"Siapa? Aku tidak kenal kamu!" ucap Evan, gugup."Loh, Direktur tidak kenal saya? Saya kan sering ke ruangan Anda," jelas pria tersebut berusaha menjelaskan."Tidak, kamu salah orang! Aku bukan Direktur! Mana mungkin Direktur naik motor," sanggah Evan yang kemudian melajukan motornya.Pria itu pun mematung sambil menggaruk kepala, ia sangat yakin jika orang yang ada di hadapannya barusan adalah sang Presiden Direktur Astira Corp.Alana langsung pergi setelah tahu jika pria itu keliru menganggap Evan adalah Direktur. Meski ada perasaan mengganjal di hatinya, tapi pikiran Alana berusaha menyanggah karena bagaimanapun sangat tidak mungkin jika suami miskinnya itu ternyata adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi.Seperti biasa, Alana mengerjakan pekerjaannya dengan sangat telaten dan cekatan. Bahkan, jika dibanding para senior nya saja Alana terbilang jauh di depan. Karena itulah atasan Alana sangat menyukai kinerjanya bahkan berniat merekomendasikannya untuk menjadi karyawan tetap.
Kepala Divisi itu pun terkejut saat mendengar teriakan dari orang yang mendobrak pintu."Siapa kau? Berani sekali mengganggu kesenanganku!" bentak Kepala Divisi."Aku memang hanya karyawan rendahan, tapi, aku sudah muak dengan perbuatanmu pada para perempuan! Kau bahkan sudah merebut istriku!" teriak seorang Pria yang ternyata sudah mengamati Alana sejak pertama kali masuk."Sial, apa kau tidak takut ku pecat?" tanya Kepala Divisi."Pecat saja! Aku tidak takut," ucap Pria itu sambil berusaha membantu Alana untuk lepas dari pelukan Kepala Divisi.Setelah perjuangan beberapa menit, akhirnya Alana pun lepas dari genggaman Kepala Divisi. Ia berlari ke arah Pria yang membantunya tadi."Terima kasih, sudah menyelamatkan saya," ucap Alana dengan suara gemetar."Tidak masalah. Aku tak ingin ada perempuan yang menjadi korban lagi," sahut Pria itu, berusaha menghalangi Alana dari Kepala Divisi.Kepala Divisi yang merasa sudah kalah itu langsung menelepon Security dan mengatakan hal yang tidak-t
"Kerja bagus!" ucap Evan, sumringah."Anda sudah bisa melihat sendiri beritanya, Pak.""Baiklah, lanjutkan tugasmu!" Evan kemudian menutup teleponnya.Evan yang dalam kesal sekaligus marah pun langsung memainkan ponselnya untuk mencari berita mengenai Kepala Divisi yang kini sudah tertangkap.Dalam berita tersebut tertulis jika Kepala Divisi tertangkap atas kasus pelecehan terhadap beberapa karyawan wanita. Selain itu, disebutkan juga jika bukan hanya melakukan pelecehan, tapi juga menyalahgunakan jabatan, penyuapan dan juga penggelapan dana perusahaan. Sang Kepala Divisi pun dijerat hukuman berat atas perbuatannya."Berani-beraninya mengganggu istriku! Kebetulan sekali aku sudah lama muak padamu. Sekarang waktunya untuk menyingkirkan duri dalam perusahaan," gumam Evan tertawa puas.Evan yang merasa kegirangan pun menciumi kening Alana dan malah membuat istrinya itu terbangun."Sayang, ada apa?" tanya Alana mengucek matanya."Ada berita bagus, coba kamu lihat!" Evan menunjukan ponselny
Merasa penasaran, Evan dan Alana pun mendekati kerumunan itu. Mereka berdua kaget saat melihat lima orang perempuan sedang berdemo di depan gedung."Sayang, apa mereka adalah istri Kepala Divisi?" bisik Alana, pada Evan yang saat ini mengenakan masker."Sepertinya begitu. Makanya, jangan hanya memandang pria dari hartanya saja, apalagi sampai rela meninggalkan suami sendiri," ucap Evan kesal."Tenang saja, aku takkan meninggalkanmu hanya demi harta," bisik Alana.Evan dan Alana pun pergi meninggalkan kerumunan."Selamat bekerja, sayang!" ucap Evan mengecup kening Alana."Iya, hati-hati di jalan, ya!" Alana mencium punggung tangan suaminya itu.Evan berpura-pura pergi karena Alana menunggunya. Setelah Alana terlihat masuk ke dalam gedung, barulah Evan memutar balik dan masuk ke parkiran gedung.Sekilas karyawan bawah takkan tahu jika Evan adalah seorang Presdir, apalagi ia hanya mengendarai motor murahan dan mengenakan pakaian biasa.Karena itulah Evan sengaja membuat jalur khusus yang
