Hancur rasanya. Hati Sera benar-benar sangat sakit mendengar perkataan Pamela dan sebuah video yang memperlihatkan Anggoro bersama dengan Pamela. Mereka menampakan senyuman di depan semua warga.Memang benar. Da tidak pantas mendampingi Anggoro. Yang bisa mendampingi lelaki sangat hebat seperti itu adalah wanita yang memiliki kasta yang tinggi. Bukan dirinya, wanita miskin yang sama sekali tidak memiliki apa pun untuk diandalkan. Sekarang dia tidak bisa berbuat apa pun selain menyerah. Mungkin bersama dengan Willem adalah satu-satunya hal yang harus dilakukannya. Tapi ... untuk menjadi pasangannya, adalah hal yang tidak bisa dilakukannya. Dia tidak mau bersama dengan lelaki siapapun. Sekarang Sera hanya ingin sendiri dan mengurus anaknya."Kamu masih tidak percaya? Sera, lihatlah Anggoro. Semua yang dilakukan untukmu itu bukan kenyataan. Dia hanya mengambil untung darimu. Dan itu adalah kenyataannya." Willem masih saja berusaha meyakinkan Sera yang kini hanya bisa berdiri kaku."Sekar
Simbah semakin menatap menantu keduanya itu. Dia sangat berharap Sera bisa meyakinkan Willem untuk tidak mengungkit pertaruhan yang sudah dilakukan Anggoro tanpa sepengetahuannya. Bagaimanapun juga, Simbah harus menjaga semua kekayaan keluarganya itu."Tentu saja saya tidak bisa meyakinkan dia, kecuali saya menikahinya, Simbah," bala Sera. "Tapi saya tidak mungkin menikahinya, karena saya bukan wanita yang bisa menikahi seorang laki-laki untuk menebus apa pun. Jangan khawatir. Saya akan berusaha meyakinkan Willem agar tidak melakukan hal di luar dugaan kita."Percaya diri sekali kau mengatakan hal itu." Pamela tidak menyerah. Dia mendekati Sera kemudian sedikit mendorongnya. Namun, ternyata Sera menahan tangan itu dan membalasnya."Menemui lelaki lain secara diam-diam itu sudah salah. Kau juga bersama dengannya, bahkan semua warga tahu kau pergi dengannya. Itu akan membuat nama Bupati menjadi sangat buruk. Seharusnya kau tidak berada di sini, Sera." Pamela masih saja tidak menyerah. D
Anggoro masih saja terdiam. sarapan juga tidak berkata apa pun. Kedua mata mereka saling bertumbukan tajam. Hingga akhirnya Satria hadir dan berada di antara keduanya."Apakah aku harus bertepuk tangan, melihatmu sudah bisa mengusir Ibu kandungku dari rumah ini?" tanyanya menatap Sera lalu terkekeh pelan."Sekarang aku sadar ternyata nenekku itu sangat jeli. Bisa memasukkan wanita yang sangat tidak terduga seperti dirimu. Kau ini sebenarnya mengerikan atau pahlawan di rumah ini?" Satria malah tertawa semakin keras. Dia benar-benar tidak menyangka Pamela keluar dari rumah itu. Padahal ibunya itu sudah melakukan semua cara kejam untuk menyingkirkan Sera."Sebenarnya kau ini menggunakan pelet atau apa? Hah, aku sangat penasaran," lanjutnya membuat Anggoro tidak kuat dan segera menarik kursi rodanya."Satria, sebaiknya kau kembali ke kamarmu dan jangan pernah ikut campur. Ini masalah orang dewasa!" Anggoro menatap Mbok yang segera mendekatinya. "Bawa dia ke kamarnya. Jangan pernah izinkan
Sebuah pernyataan yang sangat mengejutkan Anggoro. Perlahan dia melepaskan cengkraman yang semula kuat. Dia tidak menyangka gadis lugu seperti itu sangat berani dan kali ini lebih menyeramkan daripada Pamela. Anggoro kemudian mundur satu langkah, masih saja menatap Sera. Tidak dia pungkiri warga sekarang lebih menyukai Sera daripada dirinya."Jadi kau akan menggantikanku? Apa yang kau miliki?" tanya Anggoro berusaha untuk terlihat tenang. Dia tidak akan pernah memperlihatkan dirinya cemas hanya karena seorang wanita mengancamnya seperti itu."Aku tidak memiliki kekayaan atau kekuasaan. Tapi aku mempesona semua orang." Dengan percaya diri Sera mulai mendekati suaminya, kemudian melepaskan dasi yang sudah sedikit terlepas dari kemeja Anggoro. "Anda pasti sangat lelah sampai-sampai baju Anda berantakan," lanjutnya masih saja melepaskan dasi itu dan melipatnya, kemudian memasukkan ke dalam laci yang berada di nakas tepat di sebelah ranjang."Sera, ini bukan lelucon. Aku tidak ingin kau s
Di dalam kamarnya, Sera menangis sambil mengamati kamar yang sebelumnya ditempati oleh Pamela dan dirinya sebelum masuk ke dalam kamar Anggoro. Sebuah kamar yang berada di dalam kediaman dan berdampingan dengan kamar para pelayan. Sebenarnya kamar di sana tidak ada yang buruk. Namun, hanya kasta yang membedakan letak sebuah kamar."Aku benar-benar tidak kuat dengan semua ini. Untuk apa aku mempertahankan pendapatku aku di sini? Aku hanya seorang budak. Aku tidak bisa berbuat jauh seperti ini," ucapnya sambil menunduk dan menatap lantai yang sudah basah akibat air matanya yang menetes."Seharusnya aku bisa menerima tawaran Willem untuk membuat kehidupanku lebih baik. Tapi apa yang bisa aku dapatkan? Aku hanya akan menjadi seorang pengecut jika menerimanya. Tapi ...," ucapnya kembali menatap ruangan. "Ah, ketika aku berada di sini ... aku pun juga tidak mendapatkan apa pun selain kemarahan dari suamiku sendiri yang sampai sekarang tidak bisa aku taklukan."Sera memejamkan kedua matanya.
