Mengakui jika anak yang berada di dalam kandungan itu adalah anaknya? Jantung Sera semakin berdebar kencang. Tapi apakah ini bagian dari sandiwara Anggoro? Sera tidak bisa mempercayai hal itu begitu saja. Sera harus tetap bersiap. Dia hanya wanita yang menikah kontrak dengan Anggoro. Tidak ada sesuatu yang lebih. Bahkan memiliki anak dengan Anggoro adalah sebuah kecelakaan yang saat itu sangat bodoh dilakukannya. Sera sudah terbuai dengan perlakuan Anggoro yang menyebabkan dia mengalami sakit hati seperti ini. Apa yang diucapkan Anggoro sekarang tidak bisa Sera percaya. Ini adalah semua sandiwara yang harus Anggoro lakukan di depan semua wartawan itu untuk memperbaiki nama baiknya."Semua sudah jelas sekarang. Wanita ini adalah istriku dan dia mengandung anakku, adik Satria. Ya, Satria adalah anak dari istri pertamaku Pamela. Dia meninggalkanku karena sudah tertarik dengan lelaki lain."Anggoro menghentikan ucapannya, lalu menggandeng Sera. Menatapnya dengan sangat tajam. Dia menger
Sera semakin terkejut ketika melihat Anggoro marah seperti itu. Apalagi menguncinya di kamar. Anggoro tidak berkata apa-apa dan hanya melakukan apa yang dia inginkan tanpa berbicara sama sekali.Dia mencoba mendekati Anggoro, namun lelaki itu selalu menampisnya. "Saya hanya ingin berbicara. Tolong jangan seperti ini, Tuan."Anggoro masih saja diam. Dia hanya menatap layar laptop tanpa memandang Sera."Saya minta cerai. Tolong kabulkan permintaan saya." Sera masih saja berusaha untuk membuat Anggoro berbicara. Namun, lelaki itu malah menganggapnya tidak ada di sana. "Apakah Bupati sekarang adalah lelaki bisu? Bahkan tidak menganggapku berada di sini. Jiika Tuan tidak berbicara, baiklah saya yang akan pergi."Sera membalikkan tubuhnya dan akan pergi dari sana."Berbicara?" Suara Anggoro membuat dia menghentikan langkah. Kemudian kembali membalikkan tubuhnya dan mengamati lelaki itu yang mendadak berada tepat dihadapannya. "Aku tidak ingin berbicara apa pun. Kau sudah sangat mempermalu
Anggoro masih mengamati Sera. Hati wanita itu malah berdetak kencang. "Aku masih ingin bermain dengan budakku. Aku masih ingin memperoleh hiburan di sini. Siapa lagi jika tidak dirimu?" ucapnya kemudian melepaskan Sera. Lalu dia menunjuk ranjang. "Cepat kau tidur saja di situ dan biarkan aku bekerja untuk memikirkan semua masalah yang sudah kau sebabkan."Anggoro mendekati ponselnya. Dia membuka layanan berita dan tentu saja berisi semua berita tentangnya. Semua warga masih saja berdemo di beberapa jalanan, menginginkan dia untuk turun dari jabatan itu dan yang lebih mengejutkan, semua warga besok akan menuju kediamannya dan meminta dia mengundurkan diri dengan terhormat. Anggoro mematikan ponsel itu dengan emosi. Dia kemudian mengacak-ngacak rambut dia sendiri. Menutup ponsel dan melemparkan di atas meja. Lalu dia memejamkan kedua matanya dan terus berpikir.Sera merasa khawatir. Dia perlahan melangkah mendekati meja kerja Anggoro. Namun, langkahnya terhenti ketika kepala Anggoro tib
Satria masih saja mengamati neneknya. Ternyata sebuah kenyataan dia ketahui sekarang. Dan itu sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia duga."Katakan kepadaku apa yang tidak aku ketahui, Nenek!" ucapnya dengan berteriak. "Cepat bawa dia pergi ke kamarnya. Dia tidak boleh keluar sampai aku yang memutuskan."Satria meronta bahkan dia menekan kursi roda itu dan memutar-mutarnya. Para pelayan pun kebingungan."Satria, tugasmu hanya belajar dan kau tidak bisa mengetahui apa pun yang berada di rumah ini. Kau itu masih kecil. kalau kau tidak menurut, Nenek akan memasukkannya ke dalam asrama. Tidak peduli kau akan dibuli atau tidak di sana!" Simbah menunjuk Satria dengan tegas."Aku tidak peduli apakah Nenek akan memasukkan ke sana atau tidak. Aku tidak percaya ternyata Nenek sangat kejam. Aku pikir ibuku yang sangat kejam berada di sini. Ternyata Nenek lah aktor utama di dalam semua drama ini.""Kenapa diam saja? Cepat bawa dia masuk ke dalam kamar."Mbok yang dari tadi hanya mengamati, be