"Kenapa kamu berteriak seperti itu? Ibumu itu sedang sakit!" bentak Alex."Evan, kemarilah! Ibu merindukanmu," pinta Jeni yang sedang terbaring lemah di kasur.Evan tak langsung masuk ke kamar, ia menarik Ayahnya keluar untuk meminta penjelasan."Ayah, apa maksudnya ini?" "Memangnya kenapa? Sejak kemarin memang banyak yang datang menjenguk Ibumu," sahut Alex."Tapi, kenapa Natasha ada disini juga? Bukankah sudah kubilang jika aku tak ingin Ayah dan Ibu melakukan trik lagi," timpal Evan yang tak suka dengan kehadiran Natasha, perempuan yang pernah dijodohkan dengannya."Kamu terlalu percaya diri, Evan. Natasha hanya kebetulan sedang menjenguk saja. Lagipula, itu hanya masa lalu, dia juga belum tentu masih menyukaimu," ujar Alex, sengaja membuat Evan merasa malu sendiri.Evan memutuskan untuk kembali ke kamar Ibunya meski sedang ada Natasha, hal itu ia lakukan setelah mendengar ucapan sang Ayah yang membuatnya merasa malu karena terlalu percaya diri."Evan, kemarilah! Kenapa menemui Ib
"Jadi, apa itu?" Evan sudah tak sabaran."Kamu menikah dengan gadis itu, tapi tinggalkan semua kekayaan dan kemewahan yang Ayah berikan. Termasuk jabatanmu di Lucio Group. Namun, jika kamu lebih memilih semua harta yang kelak hanya akan diwariskan padamu, maka tinggalkan gadis itu!" jelas Alex yang merasa percaya diri jika Evan akan lebih memilih dirinya.Evan tersenyum, seolah tak ada keraguan di hatinya. Hal itu membuat Alex semakin yakin, jika anaknya itu tidak akan mungkin berbuat bodoh."Tentu saja aku memilih Alana, aku rela meninggalkan semua itu demi dia!" jawab Evan.Alex dan Jeni seketika tercengang, ia benar-benar tak menyangka jika anaknya akan memilih sesuatu yang menurut mereka tak masuk akal."Bodoh! Apa kamu tidak berpikir dulu sebelum memilih?" bentak Jeni."Evanders, kamu pikir Ayah main-main?" Alex menggebrak meja."Bukankah Ayah sendiri yang barusan memberiku pilihan? Mengapa sekarang malah memarahiku saat aku telah memilih?" timpal Evan.Bagai senjata makan tuan,
Evan keluar dari rumah orang tuanya dengan dipenuhi perasaan kesal. Ia benar-benar sudah muak melihat Natasha, si perempuan licik itu."Aku benar-benar tak ingin kembali ke rumah ini sebelum memastikan kebenaran ucapan Ayah dan Ibu," gerutu Evan sambil melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.Dengan tak tahu malunya, Natasha malah meneriaki Evan. "Hati-hati di jalan! Sampai ketemu lagi, Evanders," ucapnya.Evan mengendarai motor dengan perasaan dongkol. Ia merasa bersalah telah meninggalkan Alana hanya demi kebohongan yang Ibunya lakukan. Apalagi, dari caranya, sang Ibu masih menaruh harapan pada Natasha.Karena rasa bersalahnya, Evan memutuskan untuk membeli beberapa cemilan kesukaan Alana. Ia berharap bisa segera kembali ke rumah dan melihat senyum manis sang istri sebagai penyembuh rasa kesalnya.Sesampainya di rumah, lampu teras masih belum menyala, menandakan Alana sedang tak berada di rumah."Kemana Alana pergi?" gumamnya sambil melihat jam yang kini menunjukan pukul 20.15.E
"Alana!" teriak Danu, yang masih berusaha mengalihkan perhatian Alana.Alana pun menoleh, di saat yang sama, Evan sudah berdiri di dekat istrinya itu. Ia merasa kaget saat mendengar Danu meneriaki nama sang istri. Dan lebih kaget lagi saat melihat Alana ada dihadapannya."Ada apa, Pak Danu?" tanya Alana, berjalan menghampiri Danu.Melihat Alana sudah menjauh, Evan bergegas keluar dari ruang rapat dan berbaur dengan para Investor yang akan pergi ke lobi."I-itu, kamu tidak perlu mencari Office Boy lagi," ucap Danu."Tapi, wajah Anda sudah sangat pucat dan berkeringat. Sepertinya, Bapak harus segera diperiksa," sahut Alana yang merasa sedikit khawatir melihat kondisi Danu."Aku tidak apa-apa, hanya butuh istirahat sebentar saja," sanggah Danu, meski tubuhnya kini terasa lemas."Apa perlu saya bantu?" Alana tak tega melihat Danu."Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri. Kembalilah bekerja, Robi pasti mencarimu," titah Danu yang kemudian berjalan sedikit sempoyongan.Alana teringat jika ia m