Keenan sedari tadi memandangi Khanza yang sedang sibuk beraktivitas membereskan pakaian bayi, memindahkan dan menata lagi pernak pernik di sekitar box bayi. Padahal sudah berulang kali kegiatan itu ia lakukan dan Keenan telah rampung membereskan semua termasuk memasang ulang box bayi yang menurut Khanza tidak bagus posisinya di dekat jendela kamar.
"Za, udah deh. Udah bagus semua kok. Masa diotak Atik lagi? Lahirnya juga masih lama kan?" Keenan nggak tahan juga kalau nggak ngomong.
Khanza melirik Keenan kesal. "Nggak terasa lho, Mas. Tinggal beberapa bulan lagi Dede lahir. Makanya harus dipersiapkan sebaik mungkin."
Keenan berjalan mendekati Khanza lalu memeluk Khanza dari belakang. Napas Keenan berembus di leher jenjang Khanza.
Khanza terdiam. Ia mengerti apa yang diinginkan Keenan.
"Mas, sabar dulu dong. Aku kan masih beres-beres." Khanza berusaha melepaskan tangan Keenan. Jujur kegiatan seks di masa sekarang tidak terlalu
Teman-teman tetap dukung terus cerita ini berkembang ya. Makasih.
"Mas ... Mas ...." panggil Hani yang sedari tadi meringkuk kedinginan di sudut gudang."Apa? Mau sholat lagi lu? Udah di situ aja. Jangan bolak balik ke kamar mandi mulu!" bentak seorang brandal bertopeng muak.Hani tersentak kaget mendengar gelegar suara sang preman. Namun, gadis cantik yang kini kerudungnya sudah lusuh oleh debu berusaha menabahkan diri."Bukan, Mas. Saya permisi mau buang air kecil," kata Hani."Mau kencing ya kencing aja di situ! Gak usah banyak tingkah!""Tapi nanti kotor, Mas. Saya jadi gak bisa sholat." Hani berbicara dengan bibir bergetar.Preman lain menyahut. "Heran gua. Perasaan nih orang kita culik jadi tawanan. Kerjaannya sholat melulu. Dikira ini masjid apa yak!"Mata Hani sudah sebak. "Saya mohon izinkan saya membersihkan diri dan tetap menjalankan sholat, Mas. Apa pun yang terjadi, saya nggak kepingin jauh dari Allah. Mas Mas semua juga pasti percaya Tuhan kan?""Heleh! K
Sudah tiga hari berlalu. Luka-luka di tubuh Hani sudah mulai sembuh, hanya luka batin yang masih membekas kuat. Namun, Hani berusaha sabar dan menuangkan kesedihannya di atas sajadah, memohon pertolongan Allah agar Roman dilembutkan hatinya.Selesai sholat, terpincang-pincang Hani bergerak menuju ranjangnya. Ingin duduk di situ. Memang itu saja yang bisa ia lakukan selain berdoa. Roman tidak mengizinkannya pergi ke mana pun. Ke kamar mandi saja ia harus ditunggui oleh wanita penjaga."Memangnya Tuhan bakal nurunin malaikat buat bawa kabur kamu dari tempat ini? Percaya gitu? Aku sih enggak. Kalau zaman dulu, mungkin. Mukjizat itu banyak di zaman nabi-nabi," celetuk Roman yang diam-diam sudah duduk di ruangan sambil merokok. Satu kakinya dinaikkan ke meja. Sedari tadi ia memperhatikan Hani yang sedang sholat.Hani tersenyum. "Percaya. Kalau nggak percaya sama Allah namanya Islam KTP, Kak. Mukjizat itu akan selalu ada selama Allah menghendaki."R
Hai, Sobat. Kembali lagi di kisah Keenan, Khanza, Mila, Roman, dan Hani. Maaf ya ku lama update karena sibuk mengurus baby 👶🏻😁 Mohon krisan dan support-nya ya gaes biar semangat nulisnya. Jangan lupa di-subscribe ya. Thanks.Sepekan berlalu setelah peristiwa penculikan Hani, tapi mendung di rumah keluarga Bu Ida belum juga sirna. Hani sudah beberapa kali memberikan pengakuan apa yang terjadi pada saat ia diculik. Keenan menangkap hal yang aneh dari Hani. Meskipun tahu Roman biang keladi, tapi adik cantiknya itu terkesan sama sekali tidak membenci Roman."Tolong cabut tuntutan Kak Roman, Mas. Biarkan dia bebas," pinta Hani dengan mata berbinar-binar penuh harap.Keenan kesal. "Cabut tuntutan? Kamu gimana sih, Han? Dia itu psyco! Dia udah culik kamu dan gara-gara dia kamu hampir aja hancur! Apa kamu nggak marah? Luka-luka di badan kamu aja belum kering tuh!"
