[Halo mas, kamu dimana?]Panggilan telepon dari Thika.[Halo, aku ada di rumah sakit, istriku mau melahirkan. Ada apa?][Ah, anu mas, ada yang ingin aku bicarakan kepadamu, hal ini sangat penting sehingga kita harus bertemu.]Satria mengernyitkan kening penasaran, [hal penting apa itu?][Pokoknya sangat penting Mas, kamu cepat kesini dan aku akan menceritakan semuanya.][Tapi ….]Satria bingung, namun dia harus tegas untuk menolak tidak datang karena istrinya sedang membutuhkannya.[Maaf Thik–][Mas aku mohon kemarilah, ini menyangkut hidup dan matiku. Apa kamu tidak kasihan padaku?]Tika berhasil membuat Satria dilema antara menunggu istri yang membutuhkannya, atau datang menemui Tikha karena kasihan padanya.10 menit kemudian.Satria duduk diatas sepeda miliknya di pinggir jalan, mimik gusar terpancar dari wajahnya. Dirinya kini menunggu Thika. Thika yang menghubungi Satria terlebih dahulu dan berkata jika ada hal penting yang ingin dikatakan."Maaf mas, aku telat. Kamu menunggu la
"Plak!""Aakh!""Bu, apa yang kamu lakukan?" tanya Satria tak paham, tiba tiba saja ibu kandung itu menampar pipinya."Apa yang aku lakukan? Yang aku lakukan adalah kewajiban sebagai seorang ibu saat mengetahui kelakuan buruk anaknya. Dasar, anak kurang ajar. Dimana tanggung jawab kamu Satria? Di mana kamu saat istrimu membutuhkanmu? Dia mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan seorang bayi dan kamu tak ada disampingnya," ujar Aini panjang lebar.Satria tertunduk dan berkata, "maafkan Aku. Aku pergi menemui–""Jangan jelaskan padaku, jelaskan alasanmu itu kepada istrimu. Dia yang butuh penjelasan darimu dan aku harap dia mau mengerti."Aini pergi meninggalkan Satria yang kini berdiri terpaku di depan ruang bersalin. Rasanya Satria sungguh tak berani untuk menemui istrinya.Dengan pelan Satria berjalan memasuki ruangan dimana istrinya berada.Terlihat Shafira tergolek lemah dengan malaikat kecil berada di atas d*d* Shafira. Bayi itu begitu aktif bergerak gerak mencari sesuatu di sekita
"Kamu masih mau bersamaku kan? Aku mohon Shaf," pinta Satria."Aku ….""Aku mau bersamamu lagi mas demi anak anak. Ya, demi mereka aku akan mempertahankan bahtera rumah tangga ini, bukan karena cintaku padamu. Bagaimanapun kaca yang sudah pecah masih bisa disatukan kembali, namun tak akan sama dengan keadaan semula. Seperti hatiku yang telah lama rusak oleh ketidakpastian sikapmu. Mendengar jawaban Shafira yang seperti terpaksa bersamanya membuat Satria kembali membela dirinya."Sudah aku katakan padamu, aku tak ada hubungan apa- apa dengan Thika. Sekarang kita tutup masalah ini dan mengurus bayi serta anak anak kita bersama."Shafira hanya diam namun dalam hatinya sudah lelah mendengar sanggahan dari Satria."Baiklah, aku akan keluar untuk merokok sebentar."Satria berjalan keluar dan berpapasan dengan Karsih. Bukannya menyapa Karsih, Satria malah berlalu pergi menuju warung dekat Rumah Sakit.Disana sudah ada Yudha dan Indra. Mereka menunggu Satria sejak 15 menit yang lalu.Karsih
"Oekh!""Oekh!""Oekh!"Bayi Shafira tiba tiba menangis menangis begitu kencang membuat Shafira dan Karsih terkejut seketika bangun untuk menenangkan si bayi."Cup cup."Karsih segera menggendong bayi Shafira."Shaf, bayi ini mau diberi nama siapa? Apa kamu sudah mempersiapkan nama yang bagus untuknya?" tanya Karsih.Shafira menggeleng, dia tak menyiapkan nama bayi perempuan karena dia begitu yakin akan melahirkan bayi laki laki."Sudah aku duga, kamu pasti menyiapkan nama bayi laki laki kan?" ucap Satria masuk ruangan."Mas," lirih Shafira."Aku mendengar bayi kita menangis, makanya aku kemari dan aku mendengar pembicaraan kalian," ucap Satria.Bayi ini akan kuberi nama "Maya"."Maya?" ucap Shafira dan Karsih berbarengan."Iya, Mayaza Fitriani, yang artinya perempuan yang mempunyai keistimewaan dan suci.""Owh begitu, semoga saja bayi ini sesuai dengan harapan di balik namanya.""Aamiin.""Oekh!""Oekh!"Tiba tiba Maya kembali menangis, kali ini lebih keras. Karsih sampai bingung men