Simbah terkejut mendengar anaknya dengan tega melakukan hal itu untuk pertama kalinya. Selama ini Anggoro sangat menurut. Bahkan kedatangan Pamela tidak membuat anak lelakinya itu melakukan hal itu kepadanya. Tapi, ternyata sekarang Anggoro menjadi sosok yang sangat berani kepadanya."Jadi kau akan mengusir ibumu ini? Katakan kepadaku. Apa kau akan mengusir aku dari rumah yang sudah aku dirikan sejak dulu. Tepatnya kau akan mengusir wanita yang merawatmu sampai kau menjadi seperti ini?" Simbah berkata dengan sangat tegang. Hatinya masih sangat sakit melihat anaknya menatap dirinya dengan penuh kemarahan, berbeda dari biasanya."Apa yang bisa aku lakukan selain menyingkirkan semua orang termasuk ibuku sendiri. Tapi jangan khawatir. Aku tidak akan pernah membuat Ibu pergi dari rumah yang sudah menjadi milik Ibu. Karena aku yang akan pergi."Anggoro berjalan akan meninggalkan kamar. Namun, dia tidak menduga sama sekali karena Sera menarik lengannya dengan sangat berani. Menyentuh tubuhny
Pagi menjelang dengan sangat cepat. Sepanjang malam Anggoro tidak tenang. Dia hanya berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, sangat malu dengan semua yang sudah diperlakukan ibunya kepadanya. Apalagi posisinya akan digantikan istrinya sendiri. Itu adalah sebuah hal yang sangat konyol, yang tidak akan pernah dia biarkan begitu saja."Ternyata musuhku adalah budak ku sendiri. Mungkin aku bisa menyingkirkan Pamela. Tapi wanita itu dengan kekejaman dua kali lipat sudah berada di rumah ini. Sera, siapa kau?"Anggoro teralihkan saat pelayan mengetuk pintu kamarnya dan masuk ke dalam untuk membantu dia bersiap."Aku tidak membutuhkan bantuan siapapun. Mulai sekarang letakkan saja pakaianku dan semua keperluanku di dalam kamar ini. Lalu kalian keluarlah," ucapnya dengan tegas. Kedua pelayan itu pun sangat ketakutan kemudian segera keluar dari kamar itu.Anggoro segera membersihkan dirinya dan menggunakan baju kebesarannya. Dia melihat dari jendela Parman sudah berdiri di sebelah mobil dan be
Anggoro tidak akan pernah tenang saat bekerja. Pikirannya benar-benar membelit. Sosok Sera selalu saja mengganggu pikirannya. Bahkan para pegawai pun mulai resah melihat sosok Bupati yang dipilih semua warga itu berubah seketika. Tidak bisa fokus dengan semua pekerjaannya, bahkan hal pertama yang dilakukan Anggoro salah tanda tangan di beberapa dokumen yang seharusnya siap untuk mereka berikan kepada pusat. Tentang penerimaan dana untuk pembangunan sekolah yang rusak. Tapi justru Anggoro malah merusakkan semua dokumen itu, bahkan salah satunya terkena air minum yang dia letakkan dengan keras di atas meja. Hingga beberapa tulisan pun rusak dan tidak bisa terbaca membuat para pegawai itu harus mengulangi dari awal."Gimana sih Pak Bupati ini? Ah, sudah tahu aku sudah lama sekali bekerja. Bayangkan, aku dari kemarin lembur. Eh, malah seenaknya sendiri membuat dokumen yang sangat penting ini ... seperti ini? Ah, aku jadi harus mengulangi dari awal," ucap salah satu pegawai sambil menggeru