Keenan menenggak kopi buatan Khanza dengan pikiran kacau. Aneh. Rasanya tidak seenak biasa. Entah karena Keenan sedang badmood.Khanza memandang Keenan cemas. Ia tahu suaminya itu jadi gelisah sejak kembali dari penjara dan bicara dengan Roman."Roman memang gila! Bisa-bisanya punya pikiran buat nikah sama Hani!" seru Keenan masih kesal.Khanza menggigit bibir, memikirkan sesuatu yang sejak tadi berkecamuk dalam benaknya. Namun, ia takut untuk mengutarakan pada Keenan. Namun, akhirnya ia tidak tahan juga."Tapi, Mas, gimana kalau Roman serius ingin menikahi Hani? Maksudnya dia memang sayang sama Hani makanya rela dipenjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya."Keenan mendelik menatap Khanza tak percaya. "Kamu ini ngomong apaan sih? Roman itu penjahat yang udah culik Hani, sayang darimana ya coba?""Hani ada benarnya, Mas. Mas Roman lakuin semua itu juga pemicunya karena dendam sama kita. Sebenarnya dia jug
Khanza menatap gelisah layar handphone-nya. Keenan belum membalas semua pesan WA darinya. Centang biru dua, tapi tidak dibalas. Nyesak rasanya. Hanya karena masalah kecil, Keenan sudah semarah itu. Bukan Khanza menyelepekan masalah Hani, tapi apa yang dilakukan Hani dan Roman sekarang menurutnya sudah benar.Di satu sisi Khanza tahu Keenan marah karena dibakar cemburu. Insecure pada Roman. Namun, sudah berjuta-juta kali ia katakan sudah tidak mempunyai rasa apa pun terhadap Roman. Rupanya bagi Keenan, membayangkan Roman menjadi iparnya dan tetap berkaitan dengannya dan Khanza merupakan hal yang tidak nyaman."Mas, kenapa nggak dibalas sih? Kamu masih marah? Udah dua hari kamu nggak pulang. Sebenarnya kamu ke mana? Ibu bilang kamu nggak ada di rumah Ibu," ujar Khanza mengirimkan voicenote untuk Keenan.Belakangan jari jemari Khanza sudah terasa keram dan tidak sanggup memegang handphone lama-lama, mengetikkan tombol-tombol
Keenan mondar mandir di depan ruang operasi. Gelisah buka main. Sudah satu jam terlewati."Doa, Keenan. Mohon sama Allah agar istri dan anakmu diberikan keselamatan," ujar Bu Ida."Iya, Bu," sahut Keenan.Seorang perawat keluar dari ruang operasi dan mendekati Keenan."Alhamdulilah, Pak, anaknya udah lahir. Anaknya laki-laki," kata perawat.Keenan tersenyum semringah. Kebahagiaan meletup-letup dalam hatinya. "Alhamdulillah." Rasanya Keenan ingin melompat masuk ke ruangan itu untuk melihat anaknya secepat mungkin, tapi ia tahu belum diperbolehkan. Terlebih lagi, ada hal lain yang juga penting."Lalu gimana kondisi istri saya, Sus?" tanya Keenan cemas.Bu Ida berdiri di samping Keenan, ikut khawatir."Bu Khanza saat ini sedang istirahat setelah operasi. Beberapa menit lalu sempat terbangun, sekarang tidur lagi," jelas suster."Alhamdulilah. Semua berjalan baik-baik aja," kata
Khanza masih kesal dengan suaminya. Namun, demi rasa sayang pada buah hati yang baru ia lahirkan, rasanya tidak tega harus merusak suasana.Dengan sabar Khanza menggendong bayinya, mesti luka di perutnya masih terasa perih. Berulang kali pula Keenan membantunya mengangkat sang bayi dekat ke Khanza, semua untuk mempermudah Khanza."Anak kita haus. Disusuin dulu ya, sebelum dibawa suster ke ruangan lagi," kata Keenan lembut seraya membelai kepala bayi yang tengah menangis dalam pegangan Khanza."Iya, aku tahu kok, Mas," sahut Khanza masih sewot."Iya, maaf ya." Keenan tampak lesu.Sebenarnya Khanza sudah iba dan tidak tega memusuhi Keenan terus, tapi kalau ingat kelakuan Keenan yang menghilang di saat tergenting dalam hidupnya, api di hatinya masih membara. Suami macam apa yang tega meninggalkan istri di saat hamil tua sampai hampir meregang nyawa di jalanan bersama janin yang masih di dalam rahim?"Za, aku minta
Sudah seminggu setelah Khanza dan bayinya pulang dari rumah sakit. Berangsur-angsur kondisi bayi Altan membaik. Berat badannya yang semula hanya 2,5 kilogram sekarang sudah 2,9 kilogram.Kehidupan Khanza dan Keenan pun berubah seketika. Rumah mereka selalu diisi dengan suara tangisan bayi. Keenan sering pulang kerja lebih cepat demi membantu Khanza mengasuh bayi. Ada babysitter yang membantu, tapi untuk menyusui dan menidurkan tetap harus dilakukan Khanza."Diam dong, Sayang. Jangan nangis lagi ya," bujuk Khanza lembut pada bayi Altan yang tidak berhenti menangis."Altan kenapa, Za? Kok nangis terus dari tadi? Apa masih haus?" Keenan tampak khawatir dan mengambil bayi dari sang istri lalu menimangnya. "Disusuin aja lagi, Za." Keenan menyerahkan bayinya lagi pada Khanza.Khanza menggendong bayi Altan dengan hati-hati. Bayinya malah semakin melengking tangisannya. Khanza sampai kelimpungan dan sudah sangat letih."Aku ng