"Sayang, jangan lupa siang ini temani aku menghadiri undangan bakti sosial," ucap Nada masih duduk di dalam mobil.
"Aku tidak akan lupa," jawab Ethan sembari memberikan usapan lembut pucuk kepala Nada. Bibirnya tersenyum sangat manis dan meneduhkan.Hal yang sudah terbiasa dilakukan Ethan setiap kali mengantar istrinya bekerja adalah memberi kecupan dan usapan lembut penuh cinta.Setelah mengambil alih perusahaan milik kedua orang tuanya, Nada tidak lagi bekerja di perusahaan Ethan. Meski perusahaan yang dirikan untuk mengelabuhi Vincent telah diambil alih kembali oleh Ethan, namun Nada masih tetap membantu juga."Jaga kesehatan dan jangan terlalu lelah!" pesan Ethan dari dalam mobil sebelum melajukan kembali mobilnya setelah Nada keluar."Baik, Tuan Ethan yang tercinta," jawab Nada terselip canda.Ethan tersenyum bahagia melihat keceriaan istrinya. Semakin hari Nada semakin menggemaskan dan semakin terlihat ceria. Sepertinya rasa trauma dari kejadian yang d"Aku melupakan satu hal," jawab Ethan mengubah air mukanya agar Nada tidak terus menatapnya dengan curiga. "Masalah pekerjaan. Aku akan menghubungi Vidor," sambungnya mencoba menepis kecurigaan Nada.Nada memicingkan mata semakin menatapnya lekat dan menyelidik."Sayang, aku akan segera menyusulmu. Ini hanya masalah kecil," ucap Ethan sembari membelai rambut Nada.Dia tau kecurigaan istrinya tidak akan cepat hilang oleh alasan yang diberikan."Oke. Kalau kamu tidak percaya, tetaplah di sini bersamaku!" sambung Ethan lagi, lalu mengambil ponsel dan menghubungi Vidor.Nada tersenyum pengertian."Aku akan tunggu di dalam," ucapnya sebelum hubungan telepon Ethan dan Vidor tersambung."Sayang." Ethan berusaha menahan saat istrinya hendak keluar mobil, namun Nada menyingkirkan tangannya dengan lembut dan penuh pengertian."Acara akan segera dimulai. Aku tidak ingin mereka menunda karena menungguku," ucap Nada memberi alasan.Ethan hanya bisa melepaskan istrinya dengan pasrah dan terdiam. B
Toilet? Kamar mandi?Tempat itu, alasan itu hanya kebohongan belaka. Nada berjalan secara perlahan sembari terus mengedarkan mata mengawasi. Meski perlahan, namun tujuannya pasti. 'Ruang awal' Entah mengapa dia ingin sekali melihat ruang itu seperti ada yang kekuatan magic yang menariknya."Nyonya," sapa seorang perawat mengejutkan Nada. Nada sedikit gugup dan gelagapan, hanya saja rasa itu masih bisa diatasi dengan segera memberikan senyum dan sapaan balik."Apa yang kamu bawa?" tanyanya mengalihkan rasa gugup saat melihat benda di tangan perawat itu."Oh, ini. Ini makanan untuk pasien," jawabnya menunjukkan tempat makan yang dia bawa."Makanan? Apa jam makan pasien jam segini?" Nada melirik benda pipih bundar di pergelangan tangannya.Perawat itu tersenyum canggung."Khusus pasien ini memang spesial."Nada memiringkan kepala dengan sorot mata penasaran.Perawat tersenyum menanggapi cara Nada melihatnya."Pasien ini sangat kasihan.
"Sayang, yok mandi!" ajak Ethan meraih tangan Nada untuk membawanya bangun."Ethan." Nada menegakkan punggung, hanya saja tidak mengikuti ajakan Ethan, melainkan menahan tangannya.Ethan yang telah bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer, akhirnya duduk di depan Nada setelah melihat kemurungan dalam sorot mata Nada. Dengan teduh dan lembut menatap mata istrinya. Menggenggam tangan Nada di atas pangkuan."Sayang, ada apa?" tanyanya.Sejak kembali dari kamar mandi rumah sakit dan sejak mereka pulang ke rumah, Nada lebih banyak diam. Bahkan bisa dikatakan murung. Sesekali Ethan mendapati istrinya itu menatapnya lekat dengan tatapan yang berbeda dan setiap kali pandangan mereka bertemu, segera Nada menghindar.Dia pikir sikap Nada itu karena faktor lelah. Hampir seharian istrinya sibuk bekerja juga menghadiri acara bakti sosial. Makanya, saat melihat Nada terdiam, Ethan tidak terlalu menganggap serius. Apalagi saat di perjalanan Nada memilih tidur. Hal itu memperkuat dugaanny
"Sayang, apa benar tidak apa-apa kalau aku tinggal ke luar kota? Kenapa kamu tidak ikut saja?" Ethan merasa bimbang dan ragu karena Nada tidak mau diajak pergi bersamanya. Dia juga tidak mungkin tidak pergi kali ini untuk menghadiri pertemuan penting perusahaan. Sebelumnya dia bisa mengandalkan Michael, papanya untuk pergi, tapi kali ini tidak bisa karena Michael memiliki agenda lain di kota lain juga.Nada tersenyum sembari berjalan mendekati Ethan dan merapikan pakaian suami tampannya itu."Lusa di perusahaan ada rapat pleno yang sangat penting dan tidak bisa ditunda," jawab Nada.Bukan dia tidak mau menemani suaminya pergi. Sejak memimpin perusahaan sendiri, Nada sedikit sibuk. Apalagi dia harus mengembalikan kejayaan perusahaan itu. Beberapa kontrak kerjasama harus segera diselesaikan, termasuk rencana peluncuran produk baru perusahaan yang membutuhkan pengawasannya.Wajah Ethan tampak murung. Dia sedih harus meninggalkan istrinya ke luar kota beberapa hari ke depan. Hanya saja d
"Katakan! Apakah Ethan membunuh Erina karena telah menyakitimu?" Sembari menangis sedih, Syahna mencengkeram kedua lengan Nada dan mengguncang kuat.Kehilangan kontak dengan putri tunggal kesayangannya membuat Syahna cemas dan khawatir, bahkan sempat depresi. Lebih kaget dan terkejut ketika tiba-tiba Michael menyodorkan surat cerai. Apalagi ditambah berita tentang penganiayaan yang dilakukan Erina pada Nada membuat Syahna shock. Dia hanya berharap Erina dapat menyembunyikan diri agar tidak ditemukan Ethan setelah berita penganiayaan.Sayangnya, hingga beberapa waktu lamanya Erina sama sekali tidak memberi kabar. Jangankan kabar, pencariannya selama ini sia-sia dan sama sekali tidak membuahkan hasil. Erina, putri kesayangannya itu hilang begitu saja bak ditelan bumi. Hingga saat rasa putus asa itu datang, Syahna berpikir Ethan telah membunuh Erina sebagai bentuk balas dendam."Nyonya, lepaskan tangan Anda!"Serly memaksa Syahna melepaskan cengkeramannya, namun wanita itu semakin kuat m
"Serly, antarkan dia pulang!" minta Nada sembari memalingkan wajah. Nada tidak mau melihat wajah sedih Syahna dengan isak tangisnya. Bagaimanapun dia membenci Erina dan Danica, tapi saat melihat wajah sedih Syahna atas kehilangan putrinya membuat sisi hatinya yang lain teriris. Apalagi saat mengingat bagaimana kondisi Erina dan Danica di rumah sakit, hatinya semakin perih.Meski begitu, tangis yang telah mendesak sesak dalam dadanya masih bisa ditahan. Dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Syahna."Nyonya?" Serly tampak ragu. Bukan dia membantah perintah Nada, hanya saja dia enggan meninggalkan Nada hanya untuk mengantar Syahna pulang."Aku akan menunggumu di rumah," ucap Nada mengerti kekhawatiran Serly.Setelah memberi tatapan meyakinkan, Nada memutar tubuh. Namun, sebelum benar-benar melangkah pergi, kembali ekor matanya mengarah pada Syahna dengan isak tangisnya memohon agar Nada mau memberitahu keberadaan Erina."Maaf, Ma. Aku tidak bisa mengatakan di mana mereka berada. Tanya
"Tadi mama ke sini," lirih Nada dengan suara rendah."Apa dia menyakitimu?" "Tidak."Akhirnya Nada menceritakan apa yang baru saja terjadi padanya dan kenapa Syahna datang menemuinya. Sebenarnya tidak ingin membuat Ethan khawatir, hanya saja meski tidak menceritakan, suaminya itu pasti akan tau. Serly pasti akan melaporkan apa pun yang terjadi. Makanya, daripada Ethan mendengar dari Serly dan mencemaskan dirinya, lebih baik dia sendiri yang menceritakan."Ethan, kamu jangan khawatir! Aku tidak akan pernah menyalahkanmu. Aku juga tidak akan pernah menyesali apa yang telah kamu perbuat pada mereka karena mereka memang pantas mendapatkannya," ucap Nada di akhir ceritanya.Nada tidak mau melihat Ethan merasa apa yang telah diperbuat pada Danica dan Erina adalah kekejaman. Dia juga tidak mau suaminya itu merasa canggung karena berpikir dia tidak bisa menerima kekejaman yang dilakukan. Karena selama ini Ethan menutupi keberadaan dan kondisi mereka berdua.Ethan tersenyum mendengar perkataa
"Ethan!" Nada menangis histeris dan terus memanggil nama Ethan.Dengan kedua tangan menutup sebagian wajah dan terus menyaksikan berita tentang kecelakaan pesawat yang diketahui membawa suaminya pulang, tangis Nada semakin miris dan menyedihkan. Dunianya seketika menjadi gelap gulita ketika pembawa berita mengatakan pesawat itu mengalami ledakan di atas udara, di atas pegunungan dan diperkirakan tidak ada penumpang yang selamat. "Nyonya!" Mendengar teriakan Nada disertai tangis histeris, Serly langsung berlari menuju kamar Nada. Pintu kamar yang tertutup membuatnya sedikit ragu, namun teriak dan tangis Nada membuatnya langsung mendorong pintu dan menerobos masuk."Nyonya!" Serly terkejut ketika melihat Nada menangis histeris sembari bersimpuh di atas lantai dingin. Serly langsung berlari mendekat dan berjongkok di depan Nada. "Nyonya, ada apa?" tanyanya cemas.Tanpa menjawab dan terus menangis, Nada menunjuk televisi agar Serly melihat.Serly menoleh. Dia pun terkejut setelah beber