Sera sangat terpukul dengan apa yang didengarnya. Dia segera bersembunyi di balik tirai ketika Gubernur dengan sangat marah keluar dari sana. Willem membuang semua barang yang berada di hadapannya, prang!!"Anggoro! Kau!" teriak Willem sambil mengajak-ngajak rambutnya. Namun, kedua matanya melotot saat melihat kehadiran wanita yang selama ini sangat dia rindukan. "Sera ...," ucapnya pelan dengan tersenyum."Ya ... aku di sini," balas Sera lalu mendekati Willem kemudian memeluknya. "Aku akan bersamamu. Selesaikan semua masalah ini dengan damai. Aku berjanji akan bersamamu, Tuan," bisik Sera masih saja mengelus-elus punggung Willem dan seketika membuat lelaki Belanda itu kembali tenang. "Sera, aku sangat tersiksa. Apa kau tahu itu?" Willem mengangkat wajahnya dan memandang Sera dengan tersenyum. "Kau mengingatkanku kepada seseorang yang sangat aku cintai di masa lalu."Willem memeluk Sera dengan sangat erat. Dia pun menangis di dalam pelukan itu. Willem lalu kembali memandang wajah S
"Apa kau bersungguh-sungguh mengatakannya?" Willem menatap Sera dengan sangat serius. Ini adalah sebuah hal yang dia tunggu sejak lama. Apalagi sekarang dia mendengarkan sendiri dari mulut Sera."Jangan pernah bermain api denganku. Jika kau tidak benar-benar serius mengatakan hal itu, lebih baik kau tidak akan pernah meminta hal itu kepadaku selamanya." Willem masih saja tidak mengalihkan pandangannya sama sekali ke arah Sera. Yang membuat dia semakin senang, Sera menganggukkan kepala walaupun ekspresi Saya rasa sangat tegang."Baiklah, kita akan menikah besok. Aku akan meminta beberapa orang untuk menjemput ayahmu."Perkataan Willem yang benar-benar tidak dipercaya. Dia mengetahui tentang ayahnya."Apakah kau memang lebih berkuasa daripada si mbah?""Seperti yang kau lihat. Anggoro berada di tanganku. Bahkan wanita tua itu sama sekali tidak bisa menyentuhku." Willem mendekati Sera kemudian memeluknya. "Kau tahu, aku sangat bahagia sekali hari ini. Tadi aku memang berdebat dengan Gub
Dor!! Suara letusan terdengar dengan cukup hebat di sana. Semua orang yang melempar sampah bercampur batu ke arah Sera dan Bupati pun terhenti. Spontan mereka menolehkan kepala ke arah Parman yang ternyata melakukan hal itu. "Minggir semua!" teriak Parman. Pengawal setia Anggoro berjalan cepat menerabas semua orang masih berteriak, "Minggir semua! Karena aku akan melakukan hal yang tidak pernah kalian sangka kalau menghalangi aku!" Hingga akhirnya dia berhenti tepat di depan Anggoro dan Sera. "Tuan, ikuti aku!" ucapnya lantang. Para pengawal Anggoro yang semula berhenti di tempat dan tidak melakukan apa pun, akhirnya mendekati Parman. Mereka segera menarik sang Bupati, lalu Sera untuk masuk ke dalam mobil. Sementara Parman masih saja mengulurkan senjatanya ke arah semua orang yang masih terpaku. "Aku sudah bilang kepadamu. Kau itu jangan bodoh. Apa yang kau lakukan?!" teriak Anggoro kepada Sera yang sudah tergeletak lemas di dalam mobil. Anggoro mengambil beberapa tisu dan m
Anggoro benar-benar tidak menyangka. Dia menatap Sera dan tidak bisa berbicara apa pun. Dia terus berpikir, kenapa wanita itu sangat ngotot untuk berpisah dengannya? "Kau tahu sendiri kan, aku tidak akan pernah mengijinkanmu bersama dengan lelaki itu. Dia tidak baik, Sera." Anggoro masih saja memberikan saran. Entah kenapa dia tidak ingin berpisah dengan Sera. Perasaannya sangat panas. Namun, seperti biasa dia gengsi untuk menunjukkan itu di depan Sera. Sobar lalu berdiri dan mendekati sang menantu. Dia berkata, "apa pun yang dikatakan oleh anak saya adalah keputusan yang sudah dia pikirkan baik-baik. Saya tahu sifatnya. Kamu tidak bisa melarang anak saya. Karena kalau kamu melakukan itu, maka kamu harus melewati saya dulu." Sera tersenyum melihat sang ayah berkata dengan tegas. Kini ada seseorang yang melindunginya. Sebenarnya Sibar ingin sekali melindungi anaknya setiap kali dia melihat berita tentang Sera berada di televisi. Namun, pekerjaannya yang hanya sebagai PNS, tidak