"A-apa? Aku, Presdir? Kata siapa?" tanya Evan yang mulai bercucuran keringat dingin."Kenapa kamu terlihat gugup begitu?" tanya Alana, heran."Aku tidak gugup," jawab Evan berusaha untuk terlihat lebih tenang."Aku hanya bercanda." Alana menepuk bahu Evan. "Tadi ada rumor jika istri Presdir adalah seorang karyawan baru. Entah kenapa aku tiba-tiba teringat dengan film yang pernah aku tonton," jelas Alana.Evan akhirnya bisa bernapas lega. Jantungnya yang semula berdebar kencang kini mulai berdetak normal. Ia pikir jika kebohongannya selama ini pada akhirnya akan terungkap, tapi ternyata Alana hanya bercanda. Benar-benar hampir membuat jantung copot saja."Memang film seperti apa yang kamu tonton?" tanya Evan yang masih berusaha untuk tetap tenang."Tentang seorang suami yang berpura-pura miskin, ternyata dia adalah seorang CEO di perusahaan Internasional," jawab Alana, sambil membayangkan artis idolanya yang memerankan film tersebut."Hahaha, mana mungkin ada yang seperti itu di dunia
Risa yang sudah berkeringat dingin pun langsung berusaha menelepon Danu."Ayo, angkatlah Om. Situasi begini kenapa lama sekali mengangkatnya," gerutu Risa, sambil mondar-mandir depan restoran.Risa terus memandangi dari luar, ia melihat Alana semakin dekat dengan tempat Evan duduk. Hingga, tiba-tiba pria itu buru-buru pergi ke arah toilet.Disisi lain, saat baru saja masuk restoran, sepulangnya dari membeli bakso, Danu sekilas melihat Alana dan Risa. Ia terus mengawasi sambil berharap jika Alana tak menoleh ke arah restoran. Namun, apa yang ditakutkan terjadi. Alana malah melihat ke arah Evan dan berusaha menghampirinya.Danu pun buru-buru menelepon Evan."Ada apa?" tanya Evan merasa terganggu."Istri Anda sedang berjalan mendekat, cepat pergi dari situ," bisik Danu.Evan seketika menoleh dan melihat jika Alana sedang berjalan ke arahnya."Gawat, kenapa baru memberitahu sekarang," gumam Evan, yang kemudian berlari ke arah toilet.Melihat pria yang ia curigai sebagai Evan telah berlari
Saat pintu dibuka, ternyata yang keluar dari ruangan itu adalah pria yang Alana sangka adalah Evan saat di restoran tadi."Ah, ternyata aku terlalu berprasangka buruk pada suami sendiri," gumam Alana yang kemudian pergi meninggalkan tempat itu."Direktur, Istri Anda sudah pergi," bisik Ella melalui telepon."Oke," jawab Evan, singkat.Setelah situasi aman, Evan segera berlalu melalui jalan khusus yang langsung menuju parkiran. Ia takut jika Alana terlalu lama menunggu dan curiga lagi padanya.Beruntung ternyata Alana baru saja keluar dari gedung."Sayang, tumben sekali datang lebih awal?" tanya Alana menatap Evan sambil tersenyum."Aku tak mau kamu terlalu lama menunggu," jawab Evan, "kenapa senyum-senyum begitu?" sambungnya, heran."Tidak ada. Ayo pulang," ajak Alana.Sepanjang perjalanan, Alana terus memeluk suaminya itu. Ia merasa senang karena dugaannya tentang Evan yang telah berbohong ternyata salah."Ada apa? Dari tadi kamu terus memelukku dengan erat," tanya Evan."Aku hanya me
Alana tercengang saat melihat Brian sedang keluar dari restoran dengan teman-temannya. Kebahagiaan yang semula tersirat di wajah Alana, kini berubah menjadi raut kekecewaan. Perempuan itu merasa sedih dengan sikap sang adik yang sangat tak tahu malu."Sayang, jangan khawatir. Aku akan mengejar Brian keluar," ujar Evan yang sudah beranjak.Alana memegangi tangan Evan, berusaha menahannya agar tak mengejar Brian. "Sudahlah, percuma saja. Dia pasti tak memiliki uang. Ujung-ujungnya aku juga yang bayar." Suara Alana bergetar menahan tangis. Niat hati datang ke restoran ingin menyenangkan Evan, tapi malah diperas oleh adiknya sendiri yang bahkan sampai mentraktir teman-temannya."Adikmu sudah sangat keterlaluan! Dia semakin seenaknya pada kita. Kalau tak punya uang kenapa harus sampai mentraktir banyak teman segala!" gerutu Evan yang sudah sangat muak dengan adik iparnya itu.Alana sudah tak bisa berkata lagi, ia masih berusaha menahan tangisnya agar tak pecah di depan sang suami."Suda
