"Sekarang kamu boleh menertawakan aku, Nada, tapi tidak untuk lain kali," gerutu Danica dengan wajah penuh kebencian dan dendam. "Ethan akan menjadi milikku seutuhnya karena seharusnya dia menikah denganku, bukan kamu."Setelah diusir secara paksa oleh satpam atas perintah Ethan, bahkan dua satpam itu melemparkannya dari pintu utama perusahaan, Danica berdiri menatap pintu masuk dengan berkacak pinggang.Bara api kemarahan berkobar dalam dirinya atas kemenangan Nada. Saudara tirinya itu sudah berani menentang, bahkan mempengaruhi Ethan untuk membencinya. Danica kembali menggerutu dan memaki dalam hati, lalu berbalik untuk pergi."Danica!"Namun, baru beberapa langkah kakinya beranjak, sebuah suara yang familiar membuat kemarahannya kembali meradang. Geram, tinjunya menggenggam erat. Dengan hitungan waktu, tubuhnya berputar dengan cepat seiring dengan wajah garang."Apa? Mau cari ribut lagi denganku?" bentaknya."Sengak amat!" Erina mencebik menanggapi kemarahan Danica."Kamu itu yang
"Apa kalian sedang membicarakan kami?" Suara bass Ethan terdengar tegas menambah tegang ruangan, namun membuyarkan."Kalian sudah datang."Michael menyambut kedatangan mereka dengan senyum. Majalah yang sejak tadi berada di tangannya meski Syahna mengambilnya, karena kedatangan Ethan dan Nada, Michael meletakkan di atas meja. Pria setengah baya yang masih terlihat gagah itu berjalan menyambut keduanya."Ayo, kita bicarakan di dalam saja!" ucap Michale menyentuh punggung Ethan dan mengajaknya masuk ke dalam.Ethan mengarahkan mata pada Syahna dan Erina dengan tatapan peringatan. Dia siap memberi mereka pelajaran bila keduanya tidak bisa menjaga sikap dan bicara, lalu merangkul kembali pinggang Nada dan mengajaknya mengikuti Michael."Ma." Erina menyenggol lengan Syahna menggunakan lengannya juga."Kita lihat saja bagaimana wanita miskin itu merayu papa," sahut Syahna. Tatapan matanya menyorotkan kebencian pada punggung Nada yang selalu nempel pada Ethan."Nada harus cerai dari Ethan. E
"Ethan, mau ke mana?" tanya Michael ketika melihat putranya tiba-tiba berdiri sembari menggandeng tangan Nada.Dia pikir Ethan akan membawa Nada pergi dari rumah itu karena marah pada Syahna dan Erina.Mata Ethan melirik sinis pada Syahna dan Erina sebelum menjawab pertanyaan papanya."Ke kamar, Pa. Kamar adalah tempat yang paling nyaman di rumah ini untuk kami berdua," jawabnya. Kembali ekor matanya melirik dua wanita yang tidak bisa berkata-kata lagi."Sebaiknya makan dulu! Bibi sudah menyiapkan makan malam."Ethan tidak mau membuat keputusan sendiri. Kali ini bola matanya menatap teduh sang istri meminta pendapat.Nada mengangguk. Meski merasa tidak nyaman tinggal di sana, namun dia menghormati papa mertuanya."Baiklah." Ethan setuju.Selama makan malam berlangsung, Syahna dan Erina masih saja terbungkam. Sepertinya perkataan Ethan untuk mereka menjadi lem yang sangat kuat sehingga bibir mereka tidak dapat terbuka lagi untuk menyerang Nada."Ethan, kapan kalian mau pindah ke rumah
"Sini, biar aku bantu keringkan rambutmu!" Ethan mendekati Nada dan membantu melepaskan handuk putih dari kepala Nada."Tidak perlu," tolak Nada.Nada memutar tubuh menghadap Ethan karena tadi dia duduk menghadap cermin di meja rias. Nada kembali mengambil handuk itu dari tangan Ethan, lalu melemparkan ke ranjang tempat pakaian kotor. Kembali tangannya meraih kedua tangan Ethan dan menggenggamnya.Kepala Nada mendongak untuk bisa melihat wajah Ethan karena suaminya itu berdiri, sedangkan dia duduk sehingga tinggi mereka tidak sejajar."Sayang?" Ethan memberi ekspresi atas penolakan istrinya. Ini tidak biasa. Biasanya setelah mereka mandi bersama dan rambut Nada basah, dia selalu membantu istrinya mengeringkan rambut. Nada paling tidak suka mengeringkan rambut menggunakan hair dryer. Meski begitu, Ethan dengan sabar membantu mengusap handuk pada rambut Nada dengan lembut."Biarkan sedikit basah," ucap Nada memberikan senyum saat melihat wajah murung Ethan."Kenapa? Nanti kamu masuk ang