[Apa?!]Shafira tak menyangka jika Yudha akan mengatakan hal yang tak masuk akal. Mana mungkin seorang suami meninggalkan istrinya yang baru saja melahirkan demi wanita lain?"Ah, itu tidak mungkin mas Yhuda, mungkin sebentar lagi mas Satria akan kesini kok, aku yakin.""Syukurlah jika kamu percaya pada Satria, karena saat ini aku meragukan kesetiaannya."Shafira hendak menjawab namun Yudha kembali berkata, "Ya sudah mbak Shafira, saya lagi sibuk ini, sampai ketemu nanti."Panggilan berakhir.Shafira sama sekali tidak mencurigai ucapan aneh dari Yudha. Ponsel diletakkan di atas nakas pelan dan terlihat cemas. Karsih melihat detail perubahan mimik Shafira, merasakan ada hal yang membuatnya sedih."Ada apa Shafira?""Eh, tidak ada apa apa?""Ayo kita turun saja, nunggu mobil Yudha menjemput kita.""Meski mas Satria nggak datang menjemput?""Tidak usah lah, mungkin dia masih tidur," ucap Karsih menenteng tas perlengkapan persalinan.Karsih dan Shafira turun ke lantai bawah di Rumah Sakit
Shafira tak mampu menjawab pertanyaan dari Satria. Entah berapa bulan lagi mereka bisa bersatu, menjalani kewajiban sebagai suami istri karena semua itu tergantung dari masa nifas Shafira."Maaf mas, tapi aku ,...""Aku tak akan memaksamu Shafira. Aku hanya bertanya."Shafira mengangguk tak nyaman sementara Satria sendiri merasa tak nyaman telah menanyakan hal yang belum tentu pasti.Satria membalikkan tubuh membelakangi Shafira dan mulai terlelap, membiarkan sang istri bergelut dengan perasaannya sendiri.Esok hari.Dari pertama pulang ke rumah, kediaman Satria tidak pernah sepi seperti sebelumnya. Banyak kerabat maupun tetangga kompleks datang berkunjung untuk melihat Maya, bayi Shafira. Dari pagi hingga malam tamu di rumah Satria terus berdatangan. Baik, tetangga, saudara maupun rekan kantor Satria serta teman Aini, ibu ibu arisan kompleks."Assalamu'alaikum," ucap laki laki dan perempuan serta suara anak anak."Waalaikum salam," jawab Shafira yang kini menjemur Maya. Kegiatan pagi
'Apakah aku mempunyai kekuatan untuk pulang?'Shafira mengganggu mengerti dengan maksud perkataan Murni.Semua saling jabat tangan sebagai tanda perpisahan.Satria memeluk Safira sambil mengantar kepergian mobil dari keluarga Surabaya itu."Hati hati di jalan, jangan lupa beri kami kabar jika sudah sampai!" teriak Satria saat mobil itu melenggang menjauh dari rumah Satria."Ayo kita masuk sayang," ucap Satria mengajak istrinya masuk rumah."Mas, mau sarapan apa? Tadi kamu tidak sarapan karena keluargaku.""Kamu istirahat saja aku tidak lapar.""Baiklah, aku ngurus Maya dulu," pamit Shafira.Satria mengangguk dan mulai masuk kamar. Kebetulan hari ini dia libur kerja jadi bisa bebas mau melakukan apapun. Biasanya Satria menghabiskan waktu dengan melihat youtube dari ponselnya.Satria mulai menyalakan ponsel, menunggu tulisan huruf besar, "SAMSUNG" itu muncul di layar ponselnya. Ponsel sudah siap digunakan dan Satria segera mencari ikon YouTube, namun tiba- tiba ....Ada satu pesan masuk
Hari Minggu.Hari ini Shafira pergi memeriksakan diri dan tindik telinga Maya. Dengan diantar Karsih, Shafira pergi ke Rumah Sakit.Beberapa hari ini, Maya menangis dan mengajak begadang membuat Shafira terlihat lemas. Dia berencana mengadukan apa yang terjadi pada Maya kepada bidan jaga di Rumah sakit."Shafira, kamu kenapa? kok kamu terlihat lemas?" tanya Karsih."Aku tidak apa- apa Mbak," bohong Carla.Mereka mulai daftar menuju ruang KIA dan menunggu antrian. Lama menunggu, Shafira berinisiatif membuka akun sosial media miliknya, men scroll scroll beberapa reela IG untuk mengusir kejenuhan. Maya sendiri tertidur pulas di gendongan Karsih."Ananda Maya, Bu Shafira," panggil perawat dari ruang KIA."Ya Bu."Shafira dan Karsih segera masuk ruang KIA untuk diperiksa. Pertama, para perawat memeriksa keadaan Maya dan memberikan tindik di telinga."Oekh!""Oekh!"Maya menangis keras, merasakan sakit di kedua telinga setelah proses penindikan terjadi."Cup sayang, cup."Shafira segera mem