Alana hanya diam, ia sangat yakin jika keluarganya datang untuk meminta jatah dari gajinya."Sayang, jangan terlalu menuruti semua yang mereka minta. Kamu juga berhak bahagia," bisik Evan."Aku takut Ibu meminta semua gajiku," sahut Alana, gelisah."Jangan berikan! Itu uangmu!" timpal Evan.Keduanya pun perlahan memasuki halaman rumah.Brian dan kedua orang tua Alana pun buru-buru beranjak dari duduknya."Heh, Alana! Apa-apaan kamu? Kenapa tega sekali mempermalukan adik sendiri di restoran?" bentak Desy, sambil menolak pinggang.Padahal Evan dan Alana saja belum turun dari motor."Alana, kamu semakin kurang ajar! Pasti laki-laki miskin ini kan yang menghasutmu!" seru Rudi, menunjuk-nunjuk Evan.Emosi Evan sudah bergejolak, hanya saja, ia masih berusaha menahannya demi Alana."Ayah… Ibu… kenapa kalian terus menyalahkan Evan? Lihatlah, siapa yang baru saja memerasku? Anak kesayangan kalian ini sudah mentraktir teman-temannya dan melimpahkan tagihan padaku, apa Ayah dan Ibu tahu berapa j
"Ini benar rumah temanmu? Tidak salah alamat kan?""Memangnya kenapa?" tanya Evan tertawa."Ini kan gudang, memang kita mau tinggal di gudang?" Alana mengerucutkan bibir."Jangan memasang wajah begitu, nanti cantiknya hilang." Evan mencubit pipi Alana."Kita cari kosan saja, ya! Aku tak mau tinggal di gudang."Evan malah semakin tertawa geli melihat tingkah istrinya itu. Semakin Alana kesal, semakin ia ingin mengerjainya."Kamu kenapa senang sekali?" tanya Alana, heran."Karena kamu sangat lucu. Mana mungkin aku mengajakmu tinggal di gudang kosong ini," ucap Evan."Lalu, dimana rumahnya?" tanya Alana, celingak-celinguk mencari rumah yang Evan maksud."Di seberang sana!" Tunjuk Evan pada sebuah rumah yang berada di seberang jalan persis di depan gudang.Alana terpana, ia tak bisa lagi berkata-kata saking tak menyangka saat melihat rumah teman Evan yang sangat besar dan mewah."Ini tidak salah kan? Rumah ini terlalu besar untuk kita berdua," ujar Alana."Apa kamu tidak suka?""Aku suka.
"Oh ternyata hanya Kakak Ipar miskin yang sedang berusaha berlagak di depanku! Kamu pikir dengan memakai setelan jas seperti sudah bisa menipuku?" teriak Brian dengan begitu angkuhnya.Semua orang yang berada di sekitar Brian dan Evan langsung membelalak, mereka terkejut mendengar ucapan Brian yang sangat lancang menghina sang CEO. Padahal, dari penampilannya saja dia sama sekali tak terlihat seperti orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari Evan."Oh, kamu datang kesini untuk membuat keributan dan mempermalukan kakakmu lagi?" tanya Evan yang masih terlihat santai."Apa urusannya denganmu? Kau juga datang kemari berpura-pura bekerja disini agar bisa menipu para karyawan disini kan? Dasar ipar miskin!" hardik Brian.Orang-orang disekitar Evan semakin geram dengan sikap Brian. Namun, mereka tak berani ikut campur dengan urusan sang CEO.Untuk pertama kalinya, Evan tak terlalu sakit hati mendengar ucapan Brian yang menghinanya miskin di depan perusahaan miliknya. Ia malah merasa ji
Risa panik, ia takut jika sampai Alana dilukai oleh orang tersebut. "Apa maumu?" bentak Risa."Bukan urusanmu! Pergi saja dari sini!" hardik Pria itu dengan suara berat.Saat Risa sedang berdebat, Alana langsung menginjak kaki orang yang membekapnya dan kemudian menendang bagian berharga dari pria tersebut."Rasakan! Dasar penjahat!" teriak Risa."Kak, tunggu sebentar. Ini aku, Brian!"Alana dibuat terkejut saat Brian membuka penutup wajahnya."Apa-apaan kamu? Kenapa melakukan hal ini pada Kakak?" Alana benar-benar kesal oleh kelakuan sang adik."Memangnya kalau aku datang baik-baik, Kakak mau menemuiku?" tanya Brian, sinis.Risa tercengang, mulutnya ternganga saat tahu jika pria yang ia pikir penjahat ternyata adalah adiknya Alana."Alana? Bagaimana ini?" tanya Risa yang bingung harus berbuat apa."Kakak duluan saja, aku ingin mengobrol sebentar dengan adikku," pinta Alana."Ya sudah, aku duluan, ya!" Risa kemudian berlalu, tetapi ia tak pergi begitu saja karena merasa khawatir pada