"Dia urusanku," ucap Nada melerai kemarahan Serly."Tapi, Nyonya?" Serly kembali melarang Nada dengan menahan tangannya saat Nada hendak melangkah mendekati Dolly.Nada tersenyum melihat Serly melakukan tugasnya dengan baik. Ethan selalu saja memberinya yang terbaik. Meski saat ini Ethan tidak ada bersamanya, tapi melalui Serly, suaminya itu selalu melindunginya.Karena Nada melarangnya, Serly pun akhirnya menggeser kaki ke samping. Namun, pengawal Nada itu tidak diam begitu aja. Dia tetap waspada dan siap siaga pada apa pun yang bakal terjadi nantinya."Oh, ternyata sekerang sudah sombong ya semenjak menjadi nyonya besar?" ucap Dolly mencibir.Nada menanggapi dengan tersenyum. Menghadapi mama angkatnya itu, dia tidak boleh terbawa emosi. Dia harus berpikir tenang dan lebih cerdas. Nada yang sekarang bukanlah Nada yang dulu yang dengan mudah dapat mereka tindas. "Apa yang kamu inginkan?" Nada tetap memasang wajah tenang. Dia tidak mau terlalu menghoramati wanita yang kini berkacak
"Apa wanita itu menyakitimu?" Ethan langsung memberi Nada pertanyaan menjurus ketika kakinya baru juga menginjak lantai rumah.Setelah mendengar laporan dari Serly, hatinya tidak tenang. Sesuai menyelesaikan pekerjaannya, Ethan langsung pulang. Padahal masih ada satu pertemuan lagi, tapi suami Nada itu menundanya."Siapa?" tanyanya seiring dengan kecupan yang Ethan berikan pada pucuk kepalanya."Mamamu," jawan Ethan. Tangannya langsung merangkul pinggang sang istri dan membawanya berjalan masuk."Tidak. Ada kamu yang menjagaku," jawab Nada dengan senyum manja. Dia tidak ingin membuat Ethan khawatir.Satu cubitan romantis pada puncak hidung Ethan membuat bibir pria itu tersenyum senang."Maaf, hari ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak bisa menemanimu." Ethan membawa kepala Nada bersandar pada pundaknya. Kembali mendaratkan kecupan cinta.Nada merenggangkan diri dan menatap Ethan. Dengan senyum sangat manis dan masih dengan ekspresi manja, "Kamu memang tidak di sampingku
"Sayang, bangun yuk!" Ethan kembali naik ke atas tempat tidur, padahal dia sudah bangun dan sudah menyiapkan sarapan. Karena semalam mereka tempur hingga larut dan mengeluarkan banyak tenaga, makanya Ethan tidak membangunkan Nada. Dia yang mengalah dan membuat sarapan."Sebentar lagi," jawab Nada dengan suara sedikit parau khas bangun tidur.Nada kembali meringkuk di dalam selimut tebalnya. Bahkan kepalanya pun disembunyikan dalam selimut.Ethan yang tadinya duduk menghadap Nada, karena melihat istrinya malah semakin bersembunyi, akhirnya membaringkan diri di samping Nada dengan posisi miring. Satu tangan dijadikan penopang kepala agar tetap bisa jelas melihat istrinya."Sayang, apa semalam sangat melelahkan?" Nada membuka selimut bagian wajahnya. Dengan mata beratnya melihat Ethan. Bahkan caranya membuka mata pun tidak penuh, matanya menyipit."Sayang, kamu sakit?" Tiba-tiba Ethan menjadi khawatir setelah melihat wajah pucat dan mata sipit istriny
"Kenapa tidak kamu saja yang pergi membelinya?" Nada melakukan protes kala Serly mengatakan akan menghubungi pengawal lainnya untuk membelikan rujak petis untuknya."Nyonya, tuan Ethan melarang saya meninggalkan Anda sendirian," jelas Serly."Hanya sebentar, bukan? Lagi pula aku tidak ke mana-mana. Ini rumahku, siapa yang akan mengganggu saat aku di rumah? Ethan juga belum pulang, mungkin sedikit sore baru pulang. Dia tidak akan tau." Nada tidak mau mendengar alasan apa pun yang diberikan Serly padanya. Dia hanya ingin makan rujak petis yang dibeli Serly, bukan orang lain, bukan pengawal yang lain.Serly terdiam. Sebenarnya dia ingin memberitahu Nada bila saudara perempuannya tadi datang dan hampir membuat ulah. Hanya saja dia tidak ingin Nada cemas dan khawatir, apalagi saat ini sedang sakit.Tanpa bicara, Serly bangkit dari duduknya. Bukan untuk membeli rujak pesanan Nada, melainkan ingin memastikan bila Danica sudah tidak ada lagi dan telah pergi."Serly, ada apa?" Ternyata Nada