun selain ke arah Hera. Sementara perempuan yang lebih tua tertawa, seolah bisa menebak isi pikiran Rachel, “kau hanya peduli pada penampilannya?"

Rachel mendongak dan berkedip ke arah Hera dengan polos, senyum menggoda dan jahat tersungging di bibirnya. "Yang penting aku setuju bukan?"

Perempuan itu menaikkan sebelah kakinya, menatap lurus ke arah jendela. "Kita lihat sebaik apa lelaki bernama Gideon itu sampai Hera memaksaku seperti